All Chapters of Mencintai Kakak Ipar: Chapter 21 - Chapter 30
56 Chapters
Bagian 21 : Menjadi Pahlawan Dadakan
***Walupun tidak bisa menemani Diana ke pesta perpisahan, Radit menepati janji untuk mengantar anaknya ke sekolah."Maaf ya, Sayang. Semua di luar kuasa papa," ucap Radit sembari mengusap puncak kepala anaknya yang duduk di sisinya. Sedangkan, Putri duduk di kursi belakang."Padahal mau ada pertunjukan. Itu kenapa mama dan Papa harus ikut, tapi ngga papa, kan ada Aunty Putri." Diana menoleh ke belakang. Ia tersenyum dan Putri membalasnya. Walaupun dalam hati gadis itu menangis. Ia gagal interview."Makasih, Put," ucap Radit tulus sembari melihat gadis itu dari kaca kecil di depannya, bagian atas."Sama-sama, Mas." Kanaya membalas tatapan dan senyuman."Oya, apa kakakmu sudah kasih amplop?""Sudah, Mas. Makasih. Harusnya Mas ngga usah repot-repot. Saya dibolehkan tinggal saja sudah cukup."Radit tersenyum. Hati Putri begitu baik dan lembut
Read more
Bagian 22: Mulai tergantung
***Saat mata Putri hampir terlelap, pintu kamarnya terbuka, memperlihatkan Dira yang masuk tanpa sopan. Langsung membuka selimut dan menarik adik tirinya itu supaya duduk."Ada ap--""Sapu kamar gue dulu. Gantiin sarung bantal, sprei sama gordennya." Dira berucap layaknya majikan menyuruh pembantu. Tegas dan pasti tidak menerima penolakan.Putri melirik jam tangannya. Pukul 22:25. Gadis itu mengangguk. Walaupun mengantuk dan tubuhnya lelah setelah seharian menemani Diana menjalani pesta perpisahan, ia tidak bisa menolak, karena memang'lah pembantu sesuai perjanjian. Jadi, ia akan mengabdi dan siap ditugaskan kapanpun. Sedihnya, gaji pertama sebagai Babu sudahbia terima tadi pagi."Buruan!""Iya, Kak." Putri langsung beranjak keluar kamar."Put, cuci piring dulu," ucap Dira yang melihat Putri akan menginjak anak tangga pertama."Dia beresi
Read more
Mulai Tergantung 2
***Putri menyeka keringat. Melihat dengan senyuman manis jemuran pakaian, sprai dan sarung bantal yang tergantung semua. Selesai juga berurusan dengan kain kotor. Ia pun masuk rumah, berniat ke kamar."Put, ambilin make up gue di atas meja. Gue lupa masukin tas," ucap Dira. Gadis itu berada di anak tangga terakhir paling bawah. Enggan naik lagi, membuatnya lebih baik menyuruh orang yang memang harus disuruh-suruh."Baik, Kak." Putri yang sudah sempat membuka pintu kamarnya, menutup lagi. Kemudian berjalan mendekati tangga, menaiki satu persatu untuk masuk ke kamar Kakaknya."Aunty," panggil Diana di depan pintu. Gadis itu baru bangun tidur. Masih acak-acakan."Ya?""Temani mandi, yuk."Putri tersenyum. "Bentar, ya. Aunty ambilin dulu make up aunty Dira.""Ya udah. Aku tunggu di kamar, ya."Putri mengangguk. Ia segera masu
Read more
Masalah
***Seminggu berlalu dengan cepat. Putri mulai nyaman dengan suruhan yang tidak pernah berhenti dari Dina dan Dira. Dua kakaknya itu tidak segan-segan menyuruh walaupun ada Radit dan pria itu tidak banyak komentar karena malas ribut dengan istrinya.Dina semakin sibuk. Butiknya semakin berjaya. Radit juga tidak kalah sibuk. Ia sedang membuat cabang perusahaan di kota-kota lain. Dira, gadis itu sibuk mengerjai Putri. Menyuruhnya apapun. Merasa diri adalah nyonya besar di rumah ini. Sedangkan, Diana selalu bersama Putri. Karena belum sekolah, Dina dan Radit menyerahkan tanggung jawab pengurusan anaknya pada Putri, membuat gadis itu tidak bisa mengajukan surat lamaran kerja di manapun.Minggu pagi yang cerah, Putri yang sudah selesai dengan tugas beberes, langsung menuju dapur. Ia membuat mie instan dengan campuran telur dan segera makan saat masih panas di teras belakang. Ya, saat yang lain makan di meja makan, ia memilih ma
Read more
Flashback
***Amalia memeluk baju Putri. Wanita paruh baya itu berada di kamar anak tirinya, duduk di tepi kasur. Ia rindu. Kebersamaan membuat mereka dekat. Bertukar kasih sayang membuat mereka berdua mempunyai ikatan batin. Hari ini jantungnya terus berdebar, perasaannya tidak enak dan ia merasa gelisah. Pikirannya hanya tertuju pada Putri, sedang apa gadis itu? Bagaimana keadaannya? Mungkinkah firasat ini untuknya?Amalia mengambil ponsel. Ia berniat menelepon Putri. Kangen bisa ia obati dengan mendengar suara, saling tanya kabar dan sedikit bertukar cerita. Namun, sampai panggilan ketiga, anaknya itu tidak merespon."Kamu lagi apa, Nak? Semoga ngga terjadi hal buruk sama kamu," ucap Amalia lirih. Wanita itu menghela napas. Kemudian berbaring di tempat tidur Putri, memeluk guling kesayangan anaknya.Putri, nama yang Amalia pilih untuk bayi perempuan baru lahir yang tergeletak di lantai depan pintu rumahnya. Bersa
Read more
