All Chapters of Dunia Baru Sagara: Chapter 81 - Chapter 90
124 Chapters
81. Identitas Big Boss
Bruk!Orang itu menggebrak meja keras sampai barang-barang di atasnya beterbangan sedetik.“Itu orang emang sialan! Selalu berbuat sesuka hatinya tanpa berdiskusi apa pun dengan kita.”“Namanya juga bos besar, siapa yang berani melawan dia?”“Bos besar bau kencur! Umurnya bahkan jauh lebih muda dari gue tapi congkaknya luar biasa. Gue kadang mikir, kok bisa orang kayak dia dikasih kepercayaan buat jadi Big Boss di bisnis ini.”“Jangan sembarangan ngomong lu, kalau kedengaran sama orangnya bisa tamat riwayat lu. Walau bagaimana pun Big Boss itu pimpinan kita.”“Pimpinan yang selalu bertindak suka-suka. Sampai saat ini gue masih gedeg banget sama itu orang, bisa-bisanya dia ngangkat si Johan sebagai ketua Bandar padahal kinerjanya enggak seberapa bagus dibanding gue. Dia juga baru dua tahun gabung di bisnis ini, sedangkan gue? Gue yang udah lumutan ada di sini kagak pernah dianggap sama sek
Read more
82. Tak Lagi Suci
Damian meninggalkan ranjang yang sudah berantakan dalam keadaan telanjang. Ia mengambil kimono sutra warna hitam yang tersampir di pinggir ranjang. Gadis yang baru saja dipaksa melepas harga dirinya tengah meringkuk mengenaskan di balik selimut. Air kesedihan mengalir deras dari pelupuk matanya. tak ada isak sedikit pun dari tangis menyakitkan itu. Membuat keheningan membalut ruangan dengan sempurna.Damian memegang segelas wine, dia berdiri di depan dinding kaca sebuah Penthouse mewah yang ada di tengah kota. Tentu itu milik keluarganya atau mungkin bisa dibilang kediaman megah itu adalah miliknya. Sebuah hunian yang mustahil dimiliki remaja biasa. Damian meneguk wine-nya dengan khidmat, ia alihkan menyapu pandangan di luar sana dengan perasaan menang telak.Senyum iblis yang selama ini tak pernah dilihat penduduk Tribakti muncul. Betapa melegakannya jika Damian bisa bertindak sesuai keinginannya seperti ini. Tidak perlu ada sandiwara. Tidak perlu ada citra yang harus
Read more
83. Larut Dalam Gelora
Ningsih terdiam, beberapa waktu lalu, tepatnya selepas waktu magrib seorang gadis mendatangi Ningsih. Dia mengaku sebagai teman Sagara yang menginformasikan bahwa Sagara sedang menunggu Ningsih di sebuah kafe. Awalnya Ningsih tidak percaya dengan ajak gadis itu. Namun gadis itu menunjukkan pesan singkat atas nama Sagara, isi pesan itu menyebutkan bahwa Sagara akan menunggu Ningsih di kafe sampai jam tujuh malam.Ningsih ingin memastikan keberadaan Sagara pada kedua orang tua lelaki itu, sayangnya kediaman Sagara masih gelap dan tampak sepi. Seperti tidak ada orang di dalam sana. Ningsih pun tidak tahu betul apakah nomor pengirim itu benar-benar milik Sagara atau bukan karena dia tidak punya kontak Sagara. Selama ini mereka hanya sering mengobrol langsung, tidak pernah bertukar mengirim pesan atau hal sejenisnya.Polosnya Ningsih, dia mengiyakan ajakan gadis itu yang ternyata sudah merencanakan hal jahat. Ningsih pergi tanpa pamit pada sang ayah, dia dibawa menggunakan
Read more
84. Enam Lawan Satu
