All Chapters of Pendekar Pedang Suci: Chapter 31 - Chapter 40
231 Chapters
Bab 31_ Jadi, Siapa yang Bodoh?
"Katakan, mengapa para penjaga yang menghajarmu selalu tewas mengenaskan?" Chen Long mencengkeram rahang Xiu Zhangjian. Jika orang melihatnya, pasti berpikir lelaki itu sudah hilang akal karena bertanya pada 'mayat hidup' yang membuka mata saja tidak mampu."Jangan diam saja! Cepat jawab!" Chen Long memelotot hingga matanya nyaris melompat keluar dari soketnya. Namun hasilnya hanya hening.Berikutnya lenguh rendah lekas terdengar saat Chen Long melepaskan sebuah tendangan.Kepala penjaga itu jelas kesal. Pertanyaan terus muncul di benaknya tanpa tahu kepada siapa mesti diajukan. Sedangkan keadaan mendesaknya untuk lekas menjawab.Tiga penjaga sudah mati. Mereka memukul Xiu Zhangjian sebelum tewas di malam hari. Masalahnya, hanya orang bodoh yg akan berpikir budak lemah itu pembunuhnya. Namun, jika itu hanya kebetulan semata, mungkinkah kebetulan semudah itu terulang? Beruntun?Bukankah tidak ada yang kebetulan di dunia ini? Seseorang bahkan harus berusaha keras untuk memaksa langit
Read more
Bab 32_ Loket Registrasi Kematian
Seorang lelaki duduk tenang di sebuah kursi. Namun, sesungguhnya dalam hati lelaki itu tidak ada kata 'tenang' sama sekali. Mata tajamnya menempel lekat-lekat pada lelaki yang berlutut dengan kedua tangan diborgol ke belakang. Jika pria dengan baju keemasan dipenuhi keresahan, tidak demikian dengan lelaki menyedihkan yang berlutut itu. "Jika kau masih ingin hidup, jangan mempersulit dirimu sendiri." "Meski kau menanyakannya hingga 100 kali, jawabanku tetap sama. Aku sendiri yang menghabisi dua penyusup itu dan mengantarkan mayatnya padamu. Tidak ada kejujuran lain yang perlu kukatakan. Aku sudah mengatakannya sejak dulu." !? Bunyi bising dari dalam ruangan membuat para prajurit yang berjaga di sekitarnya berjingkat. Mereka saling menatap satu sama lain, berharap akan mendapat jawaban tentang apa yang terjadi. Namun jelas itu sia-sia. Mengapa tidak mengintip saja? Sayangnya para prajurit itu masih ingin hidup. "Bahkan jika kau memecahkan semua keramik di ruangan ini, jawabanku
Read more
Bab 33_ Penjaga Loket Kematian
Seorang gadis bermanik biru berlari kecil mengejar seorang gadis lainnya. "Tabib Jia, bagaimana kondisinya?" tanyanya memikul resah sebesar gunung. Wajah gadis berbaju putih tampak tenang meski orang yang mengejarnya terdengar begitu khawatir. Tanpa menatap lawan bicaranya, gadis itu menjawab, "Dia baik-baik saja. Tidak ada yang perlu dicemaskan. Hanya luka memar, kompres saja beres." "Apa?!" Gadis bermata biru jelas tidak bisa menahan keningnya untuk tidak mengernyit. Dia menoleh ke belakang untuk melihat lelaki yang tampak lemah di atas tempat tidur. "Tabib Jia, apa kau tidak melihat keadaan calon suamiku?" imbuhnya. Pelipis gadis yang dipanggil Tabib Jia berkedut. Ia menghentikan tangannya yang sedang menumbuk obat demi menatap wajah perempuan yang sangat mengganggu itu. Apa tinggal di penjara membuatnya tidak waras? Tabib Jia mengangkat sebelah alisnya. "Tabib Jia, periksalah calon suamiku dengan benar! Dia sudah menunggu giliran untuk diperiksa dan kau malah memberikan diagnos
Read more
Bab 34_ Pilihan Manusiawi
