All Chapters of FREL.: Chapter 71 - Chapter 80
84 Chapters
71. Terpuruk
"Sakit, Nek. Kakek, hiks ... sakit, Kek, sakiiit...." Rintihan itu terulang beberapa kali dari bibirku. Kukira itu kenyataan, namun, saat aku terbangun tanpa sadar aku masih menggumamkan kata-kata rintihan itu dan ada sisa air mata yang mengalir di pipiku. Kuhapus air mataku, lantas dengan cepat aku segera berlari menuju kamar yang akan kutuju. Aku melangkah ke dalam kamar kakek dan nenek. Gelap dan sunyi yang kudapati. "Kek, Nek, kalian di dalam?" Aku terus berjalan ke dalam kamar yang begitu gelap tanpa satu pun pencahayaan, sampai-sampai aku menabrak sebuah meja dan menjatuhkan sesuatu. Tanganku meraba dinding dan menekan saklar, membuat ruangan yang tadinya gelap kini terlihat terang. Sempat kulihat jam yang tergantung di dinding kamar menunjukkan pukul 1.00 dini hari
Read more
72. Kegelapan Mengintai
Aku berjalan di tempat gelap. Tak ada suara atau pun kehidupan selain sunyi senyap. Aku mencoba melihat sekeliling, namun hanya ada kegelapan yang teramat pekat. Kuberjalan dan terus berjalan, akan tetapi seperti tiada ujung. Seolah berada dalam sebuah ruang tanpa batas. Di mana ini? Kenapa gelap sekali? "Kakek?" panggilku. "Nenek? Kalian di mana?" Berkali-kali aku berteriak memanggil mereka, tetapi tidak ada satu pun yang mau menyahutku. Aku berlari ke sana kemari berharap ada seseorang yang mau membantuku. Namun, semuanya nihil. Ke mana kalian? Aku udah coba menemui kalian, tapi kenapa kakek dan nenek tetap nggak mau mendatangiku? Pikiranku kalut. Sebagian diriku berteriak-teriak memakiku, dan sebagian lainnya berdiam bagaikan bayangan dingin yang hitam dan begitu menyeramkan. Ak
Read more
73. Rahasia Besar Terbongkar
"Sekarang aku akan cerita semuanya," ucap Tante Viona. Lalu ia menutup mata sambil menghela napas panjang, seakan-akan ia mencoba mengumpulkan keberanian untuk mengutarakan sesuatu. Tiba-tiba Tante Viona menatapku dengan pandangan yang sulit aku artikan. "Kamu pasti pernah mendengar, di sekolah kamu dulu pernah ada cerita sepasang kekasih yang terpaksa berpisah karena perbedaan status ekonomi mereka. Kamu harus tahu, bahwa cerita itu benar adanya. Dan sepasang kekasih itu sendiri adalah Aditya dan Claretta." Tidak. Katakan ini bohong! Di sekolah memang tidak ada yang tidak tahu cerita itu. Cerita lama dan sampai sekarang masih menjadi pembicaraan di sekolah SMA Bakti Airlangga. Namun, aku masih tidak percaya jika cerita-cerita itu pun ternyata masih berkaitan erat dengan diriku sendiri. Tentang masa lalu orangtuaku. "Se
Read more
74. Kevan
Semuanya sudah berubah. Semua. Tidak ada yang tertinggal satu pun. Dulu, aku berusaha untuk tidak melepasnya dengan cara apa pun. Mencoba tuli, tak mendengar bisikan hati untuk menyerahkan dia padanya. Mencoba buta, tak melihat wajah sedihnya ketika terpaksa harus memilihku untuk dijadikan pilihannya. Mengabaikan perasaannya yang siapa pun jelas tahu siapa cowok yang ada di hatinya sejak lama. Kenn. Hanya dialah cowok satu-satunya yang gadis itu cintai. Kalian salah besar jika menganggapku terlalu baik. Dari semua cinta segi tiga ini hanya aku yang jahat di sini. Mencoba melakukan berbagai macam cara agar pemilik hatiku tak lepas dari genggamanku. Aku terlalu egois ingin memilikinya, tapi tak mau memahami perasaannya. Aku sadar dia mencintai Kenn. Aku sadar dari awal dia hanya mencintainya. Bukan aku.... Dari tatapan kebenciannya, aku tah
Read more
75. Kenn (1)
Bagi gue, definisi cewek di luar sana itu cuma satu ... memuakkan. Tingkah lakunya kerap kali bikin gue enek. Gue paling nggak suka ada cewek centil, apalagi kecentilan. Tahu apa bedanya centil dan kecentilan? Buka saja KBBI! Kecantikan dan gaya berpakaian selalu jadi prioritas utama memikat lawan jenis. Fungsinya rata-rata untuk menggaet cowok kaya agar bisa selalu memenuhi permintaan mereka. Orang hidup itu memang butuh materi, tetapi salah besar jika seorang cewek memperalat cowok untuk menguras uangnya. Kaum cewek kebanyakan berisik, manja, ribet dan menyusahkan. Oleh karena itu, gue selalu menghindar atau bahkan nggak mau terlibat satu pun dengan yang namanya cewek. Namun, semua anggapan itu berubah sejak gue kenal dia. Cewek yang sekarang menjadi salah satu hal terpenting di hidup gue. Awalnya, gue sempat antipati sama tuh cewek. Sama kayak cewek lain ... dia c
Read more
76. Kenn (2)
Gue berpikir keras. Mengapa setiap kali gue berada di dekatnya, emosi gue selalu meledak tiap melihat kelakuan bodohnya? Kenapa dia bisa buat gue marah di suatu waktu dan khawatir di detik selanjutnya? Apa gue punya perasaan khusus untuknya?   Nggak, nggak mungkin! Argh, dari mana pikiran konyol itu? Nggak mungkin gue suka cewek gila macam dia. Gue menggeleng kuat. Namun, semakin gue menyangkalnya, perasaan itu justru semakin mengganggu. Gue ingin mengabaikannya, tetapi bayangan cewek itu terus saja bercokol di kepala gue.   Gue sudah berpikir, berpikir dan terus berpikir. Akan tetapi logika dan hati gue selalu berlawanan arah. Pikiran gue buntu. Akhirnya gue merutuki diri sendiri dan berusaha mengalihkan pikiran, menolak menelaah lebih jauh perasaan gue. Hingga beberapa saat kemudian, terlihat Tomi dan Dara berlari mendekat. Menanyakan kondisi temannya yang masih berada di ruang operasi.