“Hei, ngapain lo di situ?” seseorang yang baru masuk ke ruangan rahasia berujar dari belakang Sagara yang tengah bersembunyi.Saking asyiknya mendengarkan cerita tentang Big Boss alias Damian, lelaki itu sampai tak menyadari bahwa ada orang lain yang masuk ke ruangan itu. Sagara bangkit, dia bersikap santai dan posisinya masih membelakangi orang yang menyapanya. Lima orang yang tadi mengobrol di tengah ruangan pun mengalihkan pandangan pada Sagara. Mereka mengernyit—tak mengenal pria bermasker yang tidak familier di mata mereka.Bugh!Sagara meninju perut orang di belakangnya saat ia berbalik. Sontak saja aksi itu mendapat atensi semua orang. Mereka berlarian menghampiri kawannya dan kompak menyerang Sagara.“Bangsat, siapa lo, hah?!”Tinju dari berbagai arah menyerang Sagara, gerakan lelaki itu cepat menghindar. Alih-alih kena pukul justru orang-orang itu yang harus menahan nyeri di sekujur tubuhnya akibat serangan Sa
Read more
85. Pelarian
Saga hendak melintas ke jalan yang sebelumnya ia lewati, namun dari arah sana terdengar derap lari orang yang lebih dari satu. Sagara putar arah ke sisi lain, Braga setia mengikuti lari sang tuan. Dia tidak bisa melindungi Sagara terus menerus dengan lingkaran pelindung karena batas waktunya yang hanya akan bertahan 10 menit. Lebih baik mereka melarikan diri dari sana sekarang daripada diam dan berlindung tapi ujung-ujungnya tertangkap juga.“Sial! Di mana pintu keluarnya?!” ucap Sagara mulai frustrasi karena sejak tadi pelariannya selalu bermuara pada jalan buntu.“Tenangkan dirimu Sagara, cepat berpikirlah!”“Tidak bisakah kau membantuku keluar dari sini, Braga? Aku benar-benar tidak tahu di mana jalan keluarnya. Semua lorong dan pintu di tempat ini tampak sama.”“Woi! Berhenti lo!” teriak seseorang dari arah belakang.Sagara mendesis, kemudian kembali berlari lebih cepat dari sebelumnya. Di persimp
Read more
86. Hujan Peluru
Sementara itu, Sagara baru saja mendarat dengan selamat di gedung seberang. Omen dan Badar menyambutnya dan mereka bersiap lari bersama.“Siapa yang menembak jangkar tadi, hah? Kalian mau membunuhku?” omel Sagara masih kesal.“Si Badar tuh, saya sudah minta dia buat hati-hati, tapi dasar dianya saja sembrono.”“Alah, banyak omong yang penting kan lu masih hidup. Teledor banget sih lu, Saga, kenapa bisa sampai ketahuan coba? Repot kan kita sekarang.”Mereka mengobrol sambil berlari menuruni tangga lagi. Ah, Sagara benar-benar muak dengan keadaan ini. Sampai kapan dia harus melewati tangga darurat? Tadi menanjak sekarang turun, sama melelahkannya.“Huhh ... huhh ... ceritanya panjang, nanti saja aku jelaskan.”“Bisa-bisanya ya kalian mengobrol, percepat larinya sebelum para penjahat mengepung gedung ini, astagfirullah!!!” kesal Omen, dia berlari paling depan bersama Braga.Sete
Read more
87. Maaf
Tyana melipat kedua tangannya sambil berdiri membelakangi ketiga laki-laki yang satu jam lalu baru ia selamatkan. Perasaan gadis itu campur aduk, antara khawatir, takut, kesal, dan kecewa pada semua yang terjadi malam ini. Tak pernah ia duga, rencana mengikuti sang ayah justru berbuntut aksi penyelamatan yang cukup heroik sekaligus membahayakan nyawanya sendiri. Tyana kecewa karena Sagara tak melibatkan dirinya dalam misi, ya, Tyana sadar bahwa dua sahabatnya tidak ingin dia terluka. Sagara dan Omen juga belum mengetahui bahwa sebenarnya Tyana mengetahui semua rencana balas, penyelidikan terhadap sang ayah, bahkan sampai fakta bahwa jiwa Sagara Wirantama terjebak di Ambarwangi pun Tyana tahu.Gadis itu ingin melampiaskan amarahnya pada ketiga laki-laki yang duduk berjajar di belakang sana, namun Tyana sadar bahwa ini bukan saatnya untuk saling menyalahkan. Bahkan seharusnya, dia yang disalahkan karena keterlibatan pak Amran dalam kejahatan besar yang terjadi di T