Di sebuah ruangan yang gelap, sinar yang masuk melalui sela-sela dinding kayu menjadi satu-satunya penerang usai nyala lilin dipadamkan. Tidak ada suara apa pun yang terdengar sebab seseorang yang ada di dalamnya tengah terlelap nyenyak di bawah pelukan selimut.Namun, jika diperhatikan dengan teliti, tampak sepasang mata sedang menatap lekat orang yang tertidur itu. Dia mengenakan penutup wajah yang hanya menyisakan manik cokelat tua.Dengan perlahan sosok misterius tersebut mengendap, mendekat pada perempuan yang berbaring di atas tempat tidur. Tampak sosok itu diam sesaat memandang wajah si perempuan.Selanjutnya, dengan tangkas tangan yang kekar membekap mulut si perempuan. Sudah barang tentu perempuan itu langsung membuang kantuknya tanpa sisa. Dia membuka mata lebar-lebar sambil berusaha untuk meneriakkan entah. Yang jelas, yang terdengar terdengar hanya ..."Mmm ... mmm ...!" Itu pun hanya cukup untuk terdengar oleh telinganya sendiri."Tabib Jia, jangan takut, aku tidak berni
Read more
Bab 35_ Hadiah dari Budak Bodoh
"Syukurlah. Terima kasih banyak atas kemurahan hati Tabib Jia. Sebagai ucapan terima kasih, terimalah ini." Xiu Zhangjian mengulurkan sesuatu yang berbentuk bulat kecil berwarna cokelat tua, mungkin semacam obat.Pelipis Tabib Jia berkedut. "A-apa ini Tuan?""Ini adalah obat mujarab peninggalan leluhurku. Kakek hanya memberikan dua butir padaku. Satu butir telah kuminum saat aku masih kanak-kanak. Satu lainnya masih aku simpan hingga sekarang."Tabib Jia meringis, menunjukkan barisan giginya yang putih dan bersih. Sejujurnya dia tidak tahu obat apa yang diberikan budak itu padanya. Selama menjadi seorang tabib, dia belum pernah melihat obat seperti itu."Berarti obat itu sangat berharga untuk Tuan. Jadi, simpan saja untuk Tuan minum di kemudian hari. Tidak perlu sungkan. Aku hanya melakukan apa yang seharusnya aku lakukan.""Obat berharga tidak ada gunanya jika nyawa sudah tidak berada di tempatnya. Karena Anda sudah menyelamatkan nyawaku, aku mohon terimalah." Xiu Zhangjian membungku
Read more
Bab 36_ Permintaan Chen Yufei
Asap dari lilin yang dipadamkan bahkan belum hilang benar ketika api pada sumbunya kembali muncul. Kentara sekali jika orang yang menyalakannya sedang diserang kecemasan, atau bahkan ... ketakutan! Meski lelaki yang menyusup ke kamarnya telah pergi, Tabib Jia tidak bisa tidur lagi. Padahal, hari masih terlalu gelap untuk bangun. Bagaimana mungkin dia bisa memejamkan mata jika tak lama lagi matanya mungkin tidak akan bisa dibuka selamanya? "Tidak, tidak bisa seperti ini! Aku tidak mau dibodohi budak bodoh itu!" Entah mengapa perempuan itu masih merasa berhak menyebut Xiu Zhangjian sebagai budak bodoh ketika dirinya jelas-jelas telah terjebak dalam situasi sesulit ini karena kebodohannya sendiri. Tabib Jia pun turun dari atas tempat tidur. Dia bergegas keluar, berjalan cepat menuju ruang penyimpanan obat. Walaupun masih sangat lama bagi matahari untuk terbit, dia tidak bisa diam saja pasrah menunggu kematian. Tabib Jia masih berpikir untuk mengatakan yang sebenarnya pada Chen Long t
Read more
Bab 37_ Harapan Kepala Penjaga
Mata para pasien di balai pengobatan penjara Quzhou tampak bergerak ke kanan dan ke kiri, mengikuti langkah kaki seorang perempuan yang tampak mondar-mandir. Mereka lantas saling menatap satu sama lain, berharap tahu apa yang membuat sang tabib begitu gelisah.Namun tentu saja para pasien tidak memiliki keberanian untuk bertanya. Mereka membiarkan rasa ingin tahu menyangkut di tenggorokan, lalu terpaksa menelannya kembali."Tabib Jia, apa terjadi sesuatu? Anda terlihat khawatir," tanya seorang perawat mewakili batin para pasien."Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya merasa ... kurang sehat." Tabib Jia menyunggingkan senyum paksa."Kalau begitu, sebaiknya Anda beristirahat saja. Wajah Anda tampak pucat.""Tidak usah hiraukan aku! Kembalilah bekerja. Aku tahu apa yang harus aku lakukan."Tidak hanya si perawat, para pasien yang sejak tadi mengamati Tabib Jia pun sampai berjingkat mendengar nada bicaranya yang begitu kasar. Memang selama ini tabib itu tidak begitu ramah. Namun, dia lebih cend
