All Chapters of UNPLACED: Chapter 11 - Chapter 15
15 Chapters
Wardrobe Malfunction
“Berapa lama kita nggak ketemu, ya? Tujuh tahun?”Vika memandangi dua gelas minuman hampir penuh dan titik-titik air memenuhi luarnya. Tidak seorangpun dari mereka menyentuh cocktail yang dipesan oleh wanita yang di hadapannya itu. Divya Pratistha. Rambutnya panjangnya hitam mengkilap, matanya punya kedalaman dengan warna pupil yang menyejukkan, dan rahang itu memiliki tulang pipi yang tegas. Dagunya serupa huruf V dengan ujung yang tidak terlalu runcing.“Kerja apa kamu, Vik?”Bagi orang lain, kalimat itu mungkin terdengar biasa-biasa saja. Tapi, tidak demikian halnya dengan Vika. Pertanyaan itu menyadarkan akan kondisinya yang sama sekali jauh dari kata sukses seperti si penanya.“Selain makeup artist, maksudnya.”Vika mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Dia ingin membalasnya dengan pernyataan yang pintar dan dapat menusuk hati kakaknya itu., Tapi, bibirnya kelu. Dia tidak mampu berkata apa-ap
Read more
Prom Proposal
Sejak kejadian seragam olahraga hijau stabilo, Vika berubah 180 derajat. Dia menjadi lebih pendiam. Memang, selama ini gadis itu bukanlah pribadi yang senang berbicara karena peran itu adalah milik kakaknya, Divya. Akan tetapi, Vika menjadi lebih pendiam daripada itu. Dia tidak mau berbicara jika tidak ditanya ataupun sesuatu yang penting untuk diutarakan. Seolah-olah dia menarik diri ke jurang kenyamanannya sendiri.“Sarapan, Vik,” ajak Mama.Vika yang sedang mencangklongkan tas punggungnya mendekati meja makan. Tanpa berkata apa-apa, dia hanya mengambil roti lapis dan mengucapkan kata pamit, “Ada tes pagi-pagi,” alasannya.Seraya berjalan menuju pintu rumah mereka, samar-samar dia mendengar pembicaraan antara Mama dan Papa.“Vika makin kurus ya, Ma.”“Bagus, dong. Dietnya berhasil.”“Tapi, Papa nggak pernah lihat Vika makan. Yakin, dietnya benar?”“Masih ada 10 kilo l
Read more
After the Prom
Vika memerhatikan pantulan wajahnya di cermin. Mengenakan gaun berwarna merah jambu yang melebar di bagian bawah, dia merasa seperti seorang putri. Senyum Mama di latar belakang menjadikan hatinya melompat-lompat gembira. “Jam berapa kamu dijemput?” Tarikan mulut dari sisi kiri dan kanannya melebar. Penjemput yang dimaksud oleh ibunya adalah Richo. Tentu saja dia mengiyakan ajakan laki-laki itu tempo hari. Kesempatan seorang junior diajak ke prom oleh kakak kelas adalah satu berbanding seribu. Tambahkan itu dengan kenyataan bahwa Vika bukanlah perempuan kurus tinggi dan langsing sesuai standar kecantikan yang disepakati oleh masyarakat. Jadi, tidak heran kalau Vika seolah-olah mendapatkan durian runtuh. “Masih ada 15 menit lagi,” ujar Mama setelah melihat kode tujuh jari yang diacungkan olehnya. “Mau ngemil dulu?” tawar Mama. Vika menggeleng kuat-kuat dengan cepat. Dia tidak mau asupannya memengaruhi penampilannya Sabtu malam itu. Vika bertambah senan
Read more
Too Awful for School
Dalam kebingungan itu, salah seorang siswa sekolah yang Vika lupa namanya, berhenti dan mencibirnya, “Artis mading!”Majalah dinding! Berbekal informasi itu, tahulah Vika kalau dia harus ke dinding tempat sekolah mereka biasanya menempelkan berbagai pengumuman. Tepat di tengah-tengah, imaji gaun berwarna merah jambu dengan bagian rok yang super lebar, begitu familiar di benaknya. Tentu saja, pemakai gaun itu adalah dia. Berjongkok di depan aula sambil menutup mata dengan tangannya. Apa yang tersaji dalam foto itu adalah kejadian tadi malam pada saat pesta dansa prom.Siapa yang memotretnya diam-diam kemudian menempelkan foto itu di sana? Berbalik badan, semua siswa menunjuk-nunjuk dan menertawainya. Tidak lagi berupa ngikik tertahan, tapi mangap terbahak-bahak.“Cinderella gagal,” celetuk salah satu siswa.“Ngaca, dong. Mana ada Cinderella kayak karung beras,” sambung yang lain.“Memalukan
Read more
Accidental Encounter
Gerakan mulut gadis yang duduk di hadapannya naik turun seiring dengan huruf-huruf yang diejakan oleh wanita itu. Meskipun memandanginya sedari tadi, Vika sama sekali tidak mengerti rentetan kata yang diucapkan kakaknya itu. Tidak ada kalimat yang dapat dia cerna dan simpan dalam labirin otaknya. Sepanjang Divya berceloteh, dia menyibukkan diri dengan menyesap minuman yang tadi dipesan oleh kakaknya itu.“Aku telepon Mama, ya?”Kaget mendengar permintaan itu, sontak Vika berhenti minum tapi tanpa melepaskan gelas dari bibirnya. Pinggiran gelas itupun masih menempel sehingga cairan membasahi bibirnya secara konsisten.“Berapa nomor kamu?”Vika membuka mulut sehingga cocktail kembali meluncur ke tenggorokannya. Kemudian, dia menurunkan gelas minuman yang sekarang telah habis tidak bersisa.Oleh karena Vika tidak menanggapi apapun pertanyaan kakaknya itu, Divya meraih telepon genggamnya sendiri. Penuh curiga, Vika meny
Read more
PREV
12
DMCA.com Protection Status