All Chapters of Suddenly We Got Married (Series 4): Chapter 31 - Chapter 40
71 Chapters
BAB : 31
Seperti yang sudah direncanakan, Kiran pulang bareng Davian dan Arland ada tugas malam ini dan kemungkinan hingga dini hari. Sementara Ziel menemani Karelyn.“Mau makan?” tanya Ziel pada Karel.“Sudah tadi sama Tante,” jawab Karel.Ia duduk dengan kedua kaki yang berjuntai. Hanya tangannya yang sakit, bukan berarti satu tubuhnya ikutan sakit. Sedikit pusing saja, mungkin ini efek tranfusi darah, hingga tubuhnya butuh sedikit penyesuaian.Ziel duduk di kursi, menatap fokus pada layar ponselnya. Tiba-tiba benda itu diambil alih dengan cepat oleh Karel.“Karel …”“Katanya kakak mau menemaniku di sini, tapi kok sibuk sama hp terus.”“Menemani, bukan mengobrol, kan?”Langsung mengembalikan benda pipih itu pada Ziel. Nyebelin, bisa-bisanya dia membantah. Harusnya kan ngasih kalimat yang manis atau apa gitu untuk mengalah. Tetap, ya … meskipun Ziel sudah bilang sayang dan cinta sekalipun, sifat asli dia masih terus aktif.Karel merebahkan badannya, memejamkan kedua matanya perlahan. Berharap
Read more
BAB : 32
Setelah dirasa lebih tenang, ia memilih untuk kembali masuk ke dalam. Dan apa yang ia saksikan? Gadis itu justru masih berada di posisi duduk, menatap ke arah pintu masuk sambil menangis.Padahal ia tak marah, tapi ternyata sikapnya barusan membuat dia merasa jika dirinya marah. Segera menghampiri dan langsung memeluk Karel.“Aku nggak marah, kenapa menangis?”Memeluk Ziel dengan tangisannya yang bahkan ia rasa seperti mau kehilangan sosok dia dari sekitaran kehidupannya. Marah dan kesalnya dia mungkin tak terlihat, tapi kata-kata yang diucapkan Ziel padanya seperti sebuah sentilan untuknya.“Aku sudah jujur, tapi kakak seolah nggak percaya,” ucapnya masih terisak.“Aku percaya,” balas Ziel. “Aku percaya dengan semua yang kamu katakan.”Melepaskan diri dari pelukan Ziel, kemudian menghapus kasar kedua pipinya.“Jangan marah dengan apa yang akan ku jelaskan.”Ziel diam.“Kalau gitu aku nggak jadi menjelaskannya. Aku nggak bisa kalau kamu kesal padaku. Gini aja sikapmu sudah nggak enak,
Read more
BAB : 33
Membuka kedua matanya dan mengerjap-ngerjap ketika terdengar obrolan di sekitarnya. Mengusap matanya dan menatap ke sekitar, tampak Kiran dan Arland tengah bicara berdua.“Tante sama Om udah di sini.”Karel langsung bangun dari posisi tidurnya. Tampak selang infus juga sudah dilepas dari pergelangan tangannya. Benar-benar, ya … mode tidur yang seperti orang pingsan. Bahkan ia sedikitpun tak terbangun ketika jarum itu dilepas dari kulitnya.“Udah bangun, Sayang. Gimana tidurmu?” tanya Kiran menghampiri.“Nyenyak, Tante. Sampai aku nggak sadar infusku sudah dilepas,” ungkapnya menunjukkan tangannya yang hanya terlihat sebuah plester ditempel pada bekas jarum infus.Kiran terkekeh mendengar perkataan Karel.“Tidurnya ditemani Ziel, iyalah nyenyak. Om datang aja sampai nggak ada yang kebangun, loh,” sambung Arland.Haruskah ia merasa malu, tapi tidak juga. Ia juga pernah tidur di dekat Ziel juga kok sebelumnya. Namun tiba-tiba otaknya ia mengingat sesuatu.“Tapi Kak Ziel mana?” tanyanya.
