Semua Bab Dinikahi Om Duda: Bab 91 - Bab 100
113 Bab
Kembali Ke Sekolah
Dua mobil mewah milik Carlos dan Raffael memasuki gerbang kediaman Xie. Revalina mengajak Bella turun. Rasa kagum dan malu bercampur aduk dalam diri Bella dan Rudy. Bagaimana tidak? Bangunan di hadapan mereka lebih pantas disebut gedung semacam hotel mewah dibandingkan disebut rumah, pikirnya. "Ayok, masuk, Nak, Pak," ajak Revalina. Bella dan Rudy membuka sandalnya. "Tidak usah dilepas, pakai saja," kata Revalina. Namun, Bella dan Rudy tetap membukanya karena mereka merasa sendalnya kotor.Revalina mempersilakan duduk dan memanggil Jumi untuk menghidangkan minuman serta menyiapkan makan siang untuk menjamu Bella dan Rudy. Suara derap langkah kaki menuruni anak tangga mencuri perhatian Bella. "Kak Bella!" seru Xiera mempercepat langkahnya. "Jangan lari!" kata Bella seraya berdiri dan menghampiri Xiera. Keduanya berpelukan dan saling bertanya kabar. "Gimana kabar kamu, Ra? Ap
Baca selengkapnya
Perpisahan Berujung Perselisihan
Satu minggu telah berlalu. Revalina sudah mencabut tuntutan terhadap Anjani atas dasar kasihan dan masih dibawah umur. Anjani dikabarkan pindah sekolah karena malu atas perbuatannya. Namun, Anjani tetaplah Anjani, tidak ada kata maaf yang ke luar dari mulutnya kepada Revalina, Xiera maupun Bella. Gadis itu hilang bak ditelan bumi.Tepat hari itu pula Aldevaro akan berangkat ke Surabaya. Rupanya Casandra tidak main-main dengan ancamannya. "Al, bangun. Mana kopermu? Ayok, Mommy bantu lipat bajumu," ucap Casandra sambil menggoyangkan tubuh Aldevaro. "Hemmm ...." Aldevaro hanya bergumam. "Ayok, bangun! Sore ini kamu harus berangkat!"Aldevaro membuka matanya perlahan. "Bisa nanti saja gak, Mom? Al gak enak badan.""Allaaahhh, alasan kamu saja!"Aldevaro bangun dan duduk bersandar. Ia meraih tangan Casandra dan menempelkan di keningnya. "Ck! Hanya panas biasa. Ayok, bangun, ah! Jangan manja! Kamu
Baca selengkapnya
Lengket Seperti Prangko
Malam menjelang. Langit bertaburan bintang dan rembulan memancarkan cahayanya membuat kagum siapapun yang memandang. Revalina tengah duduk di balkon. Matanya menatap langit, tetapi dengan tatapan kosong. "Sayang, kau di sini rupanya," ucap Raffael sambil memeluk Revalina dari belakang. Wanita itu tidak menjawab. Hanya isakan tangis yang jelas terdengar oleh Raffael. Raffael memutar tubuh sang istri agar menghadapnya. "Sayang, kenapa menangis?"Bukannya menjawab, Revalina memeluk erat Raffael. Tangisnya pecah. Raffael membalas pelukan sang istri dan mengusap punggung Revalina lembut. Revalina sudah merasa tenang. Ia melerai pelukan dan berkata, "Dari kecil Aldevaro aku urus. Jika ia sakit, maka aku merawatnya. Tak sampai hati aku menyuruhnya beranjak dari kasur. Tapi ... apa yang sudah Casandra lakukan sungguh membuatku sakit hati.""Coba hubungi Al, dari tadi aku hubungi ponselnya mati. Atau kau hubungi Alex," sambung
Baca selengkapnya
Rumus Rindu
Revalina meminta kepada Raffael agar segera menyelesaikan pekerjaannya karena ia ingin menemui Cecilia di rumah Cindy. Jelas, Revalina menemui mereka di rumah orang tuanya, karena sebelum Rian menikah, Carlos dan Cindy sudah mengangkat Rian sebagai putra mereka dan meminta kepada Claudia agar Rian memegang kendali di perusahaan Carlos. Restoran dan lainnya yang ada di Amerika, sudah Edward percayakan kepada adik dan sepupunya. "Iya, Sayang, sabarlah. Sebentar lagi, kok," ucap Raffael santai. "Kau ini rindu kepada Cecilia atau Rian?" lanjutnya dengan mata menyipit menatap Revalina. Revalina tersenyum jahat. "Tentu saja sama Kakakku yang tampannya, uuuuhhh  ... aku sungguh terpesona."Raffael mendengkus kesal mendengar pengakuan istrinya. Revalina tahu jika suaminya cemburu. Ia terkekeh-kekeh kemudian duduk di pangkuan Raffael dengan tangan ia kalungkan pada tengkuk sang suami serta dada yang ia busungkan. Dua gunung kembar nan besar
