Semua Bab Dunia Baru Sagara: Bab 61 - Bab 70
124 Bab
61. Saling Jujur
Sabtu dini hari setelah Sagara bersenang-senang bersama ketiga kawannya, pemuda itu tidak bisa tidur nyenyak—memikirkan Omen yang bisa mendapat mimpi tentang kejadian buruk yang menimpa Saga. Kemudian Braga masuk ke kamar, menghampiri Sagara yang tengah kebingungan. Dia bertanya Sagara sedang memikirkan apa dan anak itu pun menceritakan semuanya.“Aku tahu ada yang aneh dengan kawan cerewetmu itu. Dia terlihat tidak tahu apa-apa dan lemah namun sebenarnya tidak begitu.”“Kau yakin?” Saga bersila di atas tempat tidur sedangkan Braga duduk di lantai.“Sangat, mustahil ada yang mampu melawan efek linglung dari cakaranku. Hanya orang-orang hebat yang punya ambisi hebat yang bisa terbebas dari efeknya.”“Apa menurutmu Omen orang yang berbahaya?”“Tidak juga, dia sama sepertimu. Disakiti di masa lalu sampai menyimpan dendam pada seseorang. Tujuannya masuk Tribakti untuk membalaskan rasa sakitnya
Baca selengkapnya
62. Mencari Bukti
Sagara tidak pernah tahu bahwa di Tribakti ada tempat semacam ini. Ruang kedap suara yang setiap sudutnya hanya diisi kegelapan. Bagaimana tidak gelap, ruangan itu dibangun tepat di bawah tanah. Untuk memasukinya Sagara dan Omen harus menggeser penutup gorong-gorong yang berat dan kotor. Tidak akan ada yang menyangka bahwa gorong-gorong yang dikira sarang tikus itu justru menyimpan rahasia besar seorang Sulaiman. Si Kacung tak berdaya yang begitu mudah dianiaya.“Tempat apa ini?” tanya Sagara sambil menyibak sarang laba-laba yang menghalangi jalannya.Omen memimpin di depan, ia kemudian menekan sakelar dan semakin tercenganglah Sagara. Rupanya ruangan itu bukan ruangan biasa, beberapa komputer berderet di meja. Peralatannya sungguh lengkap, seperti ruangan gamers yang beberapa waktu lalu dikenalkan Omen pada Sagara.“Kamu sudah memastikan lubangnya tertutup dengan benar, Ga?” tanya Omen, tangannya sibuk mengaktifkan beberapa komp
Baca selengkapnya
63. Penyusup
“Apa yang terjadi?” tanya Damian ketika mendapat laporan ada penyusup masuk ke ruang OSIS. Salah satu anggota yang piket hari ini menemukan beberapa barang yang tidak disimpan pada tempatnya. Belum lagi ada beberapa rak yang sedikit terbuka dan kertasnya menyembul tidak rapi. “Kayaknya ada yang masuk ruangan ini tanpa izin deh, Kak. Tadi pas kami masuk sini ruangannya memang masih rapi tapi ada beberapa posisi barang yang tidak sesuai dengan tempatnya. Aku yakin ada yang mindahin.” “Ada barang yang hilang?” Damian memastikan, mengecek beberapa properti dan barang berharga yang dimiliki anggota OSIS. “Kami sudah memeriksanya dan barang semua aman, Kak.” Damian termenung sejenak, “Oke, kita lihat CCTV, ayo kalian ikut saya!” Damian dan dua orang anggota yang menghubunginya tadi bergegas menuju ruang penjaga keamanan. Di jalan mereka sempat berpapasan dengan Sagara dan Omen. Mereka hanya saling menyapa tapi tidak banyak bertanya karena Sa
Baca selengkapnya
64. Ada yang Disembunyikan