Read more
Bab 38_ Gulungan Kertas
"Mohon maaf Tuan Chen, sebenarnya hari ini Tabib Jia sedang kurang sehat."Kening Tabib Jia berkerut mendengar anak buahnya dengan lancang menjawab tanpa diminta. "Kau, lancang sekali! Apa kau kira sedang berbicara dengan pasien?! Kembali ke tempatmu!"Perawat itu hanya bisa menelan ludah sebelum pergi dengan dada sesak. Hari ini Tabib Jia sudah membentaknya tiga kali. Beberapa detik lalu, wajah pucat Tabib Jia terlihat sangat kesulitan. Perawat itu mengira dengan membantu sang atasan menjawab pertanyaan kepala penjaga akan membuatnya senang. Namun ternyata ... jauh panggang dari api.Sepertinya Tabib Jia sudah lupa cara berterima kasih.Menariknya, tidak hanya dahi Tabib Jia saja yang mengernyit, tetapi dahi Chen Long pun demikian. Tidak, tidak, dia sama sekali tidak keberatan dengan tindakan sang perawat. Chen Long justru menatap lekat Tabib Jia yang tampak sangat berbeda.Ada apa ini? Mengapa Tabib Jia tidak tenang seperti biasanya. Dia terlihat cemas. Tidak, Tabib Jia ketakutan.
Read more
Bab 39_ Dongeng Tabib Jia
Silir angin di senja hari membuat dedaunan di pohon rindang itu tak berhenti menari. Suara daun bergesekan mesra menjadi melodi menenangkan pemudar letih usai menunaikan rutinitas monoton seharian. Belum lagi jika menghirup aroma khas pohon yang berbeda dari wewangian lainnya. Namun, tampaknya semua itu tidak berefek apa pun pada perempuan yang sedang mondar-mandir di bawahnya.Wajah perempuan di bawah pohon gaharu itu begitu rumit. Kedua alisnya bahkan bersikukuh tak mau dipisahkan. Sejak tadi mulutnya pun komat-kamit seperti merapal mantra."Jia Li.""Yang Zhi! Apa yang membuatmu begitu lama? Aku hampir mati menunggumu datang. Bukankah di kertas itu aku memintamu datang sore hari? Mengapa baru datang setelah matahari tenggelam?"Yang Zhi bergeming. Setumpuk tanya yang memenuhi kepalanya terkait maksud Tabib Jia memberikan pesan tadi pagi hanya berakhir dengan kepeningan saja. Memangnya apa yang bisa diucapkan laki-laki jika perempuan sudah memborong segala kata?"Yang Zhi! Mengapa k
Read more
Bab 40_ Menitipkan Nyawa
Yang Zhi terdiam. Kepalanya berpikir keras. Apa yang dikatakan Tabib Jia menjadi semakin masuk akal. Semua penjaga membicarakan Xiu Zhangjian yang sekarat diseret ke ruangan Chen Long, lalu diselamatkan Chen Yufei dan dibawa ke balai pengobatan tahanan.Yang Zhi masih sangat ingat dirinya membentak rekannya sendiri yang mengatakan Nona Chen mulai tertular kebodohan budak lemah itu."Yang Zhi, ketika Nona Chen membawanya ke balai pengobatan, dia baik-baik saja. Aku bersumpah tidak melakukan kesalahan saat memeriksanya. Buktinya, di malam hari dia bisa mengancamku dengan racun itu."Yang Zhi memegang lengan Tabib Jia. "Kau pasti sudah mengalami waktu-waktu yang sulit. Sekarang katakan, bagaimana kondisimu? Apa racun itu ...."Tabib Jia menggeleng. "Dia sudah memberikan penawarnya karena aku telah memberikan laporan palsu pada kepala penjaga.""Syukurlah kalau begitu. Aku tidak akan mengampuni diriku sendiri jika kau sampai terbunuh oleh budak itu.""Yang Zhi, aku mohon, katakan semua in
Read more
PREV
123456
...
24
DMCA.com Protection Status