Baca selengkapnya
Cinta Tak Kenal Status
Di Surabaya, rupanya Aldevaro belum masuk sekolah. Pemuda tampan itu masih sakit. Sambil bersandar pada ranjang, ia membaca buku mengenai bisnis yang Casandra beri sewaktu di Jakarta. Sudah tiga buku yang selesai ia baca. Aldevaro mengembuskan napas kasar sambil menyimpan buku di atas nakas. Seketika ia terdiam mengingat ketika ia sakit dahulu. Teringat olehnya bagaimana Revalina memperlakukannya. Mama tirinya itu dengan sabar mengurus bahkan tak jarang menemaninya tidur. Aldevaro tersenyum mengingat itu semua.Krruuukk! Perut Aldevaro berbunyi pertanda perut harus mendapatkan isi. Sesungguhnya Aldevaro merasa malas untuk turun dari ranjang. Badannya masih terasa lemas. Perlahan, tubuh jangkung itu menapaki anak tangga. Namun, langkahnya terhenti tatkala mendengar Casandra tengah mengobrol dengan Antonio. Aldevaro bergegas berdiri di balik tembok untuk menguping. "Haaaah! Apa aku salah menilai Mama Revalina?" gumamnya, kemudian kembali k
Baca selengkapnya
Ikuti Permainan
Malam tiba. Mata indah milik Cecilia akhirnya terbuka, tepat pada pukul dua dini hari. Ia melihat ke samping kanan, rupanya Rian tengah tertidur pulas. Cecilia tersenyum karena bangun tepat waktu. Perlahan wanita itu turun dari ranjang, kemudian meraih ponselnya di dalam tas. Ia mengirim pesan kepada seseorang. "Sekarang!" Isi pesannya. Cecilia mengambil pakaiannya yang masih ia simpan di dalam koper. Perlahan ia membuka koper itu dan mengambil amplop berwarna coklat, kemudian ia simpan di atas nakas. Gegas Cecilia menutup koper kembali dan meninggalkan kamar. Kaki jenjangnya dengan hati-hati menuruni anak tangga. Sampai di gerbang, tentu saja pengawal Carlos bertanya ke mana hendak tamu tuannya itu akan pergi. Cecilia pun menjawab, "Saya mau pergi, Pak. Tolong buka, kan, gerbangnya.""Tapi, Non ...""Tidak apa, Pak. Ini masalah pribadi saya dan suami. Tidak ada hubungannya dengan Nyonya atau Tuan Carlos."Peng
Baca selengkapnya
Kesempatan
Satu bulan sudah berlalu. Revalina mendapatkan kabar melalui sambungan telepon dari Carlos jika kondisi Rian mengkhawatirkan. Bukan karena sakit, tetapi kondisi badannya yang kurus tak terurus. Kinerjanya pun menurun. Semua itu karena Rian memikirkan keberadaan Cecilia. Carlos mengatakan jika Rian sudah mencari ke segala tempat bahkan hampir ke seluruh penjuru Jakarta. Istrinya bagai ditelan bumi. Pun ia meminta anak buahnya di Amerika untuk mencari keberadaannya di sana. Nihil, Cecilia tidak ditemukan."Beritahu saja di mana istrinya, Nak," kata Carlos. "Pa, Rere udah janji sama Cecil kalo Rere tidak akan memberitahu Kak Rian."Terdengar oleh Revalina jika Carlos mengembuskan napas kasar. "Re, Papa mohon, beritahu saja kita jangan ikut campur urusan orang. Dan kamu tau? Kemarin Rian hampir saja terlibat kecelakaan. Dalam apa pun dia tidak fokus, Nak.""Baiklah, Rere akan beritahu Kak Rian, Pa. Kalo gitu Rere tutup dulu, ya. Bye, Papa."
