All Chapters of Sad Boy: Chapter 41 - Chapter 50
101 Chapters
41. Terkejut
Nalan yang ingin bertemu dengan Marco, langsung masuk ke ruangan pria itu tanpa meminta izin. Terlihat sedang sibuk di meja kerja, Marco hanya menatap sekilas, lalu kembali bekerja. "Tatapan apa itu?" tanya Nalan ketus. "Mau ngapain?" tanya Marco balik tanpa melihat Nalan yang telah berdiri didepannya. "Marco, apa kau gay?" tanya Nalan blak-blakan membuat Marco sedikit memuncratkan air minum yang sedang diminumnya. "Apa? Kau gila? Datang-datang bertanya hal bodoh," cecar Marco marah. Kemarahan sebelumnya belum redah, kini menambah percikan api lagi. "Lantas kalau bukan karena kau gay, kenapa kau memilih hidup sendirian sampai sekarang tanpa pendamping atau pacar atau dekat dengan perempuan." Marco emosi, ia berdiri dari kursi dan menatap Nalan tajam. Tak habis dipikirnya, hanya karena alasan memilih lajang dianggap sebagai gay. "Jika kau tidak punya bukti, berhenti bicara omong kosong." "Aku memang tidak punya bukti, tapi dari perilakumu selama bertahun-tahun kau tidak pernah m
Read more
42. Kembali Ke Apartemen (Pov Nalan 3)
"Aaarrrggghh! Kenapa hari ini jadi sial rasanya? Bayangan memadu kasih bersama Serra kini pupus," racauku ketika tiba di apartemen. Ingin rasanya meluapkan mengamuk dan berteriak, tapi sadar sekarang bukan pada tempatnya. Kembali ke apartemen dengan keadaan lesu dan tak bersemangat, ingin kembali ke rumah susun lama. Namun, di sana sudah tak aman sejak kedatangan Mark, aku merasa ada yang mengawasi.  Sudah sejak lama, kasus di pelabuhan itu. Aku tak pernah lagi mengunjungi rumah susun tempat menenangkan diri dan menjalankan misi rahasia. Sepertinya harus mencari lagi rumah susun lain, minggu depan akan menjalankan misi dari Ketua dan aku butuh tempat untuk persiapan. Tidak mungkin di apartemen ini, mengingat ada Mayra di sini.  Kuputar gagang pintu, tidak terkunci sepertinya Mayra ada di dalam dan tak kemana-mana. Tidak kutemukan Mayra sa
Read more
43. Sakit Tapi Tidak Berdarah (Pov Mayra)
"Kau sungguh keterlaluan, Nalan. Aku istrimu, kenapa kau menyakitiku dengan kata-kata kejam seperti itu?" tanyaku bangkit dari ranjang dan mengepal erat tangan ini, mengejarnya keluar kamar. Kami kembali berdebat di ruang tengah, setelah pintu kamar kuketuk keras hingga membuatnya keluar dan menatap nyalang.  Aku tak terima dengan ucapannya, jadi, kuputuskan untuk menyelesaikan semuanya hari ini.  "Omonganku memang benar, meski kau istriku, tapi hanya di atas kertas. Sedikitpun tak boleh menyentuhku, jika kau lakukan itu lagi. Maka kau memang wanita murahan," hinanya dengan suara keras sembari membalikkan badan menatap ke arahku. Tak habis pikir dengan pikirannya, dia merasa wanita baik adalah pengganggu suami orang, sementara istri yang jelas sah dianggap murahan. Apakah otaknya sudah semakin rusak sejak kepergian, Serra?  "Kalau kau menganggap aku
Read more
44. Perasaan Bersalah
Mayra menangis seorang diri di kamar, menenggelamkan wajah ke bantal. Sungguh, teramat sakit kata-kata yang keluar dari mulut Nalan.  Ada perasaan lelah mulai menyelimuti, lelah dengan sikap Nalan yang tak ada habisnya bersikap kasar. Bukan hanya hati yang di sakiti, tapi fisik pun dia mulai berani. "Kenapa aku tidak bisa lepas dari jeratnya? Aku lelah, Mama," isak Mayra memanggil sang ibu. Amara yang tiba-tiba merasakan dadanya terasa sakit, saat mendengar bisikan tangis yang memanggilnya. Dia sedang tidur di kamar, tapi bisikan itu membangunkannya. "Suara siapa itu? Kenapa perasaanku jadi tak enak?" gumamnya lirih.  Seperti ikatan batin antara ibu dan anak, Amara merasakan suara Mayra yang sedang menangis tersedu-sedu. Pikirannya langsung terlintas pada putri kesayangannya. "Mayra," lirihnya. 