Berakting
***"Assalamualaikum," ucap Dina di depan pintu rumah mertuanya."Waalaikumsalam. Loh, Mbak Dina, tumben," ucap Riri, adik perempuan Radit."Iya. Mas Raditnya ada?""Jelas ada. Ini kan hari dia biasa jenguk ibu. Mbak datang buat?" tanya gadis berkaca mata itu dengan alis yang terangkat. Wajah datarnya membuat Dina gelagapan. Tujuannya mengejar suami dan anaknya, ingin meluruskan hubungan yang sedikit bengkok, tetapi alasan seperti itu entah mendapat reaksi apa dari adik iparnya yang menyebalkan ini."Kok malah melamun? Kalau Mbak datang buat panggil  suami dan anak Mbak, nanti aku panggilan, mbak cukup tunggu aja di sini, tapi kalau niat ke sini mau tenggok ibu, silahkan masuk.""Em ... itu ... anu ...." Dina melirik jam tangannya. Kurang 10 menit lagi adalah waktunya mereka packing barang kemudian melakukan pengiriman dan ia harus ada sebagai pengawas supaya karyawan
Read more
Memendam kekesalan
***Putri membuka mata saat ponselnya terus saja bergetar. Setelah dilihat, nama pemanggil adalah Mita. Gadis itu langsung mengeser icon hijau dan menaruh ponsel di atas telinga kanan."Halo, Mit. Assalamualaikum." Gadis itu menyapa dengan ramah. Namun, ia memeluk guling erat, tetiba perasaannya melow, air matanya perlahan menetes. Mita, andai sahabatnya itu di sini, ia pasti akan memeluk dan menceritakan semua kejadian yang terjadi pagi ini."Halo, Put. Waalaikumsalam. Kamu lagi apa?""Baru bangun tidur." Putri mengigit bibir bawahnya. Selain tepi bibirnya yang luka terasa sakit untuk berbicara, suaranya juga bergetar, pasti sahabatnya itu tahu kondisinya. Benar saja, Mita yang peka langsung mengatakan,"Aku yang ke situ atau kamu yang ke sini?""Aku yang ke situ." Putri menjawab cepat. Ia menyeka air matanya. Menarik napas dalam dan mengembuskan perlahan. "Aku butuh pund
Read more
Ide Berhasil
***Tama dan Putri sampai di pasar yang ramai dengan penjual dan para pembeli. Mereka berdua langsung diberi suguhan pemandangan tawar menawar, desak-desakan bahkan ada yang sempat bergosip di tempat itu."Hayuk. Elo mau beli jeruk berapa kilo?" tanya Tama setelah membuka helm."Sekilo aja."Oh, ya udah, ayo," ajak Tama dengan senyuman manis. Namun, detik kelima alis pria itu bertaut, menatap Putri dengan tatapan bingung. "Kenapa? Malu jalan sama gue? Tenang, tingkah gue alim kok kalau banyak orang," ucap Tama sembari menyengir.Putri tersenyum. Senang saat ia mempunyai orang yang baik dengannya lagi. Yang membuatnya enggan melangkah bukan karena malu, toh wajah Tama itu tampan, mungkin harusnya kata itu ia yang mengatakan pada dia. Tidak malukah pria setampan itu jalan sama gadis kampung yang jelek sepertinya?"Nama elo Putri, kan? Gue Tama." Pria itu mengulurkan tangan.
Read more
Suasana hati
***Putri melambai, mengantar kepergian Tama. Pahlawan kesiangan itu harus pergi karena ada hal penting. Panggilan orang tuanya.Tadi, setelah membuatkan Dira jus jeruk hasil mengelabui, Putri pun keluar rumah tanpa larangan. Gadis itu segera menghampiri Tama di depan Gang. Pria itu masih menunggunya bahkan, kini sedang santai ngobrol sama pak Satpam muda.Sesuai janji, Putri memberikan nomer ponselnya. Tama senang. Saat ia tahu adik Dira itu mau bepergian, adegan pemaksaan kembali. Senang bila gadis itu menjadikannya ojek, mengantar ke manapun tujuannya, walaupun hanya senyuman manis sebagai bayaran. Kemauan yang terkesan modus. Namun, Putri mengiyakan demi balas budi.Sempat Tama ingin ikut masuk ke kosan Mita, menyambut baik ajakan Putri, bisa juga memanfaatkan waktu buat saling mengenal, siapa tahu jodoh, tetapi panggilan Ibunya lewat telepon meninggalkan kebahagiaan hari ini. Ia harus pulang.
Read more
Lagi-lagi Ide Buruk
***Dina dan Dira berada di cafe bersama Rere, Indah dan Melan, teman-teman kuliah Dira. Tempat ini sangat ramai. Sambil bercerita, mereka makan dan semua pesanan Dina yang membayar."Makasih, Mbak. Jadi repot harus bayarin kita makan," ucap Melan."Santai, tapi bolehlah dibalas dengan kalian atau keluarga kalau mau berbelanja pakaian, lari ke butik mbak. Dijamin barang dengan kwalitas bagus dan model masa kini." Sambil menyelam minum air. Dina meneraktir sembari mencari pelanggan baru di butiknya."Siap, Kak." Indah mengacungkan jempolnya, membuat Dina tersenyum ramah. Dilihat dari cara berdandang teman-teman adiknya, terlihat kalau mereka dari kalangan atas. Berharap pertemuan, mengeluarkan kocek lumayan akan berbayar manis."Kak, elo ngga makan di rumah mertua? Lahap baget," ucap Dira. Ia heran melihat cara makan Kakaknya seperti orang kelaparan."Makan, tapi dikit, itu
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status