Semua Bab Suami Warisan: Bab 161 - Bab 170
177 Bab
160 - Bermain dengan Dosa
SUAMI WARISAN160 – Bermain dengan Dosa -Beberapa bulan kemudian- Seringkali ketika mencinta, kita lupa akan logika.Begitu pun dengan Rengganis.Pernikahannya dengan Mahesa perlahan namun pasti menukik tajam walaupun ada jabang bayi di kandungannya. Dia tak lagi antusias setiap kali Mahesa mengajaknya untuk bermesraan.Rengganis mendambakan Narendra, walau setiap malam dia tidur satu ranjang dengan suaminya sendiri. Suami yang dinikahinya secara sah di depan keluarga dan temannya.Dan dia mempunyai keyakinan bahwa bayi dalam kandungannya adalah bayi Narendra.“Aku keji, bukan?” tanyanya suatu kali pada Sarah yang duduk di hadapannya di salah satu restoran Italia di Jakarta.Restoran Madre pilihan Sarah yang sedang hamil besar dan mengidam makan Lemon Chicken Piccata dari Chef ganteng asli Italia itu. Sarah menyedot minumannya dengan suara keras, perempuan itu kembali ke Jaka
Baca selengkapnya
161 - Musuh dalam Selimut
SUAMI WARISAN161 – Musuh dalam Selimut Mahesa mengorek telinganya yang mendadak terasa gatal.Ugh, seperti ada yang berdenging di dalam rongga telinganya. Sekali lagi dia mengecek jam tangannya, mereka terlambat sepuluh menit.Namun Mahesa tidak marah karena Jeno sudah mengiriminya pesan bahwa mereka terjebak kemacetan.Mahesa kembali memusatkan perhatiannya pada tablet di atas meja. Lagi-lagi email dari perempuan Jepang itu kembali mengusik hari juga hatinya. Mahesa memandangi email yang belum dia baca.Setelah kepulangannya dari Jepang, Ayumi dan dirinya jadi makin sering berkirim pesan. Bukan hanya berdiskusi mengenai pekerjaan, namun hal yang lainnya. Bahkan, mereka saling memfollow akun media sosial masing-masing.Mahesa berpikir bahwa hubungannya dengan Ayumi masih dalam batas normal. Walaupun mereka sering bercakap lewat aplikasi perpesanan, topik pembicaraan mereka tidak sampai kelewat batas. Mereka tidak
Baca selengkapnya
162 - Tak Terjangkau
SUAMI WARISAN162 – Tak Terjangkau “Aku udah nitipin kamu ke Narendra, kalau ada apa-apa, kamu minta tolong dia aja ….”Rengganis yang sedang mengoles mentega di atas selembar roti tawar menoleh pada Mahesa. Tengah malam begini, dia mengidam makan roti bakar sementara suaminya itu baru pulang kantor.Dasi yang melilit di lehernya seharian ini terlempar ke udara, melayang sejenak kemudian jatuh di atas lengan sofa. Mahesa menghempaskan dirinya di atas sofa dan mengembuskan napas. Tangannya meraih remote TV, mengganti channel sesuka hati.“Kenapa?” tanya Rengganis, dia menaruh roti yang setengah jadi di atas piring. Suaranya terdengar waspada, namun Mahesa sama sekali tidak sadar dengan perubahan mood istrinya.“Besok ngedadak aku harus pergi ke Kyoto. Ibu sama Ayah lagi ke Makassar, kondangan anak kawan lama Ayah dulu waktu di Birmingham.” Mahesa memijit-mijit pangkal hidungnya &l
Baca selengkapnya
163 - Calon Orang Tua
SUAMI WARISAN163 – Calon Orang Tua Rengganis tidak tahan lagi.Dia sudah bosan menunggu, muak didera rasa takut dan perasaan bersalah. Rindunya pun sudah tak tertahankan.Jadi begitu Mahesa terbang ke Kyoto, keesokan harinya Rengganis langsung pergi ke kantor agensi, kebetulan di pintu masuk dia berpapasan dengan Jeno, manajer talent yang mengurus Narendra.“Ha …. Halo Bos. Eh, Nyonya Bos.” sapanya dengan mata membelalak melihat kehadiran Rengganis yang tak terduga. Apalagi semua orang tau kalau sang Bos Besar tidak ada di kantor sekarang.Rengganis tersenyum menyapa Jeno dan bertanya, “Hai, apa kabar, Jeno? Narendra ada?”Bahkan Rengganis tidak malu-malu bertanya keberadaan lelaki yang bukan suaminya – setidaknya semua orang tidak tau hubungan mereka berdua jauh sebelum pertemuannya dengan Mahesa.“Oh, ada di lounge, lagi interview.”“Interview?
