Lahat ng Kabanata ng Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku: Kabanata 51 - Kabanata 60
154 Kabanata
BAB : 51. Kepanikan Retno
 Bab  : 51. Kepanikan Retno  POV AUTHOR "Rama, jangan kurang ajar kamu. Sejak kapan kamu menjadi anak durhaka seperti ini? Mana Janjimu yang katanya mau membahagiakan Ibu?" Teriak Retno lantang pada Rama yang sedang mengemasi baju Fera dan Vino. "Maaf, Bu, aku hanya ingin Fera cepat sembuh, itu saja. Maaf jika kali ini aku harus melawan perintah ibu. Ini semua demi menyembuhkan Fera," ucap Rama yang masih menata baju ke dalam tas milik Fera. "Hmmm … Rama, tega sekali kamu ingin memisahkan Ibu dengan Fera. Lebih teganya lagi, kenapa harus dengan laki-laki sialan Itu," ucap Retno sesenggukan. 
Magbasa pa
BAB : 52. Tersesat.
 Bab  : 52. Tersesat POV AUTHOR Mobil pun terparkir dengan manis di depan rumah Hartono. Lantas Hartono turun dari mobilnya dan disusul oleh Rama dengan menuntun Fera dan Vino. Sejenak Rama merenggangkan ototnya yang terasa pegal. Ini adalah perjalanan yang melelahkan untuk Rama. Selain badannya yang terasa lelah, pikiran pun selalu tertuju pada sang Ibu yang ditinggalkan sendirian.  "Ayo masuk," ajak Hartono. Lalu masuk ke dalam rumah dengan diikuti Rama yang sedang menuntun Vino dan Fera.  Rama nampak takjub dengan keberadaan rumah Pamannya. Sungguh dia tak menyangka, bahwa Pamannya mempunyai rumah sebagus ini.
Magbasa pa
BAB : 53. Pingsan.
Bab : 53. Pingsan POV AUTHOR Dengan hati yang berdebar tak karuan, Rama pun mendekati kerumunan di rumah tetangganya. Matanya menyisir mencari seseorang yang membuatnya sangat khawatir. Namun Rama tak kunjung juga menemukan seseorang yang dicarinya. Sehingga Rama berinisiatif untuk bertanya pada salah satu tetangganya. "Maaf, Bu, ini ada apa ya, kok rame?" tanya Rama. Hati Rama berharap, semoga ini tak ada hubungannya dengan sang Ibu. "Ini, Mas, tadi malam suaminya Bu Yosi dianiaya Bang Herman bersama anak buahnya, dan sekarang sekarat di rumah sakit," ujar salah satu tetangga Rama. Rama sangat geram, karena lagi-lagi Bang Herman membuat onar. 
Magbasa pa
BAB : 54. Sidang Terakhir.
 Bab  : 54. Sidang Terakhir. "Paman, itu," ucapku dengan menunjuk ke arah kerumunan warga. "Kita turun!" titah Paman. Lantas kami pun lari dengan tergesa mengejar seseorang yang digotong di dalam mobil tersebut. Jantungku bertalu cepat ketika seseorang itu masuk ke dalam mobil. Dan mobil itu melaju ketika kami sudah sampai di tempat. Ah sial! aku mengerang kesal setelah menyadari bahwa mobil itu telah melaju kencang.  "Kita kejar apa gimana, Paman?" tanyaku pada Paman yang juga masih ngos-ngosan.  "Kita pastikan dulu, Ram, belum tentu juga itu Ibu kamu," ujar P
Magbasa pa
BAB : 55. Melepas Rindu
 Bab  : 55. Melepas RinduSetelah sidang resmi digelar, pikiranku semrawut. Semakin tak tenang berada di dalam sidang tertutup ini. Sementara Salma juga sama tegangnya denganku. Hakim Ketua masih terus melanjutkan sidang ini dengan seksama. Tapi tidak denganku, aku tidak bisa mengikutinya. Aku tidak bisa seperti ini terus. Aku harus bertindak, sesuai dengan hati nuraniku. "Baiklah, jika tidak ada kendala maka sidang akan diputuskan,--" "Tunggu, Pak Hakim Ketua," ucapku memotong pembicaraan Hakim Ketua. "Iya, saudara Rama, apa ada yang ingin disampaikan?" tanya Hakim Ketua. 
Magbasa pa
BAB : 56. Dendam Yang Tersimpan
 Bab : 56. Dendam Yang Tersimpan"Oke, langsung saja, karena aku orangnya tak suka basa-basi. Maukah kamu bekerja sama denganku?" Mataku membulat mendengarkan tawarannya.  "Siapa kamu?" ucapku tajam.  Aku tak tahu siapa wanita ini dan apa maunya. Lalu tiba-tiba datang dan menawarkan kerjasama. Kerjasama apa yang ingin ditawarkan padaku? Aku hanya tukang ojek.  "Kenalkan, namaku Melani. Mantan pacarnya Daffa," Mataku membulat. Daffa kan, pengacaranya Salma. 