Sore hari menjelang waktu magrib, Sagara dan Omen langsung berlarian keluar gedung sekolah ketika waktu pulang tiba. Dalam hati mereka bersyukur karena hari ini tidak ada rapat OSIS. Tyana yang hendak pergi dengan teman-teman perempuannya melihat dua orang itu berlarian. Dia menautkan kedua alis, Saga dan Omen seperti sedang mengejar waktu agar tak ketinggalan diskon belanja. Ya, tingkah mereka persis seperti para pengejar sale. “Apa yang kamu lihat, Tya?” tanya teman Tyana saat gadis itu mematung di depan pintu mobil yang terbuka.“Ah, tidak,” jawab Tyana langsung masuk ke mobil, diikuti temannya dan mereka pun melesat ke tempat tujuan.“Tya,” panggil Dini menyadarkan Tyana dari lamunan.“Ya, kenapa, Din?”“Kamu kenapa dari tadi melamun terus?”“Iya nih si Tya, kurang nyaman ya jalan sama kita?” tanya teman sekelas Tyana yang lain. Ada sekitar tiga gadis di mo
Baca selengkapnya
65. Perintah Big Boss
Ayus memeriksa ulang pesan yang dikirim Big Boss padanya, setelah memastikan berulang kali ia yakin sudah berada di tempat yang tepat. Alamatnya sesuai dengan yang dikirim sang Big Boss.Di depannya sekarang ada bangunan bekas stadion tua yang sudah tak terpakai lagi. Awalnya Ayus kebingungan bagaimana cara memasuki tempat itu karena sekelilingnya ditumbuhi ilalang tinggi. Suasana gelap malam hari dan minimnya  penerangan di sana membuat Ayus ragu untuk menerobos tempat yang belum dia ketahui ada apa di balik ilalang tinggi itu.Ting!Sebuah pesan kembali masuk, Ayus membacanya secepat mungkin.Big Boss:Lewat jalur utara, ada pintu masuk yang lebih aman. Terus maju sampai lo menemukan kursi merah dan sebuah rompi.Ayus mengikuti pesan sang Big Boss dengan terpaksa. Dari lubuk hati terdalam ia agak ragu mengikuti perintah  bosnya ini. Bagaimana tidak, tempat yang ia kunjungi sekarang sangat menger
Baca selengkapnya
66. Siapa yang Menyuruhmu?
Ayus mulai curiga orang yang menghubunginya datang ke sana bukan Big Boss. Ia sudah mencium gelagat aneh ini sejak awal, Big Boss tidak menjawab panggilannya malah terus mengirim pesan berikut perintah anehnya.“Jangan bilang kalian yang berpura-pura menjadi Big Boss?”Sagara dan Omen saling pandang, mereka bertukar senyum—memperlihatkan betapa lucunya ekspresi Ayus yang terjebak tipu daya mereka.“Kamu paham dia ngomong apa, Men?” Saga pura-pura tidak memahami pertanyaan Ayus.“Enggak euy, lo ngomong apaan sih, Yus? Big Boss siapa? Saya sama Saga tahunya Big Boss buku. Kalau cari buku ada kan di koperasi Tribakti tuh bejibun.”“Enggak usah pura-pura anj—argh!” Ayus berteriak keras, tubuhnya tersengat listrik tegangan rendah di bagian perut dan dada. Sensasi kesemutan yang ngilu menyerang tubuhnya sekarang.“Rompi apa ini anjing!” frustrasi Ayus kesulitan membuang rompi
Baca selengkapnya
67. Tikus Malang
Ayus terlihat kaget, dia tidak menyangka Sagara bisa mengetahui hal ini. Padahal rahasia ini sudah dijaga dengan sebaik mungkin sampai polisi saja tidak  bisa melacaknya.“Big Boss, dia yang menghubungi gue buat menjebak si Badar.”“Apa tujuannya melakukan itu?”“Gue enggak tahu.”Omen menekan tombol tegangan listrik, tubuh Ayus kejang-kejang lagi seperti penderita ayan kalau sedang kambuh.“Stop, Men, please! Argh!”“Makanya jawab yang jujur!” tekan Omen emosi.“Ayus, aku sudah memperingatkanmu sebelumnya. Kalau sekali saja kau berdusta dan membodohiku maka nyawamu taruhannya. Aku dan Sulaiman tidak bercanda. Kau tahu, rompi ini didesain khusus dengan tegangan listrik paling tinggi. Penderitaan yang kau alami sejak tadi tidak ada apa-apanya dibanding puncak yang akan kau dapat nanti—jika kau tidak bisa diajak kerja sama. Bukan hanya kulitmu yang aka