Read more
77. Kenn (3)
Faktanya, kemauan tak pernah bisa sejalan dengan perasaan. Gue menghindar, bersikap dingin setiap berpapasan dengannya, tapi bukan berarti gue nggak mau peduli lagi padanya. Diam-diam tanpa sepengetahuan dia, gue tetap mengawasi pergerakannya dalam jarak aman. Memperhatikan tingkah bodohnya menyiksa diri sendiri di sekolah. Hingga sampai pada kabar dari Tomi mengenai kakek dan neneknya yang meninggal karena tabrak lari. Menghilangkan gengsi, gue langsung pergi mencarinya. Gue mencari ke segala tempat yang belum didatangi Tomi dan Dara. Gue panik, sampai-sampai gue beberapa kali berputar-putar di area yang sama. Gue mengumpat kasar, merutuki kebodohan gue. Hingga satu nama itu terlintas di kepala gue. Kevan. Seketika gue menelepon Pak Ahmad meminta data alamat Kevan dan segera melesat ke rumahnya. Di sana gue dikejutkan kenyataan kebenaran hubungan Kevan dan Frel.
Read more
78. Keajaiban
Kalian percaya tentang keajaiban Tuhan? Jujur, dulu aku nggak pernah percaya dengan yang namanya keajaiban. Aku selalu merasa keajaiban itu hanya untuk orang-orang tertentu, dan itu bukan untukku. Akan tetapi, aku salah. Semua yang aku pikirkan selama ini salah besar. Suatu hari aku bermimpi bertemu nenek dan kakek. Kami duduk di suatu tempat yang sangat sepi juga asing, tapi bagiku begitu tenang. Aku tidur-tiduran di antara mereka berdua dengan posisi kepalaku di atas paha nenek, sedangkan kakiku dipijat oleh kakek. Kami bercerita banyak hal, atau lebih tepatnya akulah yang selalu melemparkan pertanyaan pada mereka. "Kek, pintu di rumah rusak lagi. Tiap dibuka bunyinya berisik banget kayak biasanya. Kata kakek mau benerin, kok sampai sekarang belum, Kek?" "Sekarang kakek nggak bisa, mintalah tolong sama Nak Kenn. Dia anak yang baik," jaw
Read more
79. Bangkit
"Hai." Tiba-tiba Kenn memasuki ruangan dan menyapaku dengan suara seraknya. Aku tersenyum menyambutnya. "Hai, Kenn." Ketika aku mencoba duduk, dengan sigap Kenn membantuku dan mengatur bantal untuk sandaran punggungku. Ia kemudian duduk di sebelahku, tanpa senyum sedikit pun. "Gimana perasaan lo sekarang, setelah lima hari berturut-turut menolak gue temui?" Aku tersenyum getir. "Bukan hanya lo, Kenn, tapi semuanya." "Selama lo koma, gue kayak orang gila. Setiap hari gue ketakutan lo nggak akan membuka mata lagi. Gue takut, lo bakal pergi ninggalin gue kayak Hendra," ucap Kenn. "Dan saat lo siuman, dengan seenaknya lo melarang gue masuk. Lo udah berhasil bikin gue nyaris gila beneran." Kenn tertawa hambar meskipun terdengar pelan. Sementara aku sontak terdiam. Kugigit bibir bawahku. Semenjak aku siuman, memang
Read more
80. Akan Ada Akhir
Tahu-tahu terdengar Abel bersorak girang. "Yeayy ... Kak Frel dan Kak Kenn mulai sekarang jagain Abel teruuuuus. Kak Reno di atas pasti senang liat Abel ada yang jagain. Horeeeeyyy...." Abel berteriak dan bertepuk tangan heboh. Aku dan Kenn ikut tertawa melihatnya. "Di luar udah banyak yang nunggu. Ayo, waktunya pulang." Kenn menggenggam jemariku dan mengajakku keluar. "Freeeeeeel...!" Baru aja pintu dibuka Kenn, Dara menerjang dan memelukku. "Gue senang akhirnya lo udah bebas." "Bebas? Lo pikir gue habis dipenjara!" Aku melotot, pura-pura marah. Dara cengengesan sembari meminta maaf. Sesudah itu Dara mengenalkanku dengan anak kecil bernama Dito—adiknya Kak Ari—yang usianya dua tahun di atas Abel. Sebenarnya sudah sering kali Dara bercerita tentang Dito. Mungkin aku belum pernah kasih tahu kalian siapa itu Dito, tapi yang jela
Read more
PREV
1
...
456789
DMCA.com Protection Status