All Chapters of Lemari Mencari Tumbal: Chapter 31 - Chapter 40
48 Chapters
BAB 31
Namun, bukannya takut, mereka malah semakin marah mendengar perkataan Maya. Mereka sepertinya, tidak mengerti dengan bahasa manusia yang digunakan oleh Maya. Perlahan, mereka berjalan melingkari Maya dengan sangat berhati-hati. Semakin lama, mereka semakin memperkecil lingkaran, dengan Maya berada di tengah-tengah lingkaran itu. Melihat itu, Maya hanya bisa berdiri sambil mengarahkan ujung tombak yang tengah di pegangnya kearah mereka. Tiba-tiba, mereka melompat kearah Maya, dan,   “Huwaaaaaaa!!!”   “Non! Non Maya! Anda tidak apa-apa, Non?”Seketika, Maya terbangun dari tidurnya, dan melihat Bi Sari sudah berada di dalam kamarnya, yang sepertinya mencoba membangunkannya.   “Bi, ada apa?” tanya Maya kebingungan melihat Bi Sari tiba-tiba ada di kamarnya.    “Eyang Putri, menyuruh Bibi membangunkan Non Maya, untuk makan malam, Non … ayo, Non, Eyang putri dan yang
Read more
BAB 32
Maya diam dan mengangguk pelan, sambil terus memandangi rumah itu. Kemudian, Pakde Yono berjalan menuju pintu masuk dan mengucapkan salam, lalu memanggil nama sang pemilik rumah. Awalnya, tak ada jawaban yang keluar dari dalam rumah itu. Sekitar tiga kali Pakde Yono memanggil nama temannya, tetapi tak ada jawaban. Sampai suatu ketika,   “Assalamualaikum … pak Robi! Assalamualaikum … pak Robi!” teriak Pakde Yono.   “Pakde, sepertinya rumah ini tidak ada orangnya,” kata Maya, sambil melihat kearah dalam rumah dari lubang jendela yang hanya terpasang jaring kawat sebagai pengganti jendela sementara.   “Hmm, mungkin sudah tidur? Atau mungkin sedang pergi kelu …,”   “Huwaaaaaaaaa!!! Lepaskan aku! Huwaaaaaaaa!!!”Suara teriakan seorang wanita melengking dari arah belakang rumah itu. Sontak, Maya dan Pakde Yono langsung terdiam dan saling menatap. Pa
Read more
BAB 33
Seketika, Pak Robi langsung berlari masuk ke dalam bangunan itu sambil membawa kendi berisi bakaran kemenyan itu. Lalu, mereka pun memulai yang mereka sebut sebagai ‘ritual pengobatan’.Pak Robi meletakkan kendi itu tepat di hadapan puterinya. Tubuh dari puteri Pak Robi itu sangat kurus serta wajahnya keriput seperti layaknya seorang nenek yang sudah tua. Matanya melotot menatap kearah keempat pria berjubah dan kearah Pak Robi, sambil sesekali tertawa cekikikkan dan memanggil-manggil nama seorang pria, yang merupakan mantan kekasihnya. Saat keempat pria berjubah itu mulai membacakan sesuatu sambil menjulurkan tangan kanan mereka kearah wanita itu, tiba-tiba,   “Umm … huffttt … gila! Kemenyannya wangi sekali, ya, hehe ….” Maya tiba-tiba masuk ke dalam bangunan itu, langsung mengambil kendi berisi bakaran kemenyan dan mengirupnya.Mendengar itu, sontak para pria berjubah itu terkejut setengah mati, setelah me
Read more
BAB 34
Pak Robi yang tadi tengah menangis sambil memeluk puterinya, langsung menoleh kearah keempat pria berjubah itu setelah mendengar perkataan Maya.   “R-Rio? Kamu, Rio, ‘kan?” tanya Pak Robi pada salah seorang pria berjubah itu.Pria itu hanya diam dan menunduk, tanpa menjawab pertanyaan Pak Robi. Kemudian, Pak Robi berdiri dan menghampiri pria itu, lalu mempertanyakan pertanyaan yang sama, sambil menggoyang-goyangkan pria itu. Namun, lagi-lagi pria itu tidak menjawabnya. Tiba-tiba,   “Ha … ha … huwahahaha … hah! Benar, aku, Rio … mantan kekasih puteri kamu, yang dengan teganya, kamu usir karena tahu, kalau aku berasal dari keluarga miskin! Kamu tidak tahu, betapa besarnya pengorbananku untuk puterimu itu, hah! Aku rela mengorbankan apa yang ku punya, demi membahagiakannya. Akan tetapi, dengan mudahnya kamu mengusirku dan meminta kepada puterimu, untuk memutuskan hubungan denganku! Dasar manu
Read more
BAB 35
Mendengar itu, Pak Robi mengangguk pelan, dengan raut wajahnya yang masih kebingungan melihat Maya. ‘Kalau bukan Maya yang menyelamatkan puteriku …, lantas, siapa tadi yang merasuki tubuhnya Maya?’ batin Pak Robi.Beberapa saat kemudian, Lisa berjalan keluar dari dapur, berjalan menuju Maya, Pakde Yono dan ayahnya, sambil membawa tiba gelas teh dan sepiring gorengan diletakkan diatan platter plastik persegi. Setelah diletakkan diatas meja, mereka pun menikmati gorengan dan the itu bersama-sama.Waktu menunjukkan pukul sepuluh malam. Pakde Yono dan Maya pamit pulang ke rumah Eyang. Pak Robi pun mengizinkannya, dan sempat menawarkan tumpangan menggunakan mobil kepada mereka. Namun, Pakde Yono dan Maya, memilih untuk berjalan kaki.***   Sesampainya di perjalanan pulang, Pakde Yono membuka , bertanya tentang apa yang sebenarnya terjadi.   “Non, Pakde tahu kalau yang ‘tadi’ itu, bukan anda. Nah
