Semua Bab Love Is Complicated: Bab 11 - Bab 20
96 Bab
Dasar Tidak Peka
  "Entahlah ... terkadang. Aku tak memahami Jessica, sebentar-sebentar dia tampak bagai wanita yang memang kuidamkan. Namun dia kadang bertingkah sebaliknya, wanita yang liar. Terkadang, aku jatuh hati padanya, terkadang pula aku merasa menyesal mendekatinya," jelas Steve.   "Aku bahkan ragu akan perasaanku padanya," tambah Steve.   Lynn menatap Steve, jelas sudah raut kebingungan di wajah Steve. Lynn hanya menghela napas, merasa lega dan gusar sekaligus. Dia bagai pecundang.   "Kau sudah bertemu dengannya?" Steve hanya menatap Lynn tanpa membalasnya.   "Belum. Dia hanya menelponku semalam, nada bicaranya sedikit marah."Lynn mengerutkan kening lalu tertawa.   "Wanita siapa yang tak marah jika ditinggal sendiri di klub tanpa pamit?" sindir Lynn. Dalam hati, Lynn bersorak senang. Steve lebih memedulikan dirinya dibanding Jessica.   "Ya
Baca selengkapnya
Mendiamkan Jessica
"Steve!" Lynn yang bediri di depan pintu rumah Steve,  melihat Steve yang berjalan menunduk lesu.   "Kau darimana?" Lynn mengamati raut muka Steve yang sudah murung di pagi itu.    Steve tak menggubris pertanyaan Lynn lalu berlalu di hadapannya mendorong pintu. Lynn mengikut di belakangnya, Steve menghempaskan diri di sofa menerawang ke langit-langit rumahnya. Lynn hanya mengamati Steve, menunggunya membuka mulut.   "Aku baru saja bertemu dengan Jessica!" Steve menghela napas, terdengar berat.   "Dia benar-benar marah padaku. Bahkan mengataiku pria tak tahu diri, pria tak peka. Padahal selama ini aku terus mencoba memahaminya, memaklumi kegilaannya. Rose saja tak pernah mengeluh ...." Steve tersedak dengan omongannya sendiri, dia mengacak rambutnya. Dalam keadaan genting seperti ini mengapa Steve harus teringat dengan mantan kekasihnya, Rose. Dalam beberapa detik hening mengudara. &
Baca selengkapnya
Boleh Aku Bermalam di Rumahmu?
"Kau mengagetkanku!" Lynn memegang dadanya. Dia memang berdiri membelakangi pintu masuk, tanpa tahu Steve sedari tadi berdiri mengamatinya dan mengisenginya dengan menepuk bahunya.   "Maafkan aku!" ucap Steve sembari tertawa melihat kekagetan Lynn.    Keduanya berjalan berdampingan keluar, Steve merogoh sakunya, mencari kunci mobilnya. Sore itu, Lynn pulang bersama dengan Steve, Lynn memang sengaja tak membawa mobil ke kantor.   "Mampir makan?" tawar Steve.  Lynn yang memang belum lapar hanya menggeleng membalasnya. Mobil Steve melaju menuju rumah Lynn.   "Mau kujemput besok?" tawar Steve.    "Tak perlu!" balas Lynn lalu beranjak turun dari mobil.  Steve menurunkan kaca mobilnya, matanya mengikuti langkah Lynn memasuki halaman rumahnya. Steve mengerutkan kening melihat langkah Lynn terhenti. Tiba-tiba Lynn menjerit, jatuh terduduk di ha
Baca selengkapnya
Steve Akan ke Bali
"Rahasia," jawab Lynn dengan senyum yang terpaksa. Steve menaikkan satu alisnya lalu tertawa kecil menggeleng-gelengkan kepala. Pesanan Steve dan Lynn baru saja datang, keduanya menyantapnya dalam diam.   "Biarkan aku membayarnya kali ini, Steve," ucap Lynn sembari menahan tangan Steve yang sedang menyodorkan kartu debit pada pelayan. Steve mengerutkan kening menatap Lynn.   "Kumohon!" pinta Lynn.    Steve hanya menghela napas lalu menatap sekilas pelayan yang menyaksikannya, lalu Steve menarik tangannya. Lynn lantas merogoh tas kecilnya tersenyum menyodorkan dua lembar uang seratus.   "Sisanya ambil saja!"  pelayan tersebut tersenyum menundukkan kepala lalu berbalik.   "Temani aku belanja nanti sepulang kerja. Tak ada penolakan!" titah Lynn.   "Kapan aku menolakmu? Menolak perintahmu!" balas Steve terkekeh kecil.   
