Semua Bab Aira's : Bab 31 - Bab 40
72 Bab
30. Aira's
“Kalo mencintai gak disertai rasa sakit. Namanya bukan cinta tapi … gengsi.”  »Andika Suar Harsa« *** Andika mencopot jas almetnya dan mengembuskan napas panjang seraya tersenyum manis ke arah Fatin yang duduk di depannya. Perasaan Fatin amat bahagia ketika melihat kak Andi sembuh dan kembali ceria setelah Aira dikabarkan pulang ke rumah.  "Kayaknya lo seneng banget, deh, sekarang! Padahal baru pulang KKN." Fatin meminum jusnya.
Baca selengkapnya
31. Aira's
“Hanya kamu yang selalu mengerti akan lara yang tengah ku alami.” Aira— *** Kak Andi memandangi Aira yang tengah belajar sebagai tanda hukuman dari ayah. Tatapannya amat sendu bahkan tanpa sadar tangannya mengelus lembut kepala Aira. Gadis kecilnya selalu saja diberi hukuman karena hal yang menurut kak Andi bukan kesalahan.  Aira menoleh perlahan saat elusan kak Andi terasa. "Kakak kenapa?" Aira menatap lekat manik mata kak Andi yang kini telah berderai.  "Kakak selalu
Baca selengkapnya
32. Aira's
32. Aira'sPURNAMA RASAHari ini purnama menjadi rajaBintang senantiasa bermanja pada malam Purnama menerima tawaHanyut pada nada, serayu malamDesir darah mengempas nestapaRangkulan penuh adalah
Baca selengkapnya
33. Aira's
“Entah kamu kasian atau memang peduli. Perbedaan yang signifikan.” Aira— ***Tumpukkan buku tebal nyaris di bawa dengan perasaan senang serta penuh harapan. Berandai-jika orang yang ia tuju dengan suka rela menerimanya. Sungguh, sejak pertama kali ia membeli semua buku-buku ini ada sercercah harap dalam kalbu bahwa ia bisa memberikannya pada orang yang tepat.Hati serta matanya nyaris menemukan setelah bertemu gadis yang berbeda dari yang lain. Bukan tentang kasta apalagi pengetahuannya, ia juga heran apa keistimewaan yang gadis itu miliki hingga yakin bahwa gadis itu mampu me
Baca selengkapnya
34. Aira's
“Aku hidup sebagai manusia. Tapi, serasa hidup menjadi hewan yang tidak mempunyai tujuan.” »Aira« *** Aira memandangi novel pemberian Ridwan bersama Salama yang duduk di sampingnya. "Kenapa Ridwan kasih kamu novel?" Salama menoleh ke arah Aira yang nyaris menggeleng pelan.  "Katanya ini novel kakak dia. Dan harus aku jaga. Entah apa maksudnya?" Aira mendengus kesal dan menyandarkan punggungnya ke tribon kecil di ruang eskul sastra dan budaya.  Mata Salama seketika memicing tajam seakan mengingat sesuatu hal. "Yang aku tau Ridwan emang punya kakak. Tapi, meninggal satu setengah tahun lalu. Di sini
Baca selengkapnya
35. Aira's
“Ijinkan aku menyayangimu selayaknya aku menyayangi dia yang telah pergi!” —Ciko *** Aira tersenyum riang kala melihat om Ciko berada tepat di depannya seraya membawa satu totebag. Om Ciko menunjukkan itu pada Aira walau Aira masih berdiri jauh di depannya.  Aira berlari kecil menghampiri om Ciko lantas menyalimi tangan om Ciko. "Apa kabar Om?" Aira mengembuskan napas lega.  "Baik." Om Ciko mengelus kepala Aira lantas menoleh ke arah dalam sekolah. "Lagi belajar 'kah?" Om Ciko kembali melirik ke arah Aira.  Aira menggeleng cepat. "Nggak, kok.