Read more
BAB : 34
Seperti yang ia inginkan, dokter akhirnya memberikan izin untuknya pulang ke rumah. Tinggal menjaga bagian luka hingga benar-benar sembuh total.Di saat yang bersamaan, ponsel milik Kiran yang tergeletak di nakas samping tempat tidurnya berdering. Sedangkan si pemiliknya sedang keluar karena mengurus obat-obatan.Karel menyambar benda pipih itu untuk mengecek siapa yang menelepon. Yap, tertampang nama seseorang yang sedang membuatnya kesal saat ini. Kemudian meletakkan kembali benda itu dan membiarkan berdering sesukanya.Kiran kembali dan ternyata bersama dengan Arland. Ponselnya kembali berdering, hingga membuat Kiran segera menghampiri dan menyambar benda itu.“Hallo,” sahut Kiran.“Mama Dari mana. Aku telepon dari tadi loh, nggak dijawab-jawab,” ujar Ziel.“Mama lagi ke apotik, menebus obatnya Karel.”“Karel udah boleh pulang?” tanya Ziel.“Hmm, ini udah siap mau pulang.”“Dia mana, aku mau bicara.”Kiran menghampiri Karel yang posisi dia duduk di sofa.“Sayang, ini Ziel mau bicar
Read more
BAB : 35
Leo menutup buku yang ia baca dan beranjak dari posisi duduknya. Berbalik badan, mendapati gadis belasan tahu yang nyatanya adalah putrinya, tapi sudah seperti anak dari sahabatnya sendiri.Sebuah keputusan besar sudah diambil, itu artinya tak bisa balik dan menyesali semuanya. Ini demi kebaikan dari semua belah pihak.“Kenapa balik ke sini?” tanya Leo.Mendengar pertanyaan yang dilontarkan Leo yang ia pastikan tertuju pada Karel, tentu saja emosi Arland seakan langsung tersulut. Ingin membalas, tapi Kiran menahan niatnya hingga akhirnya memilih untuk tak merespon.Karel malah mengumbar senyumannya ketika mendengar pertanyaan itu dari Leo.“Kenapa Papa memberikan pertanyaan seperti itu? Aku anak papa, sudah sewajarnya kan jika aku ada di rumah ini? Malah justru mengherankan sekali kalau aku berada di rumah Om sama Tante.”“Setelah hal yang terjadi …”“Aku juga nggak menginginkan kejadian itu terjadi, tapi Papa kan yang menginginkan?” Karel langsung menyanggah perkataan Leo. “Setelah k
Read more
BAB : 36
Kiran dan Arland sudah berlalu pergi, kini tinggal dirinya sendirian di dalam kamar. Langsung mengunci pintu kamar dan terduduk lemas di lantai. Bersandar di sudut dinding, sambil menekuk kedua lututnya dan menumpukan kepalanya di sana.Rasanya capek, lelah dan kepalanya begitu sakit. Seolah serangan kuat sedang menghantam isi kepalanya.Yang tadinya begitu terlihat kuat dan baik-baik saja seolah tanpa rasa takut, kini justru sebaliknya. Tangannya gemetaran, bahkan suara tangis itu kembali terdengar.“Maafin aku, Ma. Aku tahu ini salah, tapi kalau nggak begini, Papa makin membuatku stress. Rasanya sakit sekali ketika papa bilang membenciku.”Di saat bersamaan, ponsel miliknya berdering. Menyambar benda pipih itu, tampak nama Ziel yang tertera di sana. Tak ingin menjawab, tapi entah kenapa ia selalu kalah jika berhadapan dengan Ziel. Seolah ingin menyembunyikan sesuatu pun rasanya bisa dia tebak tanpa harus ia katakan terlebih dahulu.“Hallo,” sahutnya perlahan.“Kamu nangis?”Ziel lan
Read more
BAB : 37
Jam menunjukkan pukul setengah sembilan malam, itu artinya sudah nyaris lebih dari satu jam dirinya berada di cafe ini. Tak melakukan apa-apa, hanya mengobrol dengan Giska dan Puja. Karena jika diam di rumah, justru membuatnya semakin sedih dan kepikiran akan masalahnya.“Balik sekarang?” tanya Puja.“Iya, Rel. Ntar Om Leo bisa marah kalau lo telat pulang,” tambah Giska.“Tadi gue juga nggak pamit waktu pergi, ya udah ketebaklah pulangnya gimana,” respon Karel santai.Padahal Puja dan Giska pikir tadi dia sudah mendapatkan izin keluar, tapi ternyata kabur tanpa izin.“Auto diamuk lagi lo ntar.”“Minta Kak Ziel jemput aja,” usul Giska.Seperti biasa, jika Ziel yang turun tangan, posisi Karel lebih aman. Karena Leo seolah melepaskan Karel begitu saja jika sudah bersmaa Ziel tanpa rasa takut ataupun curiga.“Kak Ziel nggak di rumah. Dia lagi pergi ke Sulawesi.”“Dih, pantesan lo rada-rada sensi juga perkara pembahasan kita tentang Kak Ziel. Efek ditinggal LDR toh,” ledek Puja.“Siapa yan
