All Chapters of Mencintai Kakak Ipar: Chapter 31 - Chapter 40
56 Chapters
Ketakutan
***Radit yang duduk di sofa ruang tamu mengalihkan tatapan dari ponsel, melirik sekilas ke arah Putri yang tengah menyapu. Tidak lama melirik lagi ipar tirinya yang sedang mengepel dan saat melirik lagi, adik tiri istrinya itu tengah menyiram bunga di teras. Gadis itu sangat rajin. "Put." Panggilan Radit membuat langkah Putri berhenti tepat di samping sofa, tempat duduk pria itu."Iya, Mas?" Putri menoleh. Bertanya dengan tatapan, kenapa iparnya itu memanggil."Kerjanya santai aja. Ngga usah buru-buru. Capek, istirahat. Kamu bukan pembantu. Bisa kok sisain kerjaan lain buat Dira ataupun Dina."Putri tersenyum. "Lagi cari keringat biar ngga rasa dingin pas mandi, Mas." Hanya itu alasan yang tepat. Ia terlalu keasyikan main sampai pulang sore. Kalau sampai kakaknya pulang dan rumah belum rapi, habis dibully nanti."Ya udah. Kamu mau mandi?" tanya Radit."Iya, Mas.""Jangan dulu. Masih keringat."Putri tersenyum paks
Read more
Ide Jahat
***Putri menyisir rambut Diana. Kemudian mengikat 2 dibagian atas. Memakaikan bedak dan parfum."Princess udah siap bertemu sama raja," ucap Putri membuat Diana tersenyum lebar. Gadis kecil itu sangat suka jika bersama Putri. Merasa disayang sekali. Hari-hari cerianya telah kembali. Peran bibi pembantu diganti oleh sang Aunty."Princess mau main sama raja dan ratu," ucapnya."Iya. Semoga mama udah pulang biar princess cantik ini bisa main sama raja dan ratu alias mama dan papa." Putri tersenyum. Kemudian berdiri. Ia memegang tangan Diana. "Princes silahkan turun dengan cara melompat."Diana menyengir. Mengangguk. Kemudian melompat ke lantai. "Aunty, bukan mama yang Diana maksud, tapi Aunty."Putri mengurungkan langkah. Ia menunduk, menatap Diana yang mendongak, menatapnya. "Maksudnya kayak gimana?" tanyanya tidak mengerti."Diana kan princess, mau main sa
Read more
Suasana Hati
***Radit membawa Diana ke kamarnya. Anaknya itu sudah tertidur saat perjalanan pulang. Lelah habis berlarian di taman kota. Tadi, setelah makan di restoran, Diana meminta untuk jalan-jalan."Papa," ucap Diana sembari membuka mata saat tubuhnya mendarat di kasur. Radit tersenyum. Ia duduk di tepi kasur, mengusap pipi anaknya dengan lembut dan mengecup keningnya."Diana lanjut bobo. Masih malam.""Iya, Pa." Diana dengan patuh kembali memejamkan mata setelah menjawab."Anak pintar." Radit mengecup lagi kening Diana, setelahnya berdiri dan berjalan keluar kamar. Menuruni anak tangga sembari memikirkan bagaimana cara untuk menghadapi istrinya yang marah itu.Kriet!Pintu kamar Putri terbuka. Menunjukkan gadis berpakaian tidur motif hello kitty lengan panjang dengan rambut yang dicepol asal."Mas," sapanya ramah. Senyumnya merekah. Manis, Radit
Read more
Semakin dipercaya
***Suara piring beradu dengan sendok jelas menandakan kalau Radit dan yang lainnya, kecuali Putri, tengah melakukan rutinitas sarapan pagi. Menu kali ini adalah nasi goreng dan telur dadar. Seperti biasa, sesuai pesanan Dina."Yang, mas ada liat spanduk pendaftaran terpampang di depan gerbang sekolahan. Kamu mau Diana masuk sekolah mana?" tanya Radit membuka suara. Sudah 2 hari ia melihat spanduk bertuliskan 'Menerima siswa/siswi baru,' berarti anaknya sudah bisa mendaftar dan selalu saja lupa saat akan mendiskusikan dengan sang istri karena ada saja halangannya."Em ... Mas maunya di mana? Mau aku, sih, di sekolah yang paling bagus, tapi belum tau yang mana. Belum sempat cari tahu. Maaf ya, Mas. Sibuk sama butik."Radit mengangguk pelan. Mengerti. Ia menoleh, melihat Diana yang makan dengan lahap. Ada rasa bersalah di dalam hatinya. Kesibukannya dan sang istri sepertinya bisa menelantarkan anakn
Read more
Suasana hati 2
*** Dina beradu tos dengan asisten dan tiga karyawannya karena sebelum jam 12, proses mengiriman sudah selesai. Lelahnya dibayar dengan manis. "Oke, demi merayakan kejayaan ini, kalian bebas memesan menu makan siang untuk hari ini," ucap Dina sembari duduk di kursi kebesarannya. "Bu Dina mau traktir, kah?" tanya sang Asisten. "Iya. Kalian pesan saja. Ini bonus buat kerja keras kalian. Kedepannya harus tetap seperti ini supaya Butik kita jaya dan ada bonus-bonus lainnya dari saya." "Siap, Bu. Terima kasih atas kebaikannya. Kami permisi dulu." Sang Asisten mewakili pekerja lain mengucapkan terima kasih, setelahnya bersama-sama keluar ruangan kerja Dina. Meninggalkan sang Bos yang duduk bersandar di punggung kursi, mencoba rileks dari rasa lelah. Dret! Ponsel Dina bergetar di atas meja. Mata yang hampir terpejam itu kembali terbuka. Meraih ponsel dan s
Read more
