Semua Bab Brother Luck(not): Bab 11 - Bab 20
139 Bab
Not (surprised)
Aku membuka mataku dan mendapati hari mulai siang, terlihat dari jam dinding yang menunjukkan pukul 10.30 am. Aku mengusap wajahku kasar, tidak biasanya terlelap begitu dalam. Beberapa saat kusadari tanganku sudah tidak terikat. Bahkan sudah terlilit perban karena sepertinya aku terluka saat mencoba melepaskan diri. Tapi yang menjadi pertanyaanku adalah, siapa yang mengobatiku? Axe? Apa mungkin. Aku tidak percaya. Bisa saja pria itu meminta Edward yang melakukannya.Aku turun dari ranjang. Tak mau memikirkan hal yang tidak penting. Pikiranku lelah. Lebih baik membersihkan diriku sekarang. Aku bisa saja memancing kemarahan pria kejam itu jika hanya menangis dan menangis. Sejujurnya, aku lelah memberontak jika hasil yang kudapati dari pemberontakanku tidak ada. Percuma, bukan?Usai urusan pribadiku selesai. Aku tak sengaja melihat sepucuk surat terletak di atas nakas. Dahiku mengerut heran, bukankah jika ada yang ingin Axe sampaikan. Dia bisa mengirim p
Baca selengkapnya
His feeling
“Ya, Tuan.”“Nona belum sadar, Tuan.”“Baik, Tuan.”Sayup – sayup terdengar suara berat menjadi alarm pagi bagiku. Aku membuka mata dan langsung menyadari bahwa aku sudah berada di kamarku. Kepalaku terasa sedikit pusing, beberapa potongan kejadian semalam melesak mengingatkanku pada sosok yang marah kemarin malam, Axe. Ke mana dia sekarang? Bukankah aku seharusnya melihat kembali kondisi Axe saat mendengar kekacauan yang ditimbulkannya? Lalu bagaimana bisa aku berada di sini. Terbangun dalam keadaan kacau begini?“Selamat sore, Nona. Anda ingin makan apa?” Suara berat tadi mengangetkanku.“Ed, apa yang kau lakukan di sini?” tanyaku tak percaya. Kutarik selimut yang menutup, memastikan pakaianku masih aman di tempatnya. Syukurlah, tidak ada yang kurang di tubuhku.“Tuan meminta saya menjaga Anda, Nona.”“Memangnya aku kenapa?”“Semalam Anda pingsan,
Baca selengkapnya
The Untrue
“Kembalikan ponsel dan laptopku, Axe.” Aku tidak sedang memohon padanya. Nada suaraku terdengar ketus tentu saja. Apa yang dia ambil dariku adalah asetku. Aku berhak memintanya bahkan jika dia tak ingin mengembalikannya.“Untuk apa?” Axe menutup laptopnya sedikit keras. Dia menatapku tajam sebelum akhirnya mengemasi barang – barangnya. Aku heran dengannya, ini hari libur, tak seharusnya Axe sibuk dengan pekerjaannya sekarang.“Aku bosan,” jawabku pelan. Tak mau menatap matanya yang terus menghunusku.“Separuh kebenaran lebih buruk daripada kebohongan yang utuh. Kau jelas tahu itu, baby girl.” Axe bangkit dari duduknya. Tubuhnya yang menjulang tinggi seakan mengingatkan bahwa aku bukanlah tandingannya.“Kau ingin melarikan diri bukan? Meminta pertolongan orang lain. Aku tahu apa yang ada di otak cantikmu itu.” Axe mencengkram rahangku sedikit. Bisa kurasakan atmosfer yang berubah di tubuhnya. Dia ma
Baca selengkapnya
Escape