Read more
BAB : 38
Ziel mengantarkan Karel pulang. Sebenarnya Ziel berat melepaskan gadis ini meskipun pulang ke rumah dia sendiri, hanya saja ia tak bisa memaksa lagi jika pilihan inilah yang dia ambil.Sampai di halaman rumah, Ziel hendak turun dari mobil. Namun, Karel menahan niat cowok itu.“Kenapa?”“Kak, apa aku membuatmu terbebani?”Ziel menatap Karel dengan fokus. “Kenapa masih saja membahas hal itu? El, kamu masih belum yakin padaku, tapi mengatakan ingin melanjutkan hubungan itu denganku.”“Kakak hari ini ada kerjaan penting, kan. Bahkan begitu jauh posisinya. Tapi gara-gara aku menghubungimu, malah membuat kerjaan itu kamu tinggalkan dan kembali ke sini. Bagaimana kalau nanti kita ...”Ziel meletakkan jemarinya di antara dua bibir Karel, membuat kata-kata gadis itu terhenti seketika.“Sudah ku katakan, kan … kamu itu segalanya buatku. Bahkan demi kamu, pekerjaan bukanlah apa-apa. Jadi, ketika kamu sedih, apa mungkin aku akan mengabaikanmu?”“Kamu yang selalu ada untukku,” sahut Karel.“Sampai
Read more
BAB : 39
Setelah bicara panjang lebar dengan kedua orang tuanya, Ziel segera menuju kamar. Melepaskan kemeja yang masih ia kenakan dan bersiap menuju kamar mandi. Jam sudah menunjukkan nyaris pukul 12 malam. Kantuknya sudah hilang jika jam segini masih belum tidur. Ya, apalagi kalau bukan memilih bergelut dengan kerjaan.Segera mandi dan membersihkan diri. Perjalanan sekian jam, membuat tulangnya berasa remuk. Selesai mandi, kembali mengecek ponselnya yang ada di kasur.“Sudah jam segini dia masih online saja,” gumam Ziel langsung menelepon gadis itu. Ya, siapa lagi kalau bukan Karel.“Udah jam berapa ini, Rel. Kamu masih belum tidur juga. Katanya besok mau sekolah,” ujar Ziel langsung memberondongi Karel dengan omelannya.“Tahu tidak, Kak. Aku barusan habis perang dunia sama Papa. Rasanya seperti otakku mau meledak saat ini. Jadi, aku nggak akan bisa tidur. Kantukku seakan hilang seketika.”Sontak mendengar pengakuan dia, membuat Ziel ikutan snewen. Ini kalau dekat, suadah ia samperin dia. M
Read more
BAB : 40
“Apa, Sayang!? Tante di teras samping!” balas Kiran sedikit berteriak, membalas panggilan Karel dari arah dalam rumah.Karel menghampiri Kiran yang posisinya berada di teras samping. “Tante, bantuin,” ujarnya pada Kiran yang saat itu sedang menyiram beberapa pot pohon bunga mawar kesayangannya.“Zi, bantuin Karel bentar, Nak!” teriak Kiran memanggil Ziel, dengan posisinya yang masih membelakangi Karel.Ziel yang tiba-tiba muncul, malah tersenyum mendengar perkataan mamanya.“Mama yakin memintaku untuk membantu Karel ganti baju?” tanya Ziel sambil bersidekap dada, meminta kepastian pada mamanya.Seketika Kiran langsung balik badan, terlihat Karel yang datang masih mengenakan tanktop dan hot pants.“Masa Kak Ziel yang bantuin aku, Tan?” Karel memastikan perintah Kiran pada Ziel, sambil menunjukkan semua tetengannya yang berupa seragam sekolah juga.“Sebagai seorang anak yang patuh pada mamanya, aku bisa lakuin kok, Ma. Serius,” tambah Ziel menggoda mamanya.Kiran menggeplak lengan putra
Read more
PREV
1234568
DMCA.com Protection Status