Lahat ng Kabanata ng PESUGIHAN GUNUNG SEMERU: Kabanata 11 - Kabanata 20
143 Kabanata
Tumbal Tejo
Srek ... Srek ... Srek ...!Suara seseorang yang sedang mengasah benda tajam itu terdengar hingga ke dapur. Terdengar begitu nyaring membuat ngilu di pendengaran.  "Kamu itu sudah banyak menyusahkan aku.  Jadi kamu harus mendapatkan balasannya!" desis Tejo sinis, sorot matanya jatuh pada pisau yang sedang diasah.Wini sedikit bergidik melihat kelakuan suaminya yang nampak dari pintu dapur. Kembali wanita itu mengaduk aduk sayur dengan tangan bergetar karena takut."Siapkan makan, aku lapar!" sergah Tejo ketus. Diletakan golok itu dengan kasar di atas meja makan lalu menjatuhkan tubuhnya pada bangku meja makan.Bergegas Wini mengambil piring kemudian mengisinya dengan nasi putih dari atas bakul. Lalu meletakannya di atas meja makan bersebelahan dengan lauk pauk yang telah Wini siapkan terlebih dahulu.Tejo manyantap makanan yang dihidangkan Wini dengan lahap. Sepe
Magbasa pa
Kereta Kuda Nyai Ratu
  Kabut Semeru masih menyelimuti desa Ranupeni. Desa asri yang terletak di lereng semeru. Seolah tajamnya sinar surya belum mampu menembus tebalnya kabut yang sedari tadi mengaburkan pandangan. Membuat udara semakin terasa mencacah tulang hingga ngilu.Prapto terus melajukan kedaraan meticnya menembus jalan yang berliku. Sajauh mata memandang hanya pohon pinus dan cemara yang berjajar rapi di sepanjang jalan."Pokoknya aku sudah tidak mau!" desis Prapto membuat kepulan kabut dari suara yang keluar. Lelaki itu terus meraik gas motor maticnya menuju rumah Ustadz Zul yang terletak lumayan jauh jika ditempuh dari rumah Lastri.Matahari mulai menunjukkan keperkasaannya, menghilangkan kabut yang mengaburkan pandangan hingga menjadi tetesan embun yang membasahi tiap pucuk daun teh yang terhapar luas. Wanita wanita dengan bakul di punggungnya dengan lihai memetik daun teh muda kemudain memasukkannya ke dalam bakul yang berada
Magbasa pa
Mencari Tumbal
Damar mengusap netranya dengan kedua tangan berkaki-kali. Berharap apa yang dilihatnya kali ini hanyalah ilusi. Seorang wanita cantik yang tidak memiliki talapak kaki itu turun dari kereta kuda yang ada di halaman belakang rumahnya. Wanita yang berdandan layaknya wanita jaman lagenda dulu itu terus berjalan menuju lantai atas rumahnya, mereka melayang-layang di udara. Di sampingnya berdiri beberapa dayang yang memiliki bola mata hitam penuh, dengan wajah pucat pasi. Membuat bulu kudu Damar seketika meremang.Selendang berwarna hijau itu terus berkibar, menyibak betis kakinya yang putih bagaikan pualam. Namun, tanpa telapak kaki. Serombongan makluk aneh itu terbang ke lantai atas rumah megahnya. Kemudian menembus kamar yang terletak bersebelahan dengan kamar Wini."Ya, Allah!" Batin Damar tercekat, ketika melihat dua orang yang berada di belakang kerata kuda. Tangannya terikat, wajahnya terlihat begitu pias. Seluruh tubuhnya terlihat membir
Magbasa pa
Kecurigaan Lastri
