All Chapters of Benarkah?: Chapter 1 - Chapter 5
5 Chapters
FLASHBACK
FLASHBACKSemilir angin yang sejuk di sore hari benar-benar menenangkan hati yang tengah gundah gulana ditambah pula  secangkir kopi latte sebagai teman berhalusinasi atau mungkin teman yang menemani dikala hati tengah bimbang akan segala rasa yang sedang membuncah meminta untuk segera diluapkan—itulah yang dilakukan Ravelyn Maheswara, ayah Zahrin. Sesekali angin menerpa rambut putih Rav—panggilan ayah Zahrin, yang tengah duduk di kursi rotan yang disediakan di teras rumah. Rav kembali teringat kejadian 17 tahun yang lalu. Di saat orang tua Zahrin meminta dirinya untuk merawat Zahrin hingga dewasa, menyayanginya dengan setulus hati, tak hanya perihal materi tapi juga kasih dan sayang. Rav tidak tahu pasti apa alasan dibalik semua yang dilakukan orang tua kandung Zahrin, memang sudah sepantasnya Zahrin tahu bahwa ia anak angkat dari keluarga Maheswara. Saat kejadian itu, Rav dan Yara—ibu angkat Zahrin, memang ber
Read more
Ervan?
                       ERVAN?“A-ayah kenapa? Tenang aja yah, ntar kalau bang Ervan pulang biar Arin yang kasih pelajaran. Ayah jangan nangis, malu ih sama Arin. Bang Ervan bukan anak kecil lagi yah. Bentar lagi pulang kok.” Zahrin memegang tangan sang ayah dengan senyum manisnya. Bulir bening kembali jatuh di pipi Rav. Dadanya sesak tatkala mendengar penuturan Zahrin. Mengapa Zahrin yang begitu polos, yang disakiti oleh dunia ini. Zahrin yang lugu, polos, baik hati, ceria, periang, murah senyum, ramah bahkan perhatian. Apa yang salah dengan diri Zahrin, hingga dunia begitu kejam mempermainkan hatinya. Rav menghapus air matanya dan menatap bola mata hazel milik Zahrin begitu dalam. Tersirat beribu makna di dalam matanya. Sekarang, Zahrin bahkan mirip dengan istrinya. Mungkin, karna mereka yang mengasuh dan merawatnya sedari bayi. “Arin janji ya sama ayah jangan pernah
Read more
Lelaki itu?
 Usai dari makan malam bersama. Zahrin, Ervan, dan kedua orang tuanya kembali ke kamar masing-masing. Kamar ayah dan ibunya berada di bawah tangga, sebelah kiri. Sedangkan untuk kamar ART di bagian belakang tak jauh dari dapur. Setelah sampai di tujuannya. Zahrin merebahkan tubuhnya yang sudah lelah sedari tadi, mematikan lampu temaram jingga yang berada di atas meja, di samping tempat tidurnya. Jarum jam menunjukkan pukul 23.05 WIB. Samar-samar Zahrin memandang ke langit-langit kamarnya yang ditempelkan lampu berbentuk bintang yang tak terlalu terang, sebagai pengganti lampu temaram. Tiba-tiba saja Zahrin kembali teringat yang ayahnya katakan sore tadi. Namun, Zahrin buang jauh-jauh pikiran buruknya. Barangkali ayahnya takut terjadi sesuatu sampai mengatakan kalimat secara spontan. Sebelum tidur, Zahrin membaca doa terlebih dahulu. Memohon kepada Allah untuk dibangunkan Shalat tahajud nantinya dan semoga tak lagi kebablasan s
Read more
ABASYA AL-HAFIZD MUHAMMAD
              Abasya Al-hafizd Muhammad. Kafe inilah yang menjadi tempat dan awal mula pertemuan mereka berdua. Pria yang tak banyak bicara, dingin, cuek dan penuh misteri, hidup di bawah aturan abi dan uminya. Abasya melakukan semua yang diperintahkan dan diinginkan oleh kedua orang tuanya sebagai rasa hormat, patuh dan sayangnya. Abasya meyakini bahwa apa pun itu, pasti yang terbaik untuk dirinya dan agamanya. Ya, Abasya masih ber notabene  sebagai manusia biasa. Kadang, tak sesuai dengan yang diinginkan oleh dirinya. Ingin rasanya Abasya menolak. Tapi, kembali urung dan memilih diam. Selagi ia masih hidup bergantung dan dibiayai oleh orang tuanya Abasya harus patuh, tunduk dan diam atas segala keinginan orang tuanya. Setiap kali merasa tak suka dengan yang diinginkan orang tuanya, Abasya memilih pergi dari rumah dan berdiam diri(itikaf') di mesjid yang tak jauh dari ruma
Read more
Ketua osis?
                             KETUA OSISDilain sisi, Abasya menghabiskan waktu luangnya disudut ruang kafe, tepatnya diposisi Zahrin tadi,  yang ditemani laptop kesayangannya yang berwarna hitam, suasana riuh dan ramai kafe. Ah ya, jangan lupakan 2 asisten pribadi atau bodyguard suruhan umi dan abinya yang duduk tak jauh dari Abasya. Jika boleh jujur, sebagai makhluk sosial yang sudah beranjak dewasa. Abasya tak suka jika seperti ini. Terlalu overprotektif, menurutnya. Tapi.. Ah.. sudahlah'Kita tak punya hak menilai seseorang dan berasumsi sendiri, Apalagi perihal yang paling terdalam dari diri manusia (Hati).’--Abasya Al-Hafizd Muhammad—Tangan Abasya sibuk mengotak-atik keyboard laptopnya, mencari contoh proposal ajuan untuk kepala sekolahnya nanti mengenai pertandingan futsal. Semua harus selesai menjelang Senin, tepatnya besok pagi. 
Read more
DMCA.com Protection Status