Baca selengkapnya
68. Mengungkap Jati Diri
Setelah sedikit bersenang-senang dengan Ayus, Sagara dan Omen menepati janji mereka untuk membebaskan anak itu. kemudian Ayus dipaksa menyerahkan diri ke polisi dan membuat pengakuan bahwa Badar tidak bersalah. Mau tidak mau Ayus melakukan perintah itu, dia tidak punya pilihan. Masa bodoh dengan ancaman Big Boss yang akan menghabisinya kalau identitas dia sampai terbongkar. Toh, sebenarnya identitas orang misterius itu masih aman karena Ayus sendiri tidak tahu dia siapa. Informasi yang bocor hanya seputar penjebakan sisanya masih terbilang aman.Bagi Ayus, penjara adalah tempat terbaik untuknya sekarang. Jika dia berkeliaran di luar bukan tidak mungkin antek-antek Big Boss akan menyerang dan melenyapkannya tanpa jejak. Belum lagi kemungkinan Sagara dan Omen bisa kembali menargetnya jika sesuatu yang tidak menyenangkan terjadi. Biarlah dia menerima hukuman sesuai dengan kesalahan yang dia buat. Diinterogasi polisi lebih baik ketimbang dia harus berurusan dengan Sagara dan Omen
Baca selengkapnya
69. Kisah Tergila
Badar mendengus namun membiarkan Sagara bersiap-siap membuka cerita. Omen pun ingin mendengar kisah Sagara dengan lebih detail, masalah Ambarwangi masih begitu bias di kepala Omen. Dia sulit percaya karena sungguh cerita Sagara seperti dongeng fantasi. “Perkenalkan, aku Sagara, seorang pendekar dari Ambarwangi yang biasa dipanggil pendekar Gara. Aku sangat terkenal di sana, mereka menobatkanku sebagai pendekar nomor satu di Ambarwangi. Namaku benar-benar harum dan selalu dipuja-puji seluruh penduduk kerajaan,” jelas Sagara dengan bangga sambil mengenang masa kejayaannya dulu. Omen dan Badar terdiam, mengerjapkan mata beberapa kali. Sagara seperti sedang kerasukan hantu paling narsis di alam gaib.  “Beberapa waktu lalu, aku mengalami musibah yang sialnya begitu mencabik harga diriku. Jujur itu adalah kejadian paling memalukan yang pernah aku alami tapi harus kuakui aku kalah dari musuhku. Seorang pria misterius menusuk dadaku dengan pedangnya hingga aku j
Baca selengkapnya
70. Dendam Sulaiman
“Kalau lo Cung, gimana? Lo juga enggak mungkin Cuma siswa biasa kan secara lo punya peralatan segini canggih yang mustahil dimiliki amatir.” “Mulut kamu tuh ya, Badar! Cung, Cung, inget! Si Ayus takluk karena rompi listrik buatan saya. Artinya kamu bebas juga karena saya.” Badar angguk-angguk antara mendengar dan tidak, mengakrabkan diri dengan Sagara dan Omen tidak sesulit perkiraannya. Perlahan namun pasti gengsinya juga memudar. Sejatinya dia memang tidak punya alasan pasti mengapa dulu suka merundung Sagara dan Omen. Mereka terlihat paling lemah dan sering menjadi bulan-bulanan penduduk Tribakti. Ya, Badar ikut saja untuk meramaikan hidupnya yang hitam. Dulu, dia berpikir membuat orang-orang susah adalah obat yang bisa menghalau sedikit rasa kecewa pada hidup yang dia miliki. badar tidak suka melihat orang bahagia jadi dia ingin orang-orang merasakan ketidaknyamanan dalam hidupnya persis seperti yang setiap hari dia rasa. “Tujuan lo apa, rencana t
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
56789
...
13
DMCA.com Protection Status