Jalanan sudah mulai sepi, meskipun senja masih meremang di ufuk barat. Lastri masih terus menginjak gas mobil jeeb warna merah kepunyaannya. Melajukannya dengan kecepatan tinggi menembus jalanan yang berliku. Jalan yang dikelilingi dengan tabing yang curam. Wanita itu berharap, bisa sampai di rumah Ki Gendeng tepat waktu.Setelah melewati pemukiman sepi penduduk, mobil jeeb merah itu mulai menembus hutan pinus yang tinggi menjulang. Sayangnya, Sorot lampu mobil itu tidak mampu menjangkau pandangan terlalu jauh. Membuat Lastri harus memperlambat laju kemudinya. Karena Medan yang dia lalui juga tidak cukup mudah. Jalanan berlumpur serta genangan air yang memenuhi jalanan membuat Lastri harus pandai-pandai memilah jalan.Wuk, wuk, wuk!Suara burung hantu itu terus mengikuti Lastri, semenjak mobil jeeb merah itu memasuki gelapnya hutan pinus, yang  sebagian masyarakat kenal sebagai hutan telarang. Namun justru dipilih men
Magbasa pa
Mimpi Buruk
Udara terasa samakin dingin. Kabut yang menyelimuti daerah pegunungan Semeru masih terlihat begitu tebal, Lastri harus berjalan merayap melewati tikungan yang setiap sisinya  adalah tebing-tebing yang curam. Hampir semalaman wanita itu tidak tidur, kantung matanya terlihat jelas bergelayut menghitam di bawah netra yang terus berfokus menatap jalan.Adzan subuh telah berkumandang, mobil berwarna merah itu baru saja memasuki halaman rumah minimalis miliknya. Suasa rumah Lastri masih begitu sepi, pasti Indah dan Prapto masih tertidur pulas. Benar saja, keluarga Lastri memang jarang sekali melaksanakan sholat.Tak! Tak! Tak!Suara hentakan kaki Lastri ketika wanita itu sedang manaiki anak tangga rumahnya. Dilihatnya kamar yang berada di sudut ruangan lantai itu pintunya sedang terbuka. Lastri mengeryitkan dahi, wanita itu kemudian berjalan mendekati kamar kosong yang berada di sudut ruangan. Lastri melongok ke dalam kamar
Magbasa pa
Tumbal
Indah masih duduk di kursi meja makan dengan wajah yang terlihat pucat pasi. Wanita itu telah mengeluarkan seluruh isi perutnya sedari tadi. Aroma amis yang bercampur dengan bunga tujuh rupa membuat wanita itu tak mampu menahan perutnya yang terasa seperti sedang di aduk-aduk."Minum, Indah!" perintah Lastri yang meletakan segelas wedang jahe di hadapan Indah."Kok bisa-bisanya air itu berubah menjadi darah ya, Bu?" tanya indah tercengang. Wanita itu menyesap dalam wedang jahe yang berada di atas meja. Membuat terasa hangat hingga ke dalaman perutnya yang sudah kosong."Sudah, kamu tidak perlu tau. Yang pasti, ini adalah ilmu hitam yang tidak perlu kamu ceritakan pada suamimu!" ancam Lastri. Wanita yang kini sedang mengunyah sebuah apel yang berada di genggamannya.Kebetulan memang hari ini Prapto sedang tidak pulang ke rumah Lastri. Lelaki itu memilih untuk menengok rumahnya di kampung sebelah. Mungkin ka
Magbasa pa
Kemarahan Tejo
Setelah mengurus administrasi Tejo segera menuju ke dalam mobil miliknya. Kariawan yang membersamainya sudah menunggu di dalam mobil bersama Bambang yang masih tak sadarkan diri."Bos! Bambang badannya panas sekali loh!"  ucap kuli yang sedari tadi memangku wajah Bambang dengan panik. Berkali-kali ia menempelkan telapak tangannya pada kening hitam Bambang."Biarkan saja! Tadi aku sudah menelpon kekuarganya. Sebentar lagi dia juga akan di jemput oleh keluarganya!" sahut Tejo dengan nada santai lalu melajukan kemudi.Karyawan itu mengangguk, dia tidak habis pikir jika nasib Bambang akan seperti ini. Masih diingatnya semalam Bambang yang lari terbirit-birit membangunkannya dengan wajahnya terlihat begitu ketakutan."Kus! Kus! Bangun Kus!" ucapnya malam itu, tangannya mengucang hebat tubuh Kusumo yang masih tertidur pulas. Hingga membuat lelaki hampir setengah abad itu mengerjap terbangun.