Read more
BAB 36
Terlihat kalau yang baru saja jatuh yang entah darimana itu, tampak seperti seorang anak perempuan. Namun, wajahnya tak terlihat, sebab anak perempuan itu terduduk dan menghadap kearah yang berlawanan dengan Maya dan Pakde Yono. Lalu, Pakde Yono berjalan dan menghampiri anak perempuan itu.   “H-hei … kamu kenapa?” tanya Pakde Yono, menyentuh pundak anak perempuan itu.Mendengar itu, Maya yang tadinya masih memandang kearah depan, menghela nafas dan berbalik menghadap kebelakang, lalu berjalan menghampiri Pakde Yono dan anak perempuan itu. Saat Pakde Yono bertanya seperti itu, anak perempuan itu tidak menjawab sepatah kata pun. Dia hanya diam sambil terus mengeluh kesakitan, mengelus area pangkal paha belakangnya yang terhempas ke tanah tadi. Melihat itu, Pakde Yono dan Maya saling bertukar pandang, kebingungan melihat itu.   “Hai, anak Manis, kamu … kamu kenapa? Hmm … rumah kamu dimana, dan mengapa mal
Read more
BAB 37
Maya menghela nafas sambil mengelus dadanya. Lalu, dia kembali menoleh kearah anak perempuan itu, lalu mengelus-elus rambutnya. Tiba-tiba,   Hupp … glek!Maya menelan kembali muntahnya, karena tidak ingin membuat anak perempuan itu bertambah sedih. Rambut anak perempuan itu yang tadi dielus oleh Maya, tiba-tiba rontok dan lengket di telapak tangannya. Lalu, terlihat cairan kuning keluar dari bekas rambut yang rontok itu, dan juga di telapak tangan Maya.   “Igghhh ….” bisik Maya, sambil menggoyang-goyangkan telapak tangannya.Rambut-rambut yang menempel di telapak tangannya Maya, seketika berjatuhan. Namun, cairan kuning itu masih menempel dan mengeluarkan aroma anyir yang sangat menyengat, menusuk ke penciumannya. Lalu, anak perempuan itu tiba-tiba berhenti menangis, dan menoleh kearah Maya menggunakan mata kanannya, dan bertanya,   “Tuh ‘kan benar, Kakak jijik padaku, ‘ka
Read more
BAB 38
Maya lagi-lagi hanya diam, dan berekspresi apapun memandang kearah sosok itu. Setelah mendengar perkataan puterinya itu, sosok wanita itu kembali melihat Maya,   “Hihihihi … apa benar yang dikatakan oleh anakku tadi? Atau, kalian sengaja mengikuti anakku untuk datang ke tempat ini, karena berniat ingin meminta ilmu penglaris, atau ilmu hitam lainnya, hihihi …,” tukas sosok wanita itu.   “Duh, maaf, ya, Nyonya … sepertinya, kami tidak begitu tertarik dengan hal-hal yang seperti itu. Kami datang kesini atas permintaan dari puteri anda. Kalau tidak, kami juga tidak tahu kalau ada tempat seperti ini di daerah ini,” kata Maya dengan santai.    “Wah, kamu terlihat santai sekali, ya … memangnya, kamu tidak takut melihat kemunculanku? Atau, bagaimana dengan wujud dari anakku? Apakah, dia tidak membuatmu takut, atau merasa jijik?” tanya sosok wanita itu.   “
Read more
BAB 39
Maya hanya menganggukkan kepala, mengiyakan perkataan Pakde Yono. Maya termenung, membayangkan tentang kejadian tadi. Dia tak habis pikir, bisa melihat tempat berkumpulnya ‘Mereka’ di tempat-tempat yang tak pernah terpikirkan olehnya selama ini.   “Pakde, perasaan … ketika kita berjalan pulang dari rumahnya Pak Robi, pohon beringin besar itu belum ada, deh … atau hanya perasaanku saja?” tanya Maya, menoleh kearah Pakde Yono.    “Hmm … Pakde tak begitu ‘Peka’ tentang hal-hal spiritual yang seperti itu, Non. Kalau sekedar melihat, Pakde mungkin bisa. Nah, Pakde melihat ke sekeliling tadi, tetapi juga tidak melihat adanya pohon beringin itu. Pakde, sudah lama naik turun gunung ini, tapi belum pernah sekalipun melihat tempat yang seperti itu, Non,” jelas Pakde Yono.Mendengar itu, Maya menoleh kearah jalur keluar yang mereka gunakan tadi. Namun, saat dia melihat kearah jalur itu
Read more
BAB 40
Slash!Pria itu menebas semak-semak, tempat Maya bersembunyi. Sontak, raut wajahnya terlihat pucat pasih, mendengar suara tebasan itu. Dia melihat kearah kiri dan kanan, menyadari kalau semak-semak yang digunakannya untuk bersembunyi itu, sudah hancur karena terkena tebasan dari pria itu. Namun anehnya, tak terjadi apapun pada Maya, bahkan sehelai rambut pun.   “Sepertinya, dia tidak ada di sekitar sini, Tuan …,” kata salah seorang pria dari arah seberang.   “Tidak! Pasti dia masih ada di sekitar sini! Tidak mungkin seorang anak kecil seperti dia, bisa lari dan menghilang secepat itu,” sahut pria itu.   “Ta-tapi, Tuan …,”   “Diam, kamu!”    Whooooosh!   “Aaarrrgggg!!!”    Gedebug! Pria itu menunjuk kearah seorang pria yang berdiri di seberangnya, dan seketika keluar
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status