Magbasa pa
BAB : 57. Bertahanlah, Salma!
 Bab  : 57. Bertahanlah, Salma! POV AUTHORMenjelang sore, nampak sepasang sahabat tengah menyusuri jalan menikmati indahnya sore hari. Salma berkali-kali menghembuskan nafas lalu mengeluarkannya dengan perlahan. Seakan menghilangkan beban yang ada di dalam hatinya. "Sal, rasanya udah lama aku tak jalan-jalan seperti ini, ternyata menyenangkan," ucap Rani dengan mata yang tak lepas memperhatikan sekeliling.  "Kamu kan sibuk terus, Ran, makanya sering-sering lah main kesini. Kita kan bisa jalan-jalan bareng," "Coba kalau Daffa ikut ya, pasti seru,"
Magbasa pa
BAB : 58. Kondisi Salma.
Bab : 58Kondisi Salma saat ini.***Rasanya bagaikan tersambar petir mendengar kabar dari Papa. Tanganku masih gemetaran memegang ponsel. Bagaimana mungkin? Salma ketabrak? Kata Papa, Salma jadi korban tabrak lari, dan sekarang kondisinya parah. Tak mau menunggu waktu lagi, ku tancap gas menuju rumah sakit dimana kini Salma dirawat. Entahlah aku ngebutnya seperti apa, yang jelas rasanya ingin cepat sampai ke rumah sakit. Salma, bertahanlah.Setelah memarkir motor, aku langsung bergegas lari di depan ruangan dimana kini Salma berada. Lututku sangat lemas ketika mendapati Salma tengah berada di ruang ICU sekarang. Dan nampak semua orang menangis menunggu Salma yang berada di dalam. Ya Allah, Sal, mengapa jadi seperti ini?"Gimana kondisi Salma, Ran?" tanyaku pada Rani."Salma mengeluarkan banyak darah, sampai sekarang masih ditangani Dokter, Ram," ucap Rani dengan suara bergetar.Tubuhku bergetar hebat mendengar ucapan Rani. Mama nampak masih menangis di pelukan Papa. Begitupun Papa,
Magbasa pa
BAB : 59. Pertemuan Mengharukan.
Bab : 59Pertemuan Yang Mengharukan.***Saat tengah merenung, mataku menangkap sosok seseorang yang pernah kukenal sedang panik membuntuti Suster mendorong ranjang. Bukankah tadi, Silvia? Lalu, siapa yang sakit? Nuraniku mengatakan, aku harus mengejarnya. Tak ingin kehilangan kesempatan, aku pamit pada Paman sebentar untuk mengejar Silvia. Entahlah, aku tak tahu kenapa ingin mengejarnya. Yang jelas, saat ini aku sangat ingin menemuinya.Saat masuk ke lorong arah Silvia tadi, ternyata lorong sudah sangat sepi. Tak kutemukan lagi suara roda ranjang berjalan seperti tadi. Sial, aku kehilangan jejak. Aku berjalan gontai ingin kembali bersama Paman. Namun tak lama, aku melihat Silvia dari jauh, tak tahu mau kemana yang jelas dari raut wajahnya dia nampak panik sekali."Silvia!" Seketika dia menoleh mendengar panggilanku. Silvia membelalakkan matanya saat tahu bahwa aku berada di belakangnya. Aku berlari dengan tergesa dan menghampirinya."Ya Allah, Mas Rama, alhamdulillah ya Allah, akhi
Magbasa pa
BAB : 60. Titik Terberat.
Bab : 60Titik terberat bagi seorang anak.***Saat sampai di depan ruangan Salma, Mama dan Papa sudah berkumpul dengan Paman Hartono. Mama juga sudah siuman walaupun mukanya masih pucat. Paman terlihat sangat terkejut dengan kehadiran kami seperti ini, terlebih saat melihat Ibu. Begitu juga Mama dan Papa, matanya nampak tak berkedip saat melihat Ibu yang tak berdaya diatas kursi roda."Retno," lirih Paman. Mungkin syok melihat Ibu yang kurus seperti ini."Hartono, aku minta maaf kalau selama ini sudah kasar sama kamu," ucap Ibu pada Paman, lirih sekali. Dan terlihat Ibu menyeka air matanya."Sudahlah, Retno, tak perlu minta maaf seperti itu. Aku sudah ikhlas, yang penting saat ini kamu cepet sembuh," ujar Paman. Ibu menggeleng lemah. "Aku titip anak-anakku, Hartono." Aku mengusap punggungnya pelan, menguatkan kalau Ibu harus kuat dan sembuh agar bisa kembali ke rumah bersamaku."Pasti, Retno. Mereka keponakanku, aku akan menjaganya segenap jiwaku." Ibu menyuruhku mendorong kursi
Magbasa pa
PREV
1
...
45678
...
16
DMCA.com Protection Status