Aku menatap diriku di depan cermin. Sesosok wanita yang tampak ringkih tapi berusaha terlihat baik – baik saja berdiri di depanku. Senyum paksa kuuraikan hingga bayangan diriku di cermin itu melakukan hal yang sama. Penampilanku begitu sempurna. Sepertinya Axe sengaja memberikan gaun bermodel decolette look bukan busty look sehingga hanya bagian leher dan dadaku yang terekspos sempurna. Rambutku ditata dengan Messy Bun Style oleh orang – orang suruhannya. Pria itu mempersiapkan diriku sedetail ini hingga aku hampir tak mengenali diriku sendiri.Langkahku pelan keluar kamar, menuju ke arah Axe. Dia tampak begitu tampan dengan balutan Tuxedo hitam dan dasi kupu – kupu berwarna senada. Aku sedang tidak memujinya karena itulah faktanya. Bisa kubilang Axe adalah salah satu pria yang memiliki ketampanan luar biasa. Dia memang sangat tampan. Sayangnya sifat buruknya menutup kenyataan itu di mataku.Axe mengulurkan lengannya untukku. Aku hanya menatapnya sesaat sebelum mengaetnya. Tat
Baca selengkapnya
Not Hide and Seek
Aku tersenyum melihat pemandangan di depanku. Sepasang suami istri bersamaku saat ini sedang memanen kentang di kebun halaman rumah mereka. Masih ingat dengan wanita paruh baya yang menolongku melarikan diri. Ya. Akhirnya dia memberikanku tumpangan untuk tinggal bersamanya. Tadinya aku menolak karena merasa tidak enak. Tapi melihatnya begitu memohon, aku merasa tidak tega. Mereka adalah sepasang suami istri yang penuh perhatian. Awal tinggal di sini aku mengatakan alasan aku melarikan diri di malam pesta gala yang diadakan Mr. O’connor. Aku hanya bercerita sedikit saja sisanya ada beberapa kebenaran yang aku sembunyikan, termasuk identitas antara aku dan Axe. Aku tidak mengatakan pada mereka bahwa pria yang menahanku adalah saudaraku sendiri yang begitu terobsesi padaku. Meskipun begitu, mereka terus menyemangatiku. Aku senang Tuhan mempertemukanku dengan orang baik seperti mereka.“Morine, aku mendapat kentang yang besar,” kataku penuh semangat. Wanita paruh
Baca selengkapnya
His Little Secret
“Bridgette buka pintunya, sayang.” Ketukan dan suara membujuk Morine membuatku ragu. Apakah aku harus keluar atau tetap di kamarku menghindari Axe.Aku menarik napas dan mengembuskannya kasar. Dengan terpaksa aku membukakan pintu kamar mengingat aku tidak punya hak lebih selain hanya menumpang.“Bridgette, kau mau bercerita?” tanya Morine. Kami duduk di tepi ranjang, Morine dengan lembut merapikan rambutku yang sedikit berantakan.Tanpa diminta aku memeluk wanita paruh baya di depanku. Dia sudah seperti ibu kedua untukku. Meskipun kami orang asing yang akhinrya saling mengenal, tapi aku sangat menyayanginya. Ketulusan dan kebaikan hatinya membuatnya pantas dicintai.“Maafkan aku, Bridgette. Aku tidak tahu bahwa Xelle adalah orang yang selama ini kau maksud. Aku juga tidak menyangka dia akan melakukan hal yang tidak baik padamu. Aku sudah memberitahunya untuk tidak mengganggumu. Tapi—“ Morine menghentikan kalimatnya. Tatapannya berubah sedih.“He tell me. He can’t live
Baca selengkapnya
Mine
Pintu diketuk dari luar. Axe langsung tersenyum miring padaku lalu bangun dan membukakan pintu untuk tamunya. Mereka sempat berbicara sebentar sebelum akhirnya Axe mempersilakan orang itu masuk ke dalam kamar. Tak lupa dia mengunci pintu rapat – rapat. Mataku membola begitu mengetahui seseorang yang dipanggil kemari adalah Edward. Tampak Edward menunduk patuh pada tuannya.Bugh! Pekikanku keluar begitu melihat Edward menunduk menahan sakit. Axe memukulinya tepat di bagian perut.Bugh! Lagi. Axe kembali melancarkan aksinya di depanku. Kulihat Edward terbatuk menahan sakit yang Axe berikan. Axe memang sudah gila. Bawahan sebaik Edward tidak seharusnya dihajar tanpa alasan.“Now is my turn. Do the same way, right over here!” Edward menggeleng cepat saat Axe menunjuk perut bagian kirinya sebagai tempat untuk Edward berikan pukulan balasan.“No, Tuan. Saya tidak bis—akh!” Edward meringis sakit saat Axe kembali memukulnya.“Lakukan atau kau kupecat!” ancam Axe penu