Baca selengkapnya
36. Aira's
“Aku kira hidup orang jenius enak!” —Ridwan ***Ridwan melihat seisi rumah bu Adila heran. Pasalnya sejak tiga puluh menit lalu dirinya tak melihat Aira bahkan anggota keluarga yang lainnya. Mana gadis itu? Bukankah tadi sudah pulang? "Kenapa Ridwan?" tanya Bu Adila yang membuat Ridwan menoleh kaget seraya menggeleng. "Apa ada kesulitan mengenai soalnya?" Ridwan kembali menggeleng seraya menatap Bu Adila lekat membuat sang empu heran. "Kenapa kamu menatap Ibu seperti itu?" Bu Adila merubah posisi duduknya, sedangkan Ridwan tersenyum ramah. "Maaf, Bu. Aira kemana, ya?" tanya Ridwan yang membuat raut wajah Bu Adila seketika malas dan kembali sibuk pada pekerjaannya. "Gak tau. Karena anak itu belum pulang," jawab Bu Adila seraya melanjutkan pekerjaannya. Ridwan sempat tertegun dengan respon Bu Adila yang sama sekali tidak terlihat senang. "Padahal kalo ada bisa belajar ba
Baca selengkapnya
37. Aira's
“Sungguh dari relung hati paling dalam, aku sangat ingin menolongmu.”—Ridwan ***Ridwan duduk di balkon kamarnya seraya melihat bintang yang bersinar terang malam ini. Sekepulangannya dari rumah bu Adila, miris, hatinya benar-benar gundah gelebah mendengar rintihan pilu Aira. Gadis kecil itu harus menangis lara akibat emosi ayahnya sebab dirinya pulang terlambat. Ridwan beberapa kali harus memejamkan matanya kala itu sebab tak tahan mendengar suara tangis Aira walau samar dari arah belakang rumahnya. "Aira," gumamnya sendu. Lantas Ridwan melihat layar ponselnya yang tertera foto Aira yang ia ambil secara diam-diam kala di aula. "Aku berharap … kehidupan kamu yang sebenarnya tak seperti kak May dulu!" Ridwan memejamkan matanya lantas berkelana pada kisah mediang kakaknya dulu yang harus mendapatkan siksaan fisik maupun batin dari kedua orang tuanya yang sekarang telah menelan pahitnya penyesalan. 
Baca selengkapnya
38. Aira's
“Hubungan karena taruhan memang menyakitkan.”—Tania***Untuk pertama kalinya Aira mengantri di kantin sekolah. Berdiri di antara anak-anak pintar yang terus fokus membaca buku walau suasana sedang ramai seperti ini. Aira mengembuskan napas panjang kala menoleh ke arah kanan yang terdapat Indro serta teman-teman barunya. Sudah lama sekali Aira tidak saling sapa dengan anak itu bahkan bertemu pun seperti orang asing. Aira tersenyum kecut ke arah Indro tanpa sang empu ketahui. Naas, walau Aira tidak tau sebab mengapa Indro menjauhinya karena sampai kapan pun Aira tidak akan pernah percaya dengan alasan Indro yang bilang, "Aku sama kamu itu gak cocok untuk jadi teman bahkan sahabat." Jika tidak cocok mengapa mereka mampu bertahan sebagai sahabat dari kecil sebelum akhirnya seperti ini? Aira terkekeh sendu seraya maju satu langkah dan mengambil pesanannya seraya berkata, "Terima kasih Bu." Aira lantas duduk s
Baca selengkapnya
39. Aira's
“Salahkan bila aku mencintaimu?” —Ridwan ***"Karena gue suka sama dia." Semua orang dibuat terkejut oleh kalimat Ridwan, apalagi Aira yang langsung berdiri dan menatap Ridwan pilu. Aira tersedu-sedu tanpa berani membuka suara kala Tania langsung mendorong tubuhnya. Untung saja ada seseorang yang dengan sigap menahan tubuh Aira."Kamu gila Ridwan! Dia itu bodoh kamu pintar. Mana mungkin akan bersatu." Tania menggebu. "Kita yang gak akan pernah bisa bersatu. Lo terlalu lebay, munafik, dan dibuat-buat dalam bertingkah gak akan pernah cocok dengan gue … yang suka cewek sederhana seperti Aira!" Ridwan menghampiri Aira walau gadis itu terus menggeleng lirih. "Ridwan!" seru Tania. "Pergi! Dan jangan kayak anak kecil seperti ini!" bentak Ridwan yang membuat Tania geram hingga akhirnya memilih pergi. Namun, ketika lima langkah berjalan Tania tiba-tiba berhenti kala melihat se
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234568
DMCA.com Protection Status