Baca selengkapnya
164 - Pengkhianatan
SUAMI WARISAN 164 – Pengkhianatan   Hal yang paling menyedihkan dari pengkhianatan adalah, pengkhianatan tidak pernah datang dari musuhmu. Pengkhianatan selalu datang dari orang terdekatmu; orang yang kamu percaya, yang kamu pikir setia. Matahari masih bersinar malu-malu ketika Mahesa melangkah keluar dari bandara, dia celingukan sebentar, mencari penampakan mobilnya yang dikendarai supir. Sebuah Mercy mengkilap berhenti tak jauh darinya. Seorang lelaki bergegas keluar menghampirinya, “Selamat pagi, Pak.” sapa sang supir pada majikannya. “Hai, pagi. Tolong masukin ke bagasi, ya.” Mahesa mengerling pada trolinya. Supir mengangguk, dia tergopoh-gopoh membukakan pintu untuk Mahesa kemudian mengangkat barang bawaan dari troli. Mahesa masuk ke dalam mobil, sedikit bergidik oleh perbedaan udara dan dinginnya AC. Dia merapatkan jaketnya kemudian bersin sekali. Ah, sepertinya dia kena flu. Semoga saja ada obat di r
Baca selengkapnya
165 - Celaka
SUAMI WARISAN 165 – Celaka   Desiran yang sedari tadi tak mau minggat dari hatinya semakin menggedor jantungnya ketika Mahesa berdiri di luar apartemennya. Suara-suara mencurigakan sayup-sayup melayang menuju telinganya. Dia memasukkan kode masuk rumahnya kemudian membuka pintu. Suara-suara itu semakin lama semakin terdengar jelas. Langkahnya terhenti sejenak, dibukanya telinga lebar-lebar, berusaha menerka apa yang sedang terjadi dalam apartemennya. Ada apa? Dia mendengar suara Rengganis, istrinya itu kedengaran seperti sedang merintih. Kenyataan itu langsung menghantamnya. Apa perasaannya memberi tanda bahwa terjadi sesuatu pada Rengganis? Apa jangan-jangan ada rampok?! Apa yang terjadi dengan istrinya?! Mahesa bergegas masuk ke dalam ruangan. Namun astaga …. Apa yang dilihatnya benar-benar membuatnya terpaku. Punggung Rengganis meneteskan keringat di pelukan kedua lengan k
Baca selengkapnya
166 - Titik Koma
SUAMI WARISAN 166 – Titik Koma   Karma seperti boomerang, dia akan terbang jauh, kemudian menghantammu dengan keras. Sangat keras hingga dirimu tersungkur tak berdaya. Itulah yang dirasakan Narendra sekarang. Bukan hanya karma dan pukulan dari Mahesa, bogem mentah pun kembali melayang padanya dari Papa Rengganis. “Kamu apakan anak dan cucuku?!” serunya berang, matanya merah memandang Narendra yang wajahnya lebam-lebam. Napasnya tersengal-sengal sementara Maya dan Mama menahan tubuh Papa agar tidak merangsek memukuli Narendra yang sudah babak belur. Namun, tak sekalipun Narendra melawan. Badannya yang lebih atletis sudah pasti punya kekuatan lebih daripada lelaki paruh baya itu. Tetapi Narendra menerima semua pukulan, caci-maki dan sumpah serapah dari keluarga Rengganis dan Mahesa. Mama dan Maya menarik Papa untuk menjauhi Narendra dan duduk di salah satu kursi panjang yang ada di ruang tunggu operas
Baca selengkapnya
167 - Di Antara Dua Pilihan