Magbasa pa
Indah Menjadi Aneh
"Itu Bos, itu!" Lelaki setengah abad itu menunjuk-nunjuk ke arah luar pintu rumah dengan wajah takut.Tejo yang masih geram dengan pertanyaan Damar segera berjalan keluar dari pintu rumah. Kusumo masih terus mengekori Tejo yang memberinya aba-aba untuk menuju depan pintu gerbang rumah."Kamu yang namanya Tejo?" ucap lelaki bertubuh kerdil yang menjatuhkan tatapan tajam kepada Tejo."Iya, Kenapa?" sahut Tejo menahan amarahnya. Giginya terus bergemelutuk saling mengadu. Terlihat dari rahang lelaki berkumis tebal itu yang kian mengeras.Bough!Sebuah tinjauan mengayun cepat mengenai pipi Tejo, hingga lelaki itu jatuh tersungkur di lantai."Kurang ajar!" Tejo mengusap lembut sudut bibirnya yang terluka. Netranya melirik tajam ke arah pria kerdil yang hendak menjatuhkan bogem ke dua."Jangan Pak, jangan!" cegah Kusumo. Lelaki itu menarik pergelangan tangan pria
Magbasa pa
Murka Tejo
Prapto masih menumpu wajahnya dengan kedua tangannya. Matanya terus mengawasi gerak-gerik Indah yang sedang menyiapkan makanan untuknya. Wanita berkulit hitam manis itu berjalan mondar mandir di hadapannya."Mas!" Teriak Indah membuat Prapto tergeragap. Pria dengan wajah ditekuk itu terus mengerucutkan bibirnya. "Ada apa sih Mas kok manyun kaya gitu?" tanya wanita yang rambutnya masih basah sisa permainan semalam. Indah masih  terus mengoyangkan spatulanya di atas wajan, sesekali melirik Prapto."Dek, semalem adek hadis ngapain?" tanya Proto menyelidik. Pria itu seolah tidak percaya dengan diri Indah yang kini berada di hadapannya. Indah yang semalam itu lebih menggodanya. Dadanya yang besar serta kulitnya yang putih bagaikan pualam. Membuat Prapto mengumulinya hingga adzan subuh berkumandang."Habis apa gimana sih, Mas?" sahut Indah menghentikan gerakannya. Kemudian menatap serius ke arah Prapt
Magbasa pa
Kiriman Untuk Tejo
Huek ... Huek ... Huek ...Indah berkali-kali keluar masuk ke kamar mandi. Sedari pagi perutnya terasa mual sekali. Hingga siang hampir menjelang, perutnya sama sekali tidak dapat diisi oleh makanan."Dek, kita berobat yuk!" ucap Prapto yang khawatir melihat keadaan istrinya dengan wajah pucat pasi."Ngak usah Mas, paling aku cuma masuk angin," ucap wanita berkulit sawo matang itu membalikan tubuhnya menunggungi Prapto yang sedang menyadarkan tubuhnya pada dipan ranjang."Adek yakin?" Prapto mengeryitkan dahi."He'um,"  sahut Indah lemah."Yo wes, Mas mau lihat rumah kita sebentar ya. Sudah lama rumah itu nggak Mas tengokin," pamit Prapto megusap lembut pundak Indah yang tak bergeming.____"Masa sih? Kamu dapat kabar darimana kalau si Tejo itu ngambil pesugihan," tanya seorang kuli yang sedang sibuk melepar kelapa ke atas truk kepada temann
Magbasa pa
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status