Baca selengkapnya
Punishment
“Ada apa, kenapa kau menatapku begitu?” tanyaku spontan. Suasana makan malam mendadak suram. Diiringi tatapan tajam yang sedari tadi menghunus ke arahku. Aku tidak merasa berbuat salah padanya. Tapi sorot matanya jelas mengatakan sesuatu yang berbeda.“You owe me!” Suara serak dan dalam Axe membuatku berpikir.Seharusnya itu yang aku katakan padanya. Aku tidak berhutang apa pun pada Axe. Dia-lah yang berhutang jawaban padaku.I know you were here. Ucapannya masih tergiang jelas di kepalaku. Bagaimana dia tahu keberadaanku waktu itu. Dan soal kebetulan kemarin, yang mana ternyata Morine adalah ibu angkatnya sungguh terasa sulit untukku terima. Apa waktu itu Axe sudah merencanakan sesuatu untukku?Aku meletakkan sendok dan garpu di atas piring dengan keras, membiarkan ketiga benda itu kompak menghasilkan bunyi. Aku menatap lurus ke arah Axe yang masih setia melihat setiap gerakanku.“You owe me the most,” kataku akhirnya. Membuat pria yang sedari tadi bersamaku tergelak
Baca selengkapnya
His Fears
Sudah seminggu aku kembali ke tempat ini, sangkar yang menjadi tempatku berlindung sekaligus terluka. Meski hubunganku dan Axe sedikit lebih baik. Tapi kadang – kadang aku tetap menyimpan rasa tak suka padanya. Dia masih sering menyentuhku terhitung sejak terakhir insiden hukuman yang dia berikan padaku. Aku tak berusaha mencegahnya seperti dulu. Axe sangat keras kepala. Aku tak mampu menyadarkannya. Terus menolaknya juga membuatku lelah. Aku adalah pionnya, dia yang mengatur dan menguasai langkahku. Aku seperti tak punya hak untuk hidupku sendiri tepat saat aku melihatnya membanting barang – barangku.Flashback on.“Bisakah kau kembalikan ponselku, Axe. Aku mohon. Aku sudah menuruti semua keinginanmu.” Aku memohon padanya ntah untuk yang ke berapa kali. Aku ingin ponselku, itu saja. Tapi Axe hanya fokus pada monitor tv di depannya. Dia tidak memedulikanku yang saat itu berharap dia akan berubah pikiran setelah cukup lama menahan benda penting milik
Baca selengkapnya
Pregnancy
“What’s going on, Axe?” Aku kembali mencecarnya dengan pertanyaan saat kami akhirnya tiba di mansion besar miliknya. Selama perjalanan pria itu hanya diam. Sesekali aku melihat tangannya gemetar tanpa alasan.“You act weird.” Masih tidak ada jawaban darinya. Axe hanya duduk diam di meja bar. Aku yakin pikirannya sedang menerawang jauh. Melihatnya seperti itu kepalaku terasa semakin pusing. Ntahlah, di saat dia menarikku berlari dan selama di perjalanan menuju pulang aku merasa tidak enak badan. Kadang – kadang merasa mual, tetapi masih bisa menahannya dengan baik. Namun melihat situasi Axe yang tidak seperti biasa, aku rasa aku butuh sesuatu yang bisa membuatku nyaman. Aku butuh istirahat.Baru beberapa langkah, aku merasa seperti dilempari sebuah batu besar di atas kepalaku, yang membuatnya terasa semakin berat. Pandanganku menjadi kabur. Samar – samar aku masih bisa melihat Axe yang tetap diam di tempatnya. Tanganku berusaha meraih bahu lesuhnya. Sayangnya, di saat
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
14
DMCA.com Protection Status