SUAMI WARISAN 167 – Di Antara Dua Pilihan   Walaupun sudah diusir, Narendra tidak menyerah begitu saja. Dia masih tetap bertahan di Rumah Sakit namun menjauhi Mahesa dan keluarganya. Lelaki malang itu menunggu di bagian lain RS. Tak berniat meninggalkan RS sepenuhnya. Narendra mondar-mandir, datang dan menghilang melewati ruang ICU. Setiap kali dia lewat, matanya melirik ke arah ruang dimana Rengganis terbaring koma bersama bayi dalam kandungannya. Setiap hari keluarga Rengganis atau keluarganya Mahesa bergantian berjaga di ruang tunggu. Mahesa datang setiap pagi sebelum berangkat kerja dan setelah pulang kantor. Setiap kali mereka berpapasan, Mahesa selalu melengos. Ada dendam dalam sorot matanya. Narendra tak berkutik. Lelaki itu seperti gelandangan, berkeliaran di RS tanpa tujuan. Suatu hari Jeno mendatanginya, manajernya itu terlihat cemas melihat penampilan Narendra yang berantakan. Lelaki yang wajahny
Baca selengkapnya
168 - Satu Menit Saja
SUAMI WARISAN 168 – Satu Menit Saja   Sepeninggal Papa, Narendra menunggu dengan jantung berdebar sampai waktu bezuk tiba. Dia duduk di kursi panjang, terpisah dari orang-orang yang juga menunggui anggota keluarga mereka yang dirawat di ICU. Lelaki itu tertunduk memandang kedua tangannya di atas lutut. Matanya terpejam sementara bibirnya komat-komit. Pak Wawan yang penasaran dengan sosok lelaki yang terasa familiar itu tidak bisa lepas memandangi Narendra. Lelaki paruh baya yang mendengar cerita mengenai keributan tempo hari yang melibatkan keluarga Rengganis dan Narendra, tidak habis pikir kenapa lelaki yang bukan suami wanita yang terbaring koma di ICU itu bertahan terus di RS sementara lelaki yang katanya suaminya malah datang dan pergi dengan penampilan perlente. Seakan tenang-tenang saja dengan keadaan istrinya yang sedang koma. “Sepertinya cerita mereka lebih daripada perselingkuhan biasa…” gumam Pak Wawan tanpa sada
Baca selengkapnya
169 - Kelahiran
SUAMI WARISAN 169 – Kelahiran   -Beberapa Bulan Kemudian-   “Pa, uangnya masih ada untuk biaya lahiran Rengganis?” tanya Mama dengan suara khawatir. Papa yang baru saja masuk ke kamar dengan handuk terlilit di pinggangnya mengangguk, “Masih banyak. Cukup untuk biaya Rengganis lahiran dan biaya hidup mereka.” Terdengar helaan napas lega dari Mama yang duduk di atas ranjang. Di sekitarnya tersebar tagihan rumah sakit, laptop dan kalkulator. Mama sedang sibuk menghitung biaya rumah sakit Rengganis dan biaya hidup mereka. “Untung saja si Narendra ini ngasih uang ya, Pa. Kalau enggak, aduh… Mama enggak tau apa jadinya nasib Rengganis sama bayinya.” Mama membetulkan letak kacamatanya kemudian menyipit memandang layar monitor laptop “ini gimana sih bikin rumusnya?” Papa membuka pintu lemari untuk mengambil baju. Pikirannya melayang kembali pada peristiwa sepeninggal Narendra. Kondisi Rengganis
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status