Read more
88. Pelangi di Kegelapan
Karena sudah terlalu malam, Sagara membubarkan perkumpulan kawan-kawannya. Meskipun esok hari minggu tapi Sagara tidak ingin merenggut waktu mereka terlalu banyak malam ini. Badar dan Omen juga pasti sangat kelelahan, semua bukti sudah di tangan, mereka hanya tinggal memikirkan langkah berikutnya esok hari. Saga pun belum sempat menceritakan fakta baru tentang identitas Big Boss yang selama ini mereka cari. Mereka sudah sepakat untuk kembali bertemu besok di rumah Sagara.Tyana mengantar tiga laki-laki tadi satu persatu ke depan rumahnya, sebenarnya mereka sempat menolak—apalagi Badar yang masih terlalu gengsi menerima bantuan dari Tyana—musuh bebuyutannya. Namun penolakan hanya tinggal penolakan ketika Tyana bersikeras ingin mengantar. Sekali lagi, gadis itu merasa bertanggung jawab pada keselamatan Sagara, Omen, dan Badar karena musuh yang mereka hadapi adalah ayah kandung Tyana sendiri.Mobil Tyana berhenti di halaman depan rumah Sagara, waktu sudah menu
Read more
89. Ajakan Ningsih
Keesokan harinya, Sagara sedang membantu Euis mengupas ubi jalar yang akan dibuat camilan ringan sembari menunggu kedatangan teman-temannya yang akan berkunjung siang nanti. “Kamu semalam pulang jam berapa, Ga? Kok Ibu enggak tahu.” “Jam 11 Bu, aku sengaja enggak bangunin Ibu, takut ganggu.” “Maaf ya, Ibu kira kamu jadi menginap di rumah Omen makanya Ibu sama Bapak tidur duluan.” “Iya Bu, enggak apa-apa.” Tok! Tok! Tok! Terdengar ketukan pintu yang memecah percakapan Sagara dan ibunya. Euis hendak membukakan pintu namun Sagara melarang. “Biar aku saja, Bu.” Euis mengangguk dan Sagara pun bergegas pergi ke area depan. Ningsih, gadis itulah orang pertama yang Sagara temukan ketika ia membuka pintu. Sagara cukup rindu pada tetangganya ini karena akhir-akhir ini dia sangat sibuk dengan misinya menangkap Big Boss dan mafia Tribakti lainnya. “Halo Sagara, maaf mengganggu waktumu pagi-pagi,” sapa Ningsih ramah seperti
Read more
90. Terperangkap
Sagara mengernyitkan kening, cukup tidak mengerti kenapa Ningsih membawanya ke tempat seperti ini. Sebuah gedung tua yang jaraknya tak jauh dari tempat toko buku. Setelah mendapatkan buku yang dicarinya, Ningsih memang sengaja mengajak Sagara jalan-jalan terlebih dulu. Dia mengatakan mereka sangat jarang bertemu akhir-akhir ini, Ningsih merindukan Sagara dan ingin mengobrol panjang lagi bersama laki-laki itu.Sagara yang memang senang berdiskusi dengan Ningsih tentunya mau-mau saja. Dia juga tidak berpikiran buruk terhadap gadis itu awalnya. Namun semua jadi terasa janggal sekarang, Saga merasa sikap Ningsih sedikit aneh—berbeda dari biasanya. Pikiran-pikiran buruk yang hinggap di kepalanya segera Sagara enyahkan. Ia yakin, Ningsih tidak akan berbuat macam-macam.“Ning, boleh aku tahu apa alasanmu mengajakku ke sini?” tanya Sagara, kembali berbalik menghadap gadis bisu itu.Ningsih bergeming sambil memandang dalam manik Saga. Terpancar jelas ki
Read more
PREV
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status