Baca selengkapnya
Gula Jawa Rasa Coklat
Di kediaman Xie, putri kesayangan Revalina sudah berangkat sekolah diantar sopir. Namun, Revalina tampak gelisah. "Sayang, ada apa?" tanya Raffael. "Kok, dari tadi aku perhatikan sepertinya lagi mikirin sesuatu."Revalina yang tengah duduk di tepi ranjang pun menghampiri suaminya yang sedang mengenakan kemeja kerjanya. Revalina meraih dasi. "Aku kepikiran Xiera juga Cecilia."Raffael memandang lekat wajah sang istri. "Putri kita kenapa?"Revalina menjawab, bahwa dirinya mendengar sang putri memanggil seseorang dengan sebutan sayang di sambungan telepon. Xiera selalu tersenyum bahagia ketika mendapatkan pesan singkat. "Apa Xiera punya pacar?" Raffael tersenyum. "Ya ... paling juga cinta monyet.""Tidak! Jangan sampai itu terjadi!" tegas Revalina. Raffael membingkai wajah Revalina. "Aku juga tidak mau itu terjadi. Tapi, zaman sekarang itu sangat berbeda dengan zaman kita dulu. Dul
Baca selengkapnya
Jadi Pelacur Dadakan
Raffael dan Revalina baru saja tiba di Xie Company. Keduanya sudah memasuki ruangan. Raffael yang duduk di kursi kebesarannya, sedangkan Revalina menyiapkan teh hangat untuk suaminya.Revalina jadi bingung sendiri, apa yang harus ia lakukan di kantor. "Aku ngapain, dong, di sini?" tanya Revalina saat menyajikan secangkir teh. Raffael tersenyum. "Bawa kursi, dan duduklah di dekatku, Sayang. Pokoknya terserah mau ngapain."Revalina mengangguk dan mengikuti saran suaminya."Sayang, apa aku kerja aja, ya? Di sini atau di kantor papa, gitu.""No! Kau cukup di rumah saja. Pekerjaanmu cukup melayaniku dan mengurus anak saja.""Tapi, aku bosan. Xiera sudah besar dan kau setiap hari ke kantor. Apa aku buka butik saja atau salon? Kau, sih! Coba dulu aku punya anak banyak, di rumah pasti rame."Sejenak Raffael terdiam. Ya, memang dahulu Raffael yang mengatakan cukup satu anak saja. Ia tidak tega melihat Revalina kesakitan saat melahirkan.
Baca selengkapnya
Aldevaro Memilih
Jam weker melolong tepat pukul empat pagi. Revalina yang merasa lelah tidak terusik sama sekali. Berbeda dengan Raffael yang  tiada merasa lelah, malah badannya terasa bugar. Ia terbangun dan meraih jam weker lantas mematikannya.Raffael tersenyum melihat sang istri. Tangannya mengusap lembut pipi Revalina, kemudian mengecupnya. Wajah lelah Revalina sangat jelas terlihat. Kata maaf terucap dari mulut Raffael dengan pelan. Pria itu beranjak dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri.Tiga puluh menit sudah ritual mandi Raffael lakukan. Berbelit handuk putih di pinggang berikut handuk kecil yang ia gunakan untuk mengeringkan rambut, pria itu ke luar dari kamar mandi.Langit masih gelap. Sisa-sisa air hujan masih terlihat jelas di halaman rumah tatkala Raffael menyibak gorden. Embusan angin masih terasa dingin seakan-akan ia membawa bulir-bulir air. Raffael bergegas berpakaian. Cukup pakaian rumahan dulu saja. Ia berniat akan memasak masakan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
789101112
DMCA.com Protection Status