Baca selengkapnya
Boleh Aku Bermalam Juga di Rumahmu? (2)
"Mau bermain game?" tawar Steve.    Lynn mengangguk lalu keduanya berlari menuju ruang keluarga.   Keduanya memainkan game yang sangat mudah dimenangkan. Namun Lynn tak pernah bisa memenangkannya. Lynn berdecak sebal, Steve benar-benar tak memberinya celah untuk menang.     "Biarkan aku menang kali ini, Steve!" rajuk Lynn.    Steve tertawa bahkan mengusap sudut matanya yang berair. Lalu membiarkan Lynn menang. Lynn bersorak senang bahkan melompat-lompat akhirnya menang juga. Steve tiba-tiba menarik tangan Lynn menyuruhnya diam. Keduanya menajamkan pendengarannya. Steve lantas bangkit menuju pintu, tampak terdengar suara seseorang yang mengetuk pintu padahal waktu sudah menunjukkan hampir jam sepuluh malam. Steve membuka pelan pintunya dan terkejut setelahnya.   "Jessica?" Steve membatu di tempat mendapati Jessica yang berdiri menatapnya. Steve b
Baca selengkapnya
Jessica dan Godaannya
Jessica memang sedikit kesal karena Lynn menerobos masuk kamar Steve tanpa mengetuknya, merusak suasana panas antara Steve dan Jessica. Selain itu, kurang satu inci bibir keduanya akan bertemu.Jessica masih mengalungkan kedua lengannya di leher Steve tanpa berbalik sedikitpun melihat Lynn yang diam membatu.   "Ma-maaf, mengganggu aktivitas kalian. Aku akan keluar, silahkan lanjutkan!" ujar Lynn gagu setelah mendapatkan pengendalian dirinya. Lynn segera keluar menutup pintu, bersandar dibalik pintu sebentar menahan degup jantungnya lalu berlari ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Steve. Lynn mengunci pintu kamarnya, mengusap-usap dadanya menenangkan debaran brutal jantungnya. Lynn memukul-mukul kepalanya, merutuki kebodohannya.   Jessica kembali menyentuh lembut pipi kiri Steve, memberinya stimulus penyadar atas keterkejutan Steve yang ketahuan oleh Lynn.    "Steve!" panggil Jessica menggoda seraya menangk
Baca selengkapnya
Gagal Membujuk Steve
Lynn menghela napas, dadanya sesak antara perasaan lega dan kecewa. Lynn sendiri seolah menyalahkan Steve, seakan-akan pria tersebut memang sengaja memancing amarahnya. Terkadang, Lynn hanyut dalam buaian Steve, bagaimana Steve memperlakukannya layaknya ratu. Namun keduanya hanya sebatas sahabat. Disisi lain, Lynn menyalahkan dirinya sendiri kenapa harus dirinya harus jatuh cinta dengan Steve, sahabatnya.   Jika saja Lynn mampu mengungkapkan perasaannya tanpa harus kehilangan Steve karena perasaan sepihak Lynn. Persahabatannya yang terjalin lama akan hancur hanya karena perasaan sepihak Lynn. Namun, itu semua hanya angan-angan belaka terbang terbawa angin. Jika memang bukan takdir yang menyatukannya, Steve dan Lynn tak akan pernah bersatu. Lynn akan tetap terpuruk dalam perasaannya.   Satu hal yang disyukurinya ialah Lynn adalah teman paling dekat kedua Steve setelah keluarganya. Jika memang aku tak bisa menjadi pemilik hatinya, izinkan aku
Baca selengkapnya
Sisi Lain Jessica
"Minum?" tawar si bartender.    Steve menggeleng-gelengkan kepala menolak tawaran lelaki bertubuh atletis di hadapannya.    Sepuluh menit Steve duduk menyaksikan kerumunan orang-orang. Steve mengacak rambutnya, dia tak habis pikir, dari sekian banyak tempat kenapa kakinya justru masuk di tempat laknat ini. Steve beranjak dari duduknya hendak pulang, tapi langkahnya terhenti menatap sebuah punggung wanita yang nampak familier. Steve menajamkan penglihatannya.   "Jessica?" terka Steve.    Gaya pakaian dan kunciran tinggi rambutnya mirip dengan gaya Jessica waktu Jessica mengajak Steve ke klub dua bulan lalu. Steve memutuskan tak langsung pulang sebelum menuntaskan rasa penasarannya. Steve berjalan mendekati wanita yang membelakang tersebut.     Steve langsung berbalik membelakang tiba-tiba, lantas mencondongkan ke bawah topi hitamnya. Jessica tadi berbalik u
Baca selengkapnya
Lagi, Kembali Jatuh Dalam Sentuhannya
"Maafkan aku, Lynn. Aku akan menemui Jessica nanti jam delapan. Tunda saja belanjanya jadi besok!" ujar Steve.   "Kenapa kau tak mengatakan padaku jika kalian sudah baikan? Tak apa, aku akan berbelanja sendiri. Dah, semoga malammu menyenangkan," jelas Lynn tak memberikan celah bagi Steve untuk berbicara. Lynn melambai lalu berjalan menuju mobilnya.   Steve menatap bahu Lynn. Aneh rasanya. Steve mengedikkan bahu tak peduli lalu melajukan mobilnya. Steve memerhatikan tatanan rambutnya di kaca spion tengah mobilnya lalu keluar. Dia kini berdiri di depan rumah Jessica, memencet bel rumahnya hingga Jessica muncul dengan senyum lebar.   "Hai!" sapa Jessica menatap penampilan Steve yang masih utuh dalam setelan jasnya.   Steve hanya tersenyum tipis membalasnya, menatap tampilan Jessica yang berbalut dress selutut dengan belahan dada yang rendah.   "Aku sedari tadi menunggumu!" ujar Jess
Baca selengkapnya
Dare or Drink?
"Kurasa kau harus ikut denganku nanti. Kau harus melihatnya langsung!"   "Baiklah. Tunjukkan padaku nanti!" ujar Lynn lalu mendorong kursinya mundur kembali berhadapan dengan komputernya.   Liliana si pengantar berkas baru saja masuk ke ruangan Lynn, menyerahkan sebuah dokumen terbungkus amplop cokelat.   "O ya, undangan makan malam!" ingat Liliana membalikkan badan menyerahkan satu undangan untuk ruangan Lynn dan Leiss. Lynn menerimanya sembari berkerut kening. Liliana berbalik mendorong troli berkasnya menyeberang ke ruangan sebelah. Lynn buru-buru membuka amplop undangan tersebut. Leiss menatap Lynn bergantian menunggu isi undangan tersebut.   "Makan malam perayaan menang proyek!" Leiss manggut-manggut mengerti.   "Setelan hitam!" tambah Lynn. Setelahnya, kembali fokus menatap layar komputernya menunggu waktu istirahat makan siang.   Leiss menyapu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
10
DMCA.com Protection Status