Terpaksa berbohong
***"Yang, kok ngga siap-siap?" tanya Radit saat melihat istrinya masih rebahan sambil menatap ke arahnya yang sibuk mengancing kemeja di depan cermin."Libur dulu, Mas. Mau manjakan diri dulu ke salon. Mukaku rasanya udah tebal banget. Mau Facial dulu. Creambath rambut sama meni-pedi kuku." Dina beranjak duduk."Oh. Nanti sebelum ke salon, bisa tengok ibu dulu, kan? Bawain sarapan, ajak ngobrol dulu. Pas ibu mau tidur, baru kamu ke salon."Raut wajah Dina berubah. Murung. Namun, sebisa mungkin tersenyum dan mengangguk. "Bisa, Mas.""Makasih." Radit memberikan senyuman manis. Senyuman yang paling Dina sukai dan tidak mau sampai kehilangan. "Riri sama Reno hari ini pasti kuliah. Tolong bantu jaga ibu sebentar, ya. Mas ada meeting lagi masalahnya. Ya udah, kamu cuci muka, kita sarapan. Udah pesan?" tanya pria yang sudah rapi dengan setelan kantornya itu."Belum. Aku cuci muk
Read more
Membesuk
*** Putri menghentikan langkah di tangga pertama rumah sakit. Seketika dia teringat belum tahu nama nenek Diana yang mau dia besuk. "Diana tahu nama nenek?" tanyanya menunduk, melihat Diana. Gadis itu mendongak, membalas tatapan Putri. Kemudian menggeleng. Putri menghela napas. Ia mengambil ponsel dalam tas selempang dan menghubungi nomer Dina. Namun, tidak diangkat. Telepon kedua, ketiga, pun diabaikan. Gadis itu beralih menelepon Dira, tetapi responnya sama saja. Putri menghela napas. Tidak tahu harus berbuat apa. Rasanya sia-sia datang tetapi tidak menemukan orang yang dicari. Tidak mungkin juga bertanya, di mana kamar Neneknya Diana atau mamanya mas Radit pada suster, karena sudah pasti mereka tidak tahu. Tadi, setelah ia sampai rumah, Kakaknya, Dina langsung menyuruh nya dan Diana ke rumah sakit. Menemui neneknya Diana. Kakaknya itu berkata sembari berbisik kalau masalah ini jang
Read more
Menjemput
*** Putri tersenyum karena bisa lagi berangkat kerja. Hari ini dia berharap bisa kerja dengan baik mengganti hari kemarin. Tama kembali mengantarnya dan berpesan untuk kerja yang baik dan jangan tebar pesona. Gadis itu menghela napas. Kemudian berjalan menuju ruko yang masih tertutup. Langkah ke lima, Putri berhenti. Ponsel dalam tas selempangnya bergetar. Mengira Bos konter yang menelepon, mengabari untuk mengambil kunci atau apalah, ternyata salah perkiraan. Dina yang menelepon. "Hallo, Kak." Dengan terpaksa, Putri mengangkat telepon. "Kembali ke rumah sakit kemarin. Nenek Diana mau pulang. Antar sampai rumah. Pokoknya jangan sampai lecet. Nanti tunggu suruhan aku selanjutnya." Mata Putri membulat. "Kak, aku harus kerja. Kemarin aku sudah bolos bahkan berbohong, sekarang--" "Berbohong lagi, lah. Gampang. Pokoknya sekarang ke rumah sakit." "Kak--"
Read more
Kebohongan
***Ranti tersenyum tipis. Saat Putri pulang, Dina muncul sendirian. Wajah menantunya itu tidak seramah adik tirinya. Bukan menanyakan keadaannya, ibu Diana itu malah duduk di sofa kamar dan sibuk dengan ponselnya. Sama halnya seperti kemarin.Tiba-tiba Ranti terasa pipis. Dengan gerakan pelan, dia bangun dari posisi rebahan, berdiri dan berjalan ke kamar mandi yang ada di kamar. Namun, lemah tubuh membuatnya terhuyung dan jatuh terduduk setelah 5 langkah.Bruk!Dina menoleh sebentar. Kemudian kembali menatap ponselnya. Ranti, wanita tua itu berusaha untuk berdiri dan kembali melangkah ke kamar mandi.Di dalam kamar mandi, wanita tua itu menangis. Dina hanya sayang sama Radit, tidak dengan dia dan dua anaknya yang lain. Hatinya selalu tersakiti dan kecewa dengan sikap menantunya itu. Namun, tidak berani mengeluh pada anak tertuanya. Tidak mau di cap ibu yang bawel, banyak menuntut, banyak
Read more
Tak Sadar Diri
***"Assalamualaikum." Radit mengucap salam sembari masuk ke dalam rumah bersama Dina. Menghampiri Dira yang duduk santai bermain ponsel di sofa ruang tamu."Waalaikumsalam, Mas, Kak." Dira memberikan senyuman lebar."Mana Diana?" tanya Radit."Di kamarnya sama Putri.""Mas ke kamar Diana dulu ya, Yang." Radit meminta izin pada Dina. Wanita itu mengangguk pelan. Setelah suaminya pergi, dia bertanya pada Dira."Diana beneran di atas sama Putri, Dir?""Iya. Kenapa wajah elo tegang banget, Kak?" tanya Dira yang penasaran."Tegang? Tidak. Ini ekspresi lega. Syukurlah kalau Diana ketemu." Dina menjatuhkan diri di sisi Dira. Menghela napas lega berulang-ulang."Diana ketemu? Maksudnya gimana, Kak?" Dira menatap Dina. Gadis itu bahkan duduk bersila di sofa, menghadap Kakaknya supaya nyaman dalam mendengar cerita.
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status