Read more
45. Permintaan Maaf Nalan
Nalan menarik tangan Mayra, mendudukkannya ditepi ranjang dan duduk di sebelah sang istri. Ada sedikit kecanggungan di hatinya, tapi demi mengobati memar dan bengkak di wajah mulus gadis itu, memaksakan diri untuk tetap tenang.  Terlebih lagi, pakaian Mayra yang agak tipis membuatnya susah untuk fokus. Belahan dada sedikit nampak, tapi Mayra terlihat biasa saja. Dia yakin Nalan tak akan tergoda sesuai yang pernah di bilangnya sewaktu di rumah sakit. Nalan membuka kotak obat, mengambil kapas dan menuangkan alkohol. Lalu, membasuhkan ke pipi Mayra, ia meringis karena tekanan yang sangat keras dari tangan lelaki kekar itu. "Awww!" "Ma-maaf! Aku terlalu kuat ya?" tanya Nalan gugup sekaligus lembut. Mayra sedikit heran dengan perlakuan sang suami yang suka berubah-ubah seperti cuaca.  "Ehm, ya! Biar aku saja," jawab Mayra sembari menga
Read more
46. Hinaan, Pertemuan Dengan Bryan
Jarum jam yang menempel di dinding putih, telah menunjukkan pukul 22.00 malam. Sejak, jam makan malam Mayra menunggu di ruang tamu hanya untuk menanti Nalan. Namun, batang hidung lelaki itu tak nampak sama sekali.  Seharusnya Mayra tak perlu menunggu atau berharap yang jelas saja itu hanya omong kosong belaka. Dia hampir kesenangan, tapi dibuat kecewa sejak tadi. Perutnya belum terisi apapun, karena Nalan berjanji akan membawa makanan pulang.  Cacing di perutnya sudah bunyi, meminta untuk diisi. Mengingat ini sudah sangat malam sekali baginya, ia tak bisa memesan makanan online. Memasak pun sudah tak ada apa-apa di kulkas, akibat kemarahannya tadi setelah di tampar. Jadi, Mayra mogok masak atau sekedar membeli makanan.  "Seharusnya, aku tak berharap lebih," gumam Mayra dengan raut wajah kecewa. Mau tak mau, ia harus keluar pergi mencari makan di luar. Tak mungkin tidur dalam k
Read more
47. Tanpa Sengaja Mengetahui
Bunyi dering ponsel manajer tersebut berdering, panggilan dari asisten sang pemilik Huaka. Tak menyangka jam segini, ia menelpon tiba-tiba. Tanpa perasaan ragu, segera diangkat. Bryan yang masih belum jauh berdiri, dapat mendengar suara syok dan kaget dari manajer angkuh itu. Tanpa berbalik, ia sudah paham apa yang terjadi. Dia menyeringai.  "Ap-apa? Saya dipecat? Apa alasannya, tuan?" Entah apa yang disampaikan oleh Isan pada bawahannya, tapi yang jelas. Tindakan arogan itu tidak benar, apalagi hanya seorang bawahan yang masih mengharapkan pekerjaan. Bukannya menjaga dengan baik, malah membuat diri sendiri terlibat masalah.  Setelah pembicaraan selesai, sang pelayan bertanya dengan cemas dan memaksa untuk segera minta jawaban. Melihat reaksi tak terduga dari manajer tersebut.  "Diam! Kamu perempuan, sial!?" gertaknya sambil mena
Read more
48. Menangislah, Jika Membuatmu Lega
Sepanjang jalan, Bryan hanya mendengar suara isakan dari gadis itu. Terpukul, syok dan tak menyangka, jika secepat ini Nalan ketahuan. Apalagi mereka memang menikah hampir sebulan, terbilang cukup baru.   Berbeda dengan Bryan, kala mendapati semua keburukan Serra. Tak ada air mata menetes atau sakit dirasakan, karena tidak ada perasaan sejak awal. Mayra memang sangat mencintai sahabatnya. Jadi, mewajari rasa sakit di hati gadis itu. Namun, apa yang bisa diperbuat? Diam, membiarkan menangis untuk melegahkan perasaan, jika itu yang terbaik.  Entah mengapa? Perasaan tak tega itu mencuat ke permukaan. Bryan benar-benar tak bisa membayangkan perasaan luka di hati Mayra. Dia juga ikut sedih, bukan sedih karena hubungan mereka. Melainkan, kesedihannya pada gadis yang duduk di sebelahnya.  Setelah sampai di sebuah pantai Ombak, tak ada orang pun di tempat itu. Hanya mereka berdua
Read more
49. Mencoba Meski Terpaksa
"Kenapa, kak Bay bertahan? Bukannya melepaskan?" tanya Mayra yang masih sulit mengerti pikiran Bryan.  "Alasanku cuma 2, demi Mama dan Nalan. Bertahan, karena tidak tahu harus beralasan apa! Sementara Nalan, dia sahabatku. Ingin membuka hati dan pikirannya, cara untuk menemukan bukti membiarkan Serra bersamaku," jawab Bryan panjang.  "Kenapa kakak harus sampai seperti ini pada, Nalan? Sementara dia sangat membencimu."  "Karena dia sahabatku sampai kapanpun, saat ini biarkan saja dia membenciku. Nalan tidak tahu yang sebenarnya, siapa lagi yang bisa membantunya kecuali aku? Marco sudah tak ingin ikut campur, karena ya kamu tahu sendiri bagaimana orangnya. Malas dengan lelaki bodoh seperti suamimu itu," kekeh Bryan, jika mengingat setiap perkataan Marco yang tetap kekeuh tidak ingin membantu Nalan.  "Kak Bay, kamu memiliki hati yang begitu baik. Kelak
Read more
50. Kembali Pada Serra
Nalan memang ingin sekali tidur bersama Mayra, itu sebabnya tadi ia menolak ajakan Serra untuk menginap di hotel setelah makan malam.   Entah mengapa sejak siang tadi, sehabis berciuman dengan Mayra, hatinya selalu ingin merasakan bibir tipis itu.  "Ngga! Kamu tidur di kamarmu, sejak kapan kamu mengakui hal itu?" tolak Mayra tegas.  Nalan tak memedulikannya, ia menarik gadis itu masuk dalam pelukannya. Dia tahu, Mayra sangat marah, jadi tak mengambil pusing setiap perkataan ketus yang terlontar.  Mayra memberontak minta dilepaskan, ia malas untuk sekedar dipeluk atau di sentuh oleh suaminya.  "Lepaskan!?" racau Mayra mendorong tubuh Nalan untuk menjauh darinya. Meski, sudah diingatkan untuk biasa-biasa saja setelah kembali ke apartemen. Namun, ia tak segampang itu melupakan rasa kecewa yang dibuat dua kal
Read more
PREV
1
...
34567
...
11
DMCA.com Protection Status