All Chapters of Dosa Termanisku: Chapter 61 - Chapter 70
161 Chapters
Bab 61
Gaun pesta berwarna putih tulang berenda di bagian dadanya tergantung di dinding kamarku. Aku langsung paham maksudnya, aku harus memakai gaun itu untuk pesta ulangtahun suamiku nanti malam. Tidak ada kabar saat ini darinya, dugaanku sekarang Pak Ardi dan keluarganya baru merayakan pesta pribadi mereka di rumah, dengan suka cita dan kehangatan sebuah keluarga.Aku akan maklum. Setidaknya liburan yang disiapkan Pak Ardi untuk kami yang tersisihkan cukup membuatku tenang, karena ada waktu untuk bersama tanpa gangguan dari pemirsa.Suara pintu gerbang yang terbuka membuatku mengintip dari balik gorden. Tina? "Maaf Bu Anna, dicari Bu Tina." "Ya, makasih Bu Mer." Aku keluar dari kamar seraya menghampiri Tina yang melihatku dengan lekat-lekat."Kenapa? Kangen?" tanyaku sambil cipika-cipiki dengannya. "Aku kangen." Tina mengelus punggungku pelan. "Suamiku ada di rumah besar suamimu. Dia memintaku agar kamu juga ikut serta d
Read more
Bab 62
Ibu, sebuah gelar yang disandang perempuan setengah baya itu sungguh mengguncang hidupku pagi ini bersama dengan perasaan yang bergemuruh di dada."Aku harus ke terminal mas, singkirkan lenganmu! Atau ibu bakal panik nanti." ucapku lembut seraya menyingkirkan lengan Pak Ardi yang membebani perutku."Kau sudah membuatku cemburu tadi malam, sementara sekarang kau mengusirku dengan cepat! Setega itu kamu, Anna." Pak Ardi menggeram, jika semalam aku bersenang-senang dengan Coki tanpa beban, pria yang mendatangiku pukul satu dini hari tadi harus menjadi pria hangat, ramah dan sempurna dimata semua orang selama jalannya pesta. "Sebentar lagi." ucapnya sembari mengeratkan pelukannya. "Saya masih belum tuntas.""Aku harus akting di hadapan Bu Farah, jadi tolong gak usah overthinking. Itu semata-mata agar dia tidak semakin curiga denganku." jelasku sambil menepuk-nepuk pipinya. "Terima kasih udah datang, tapi sekarang bangun dong, ibu bilang satu jam lagi
Read more
Bab 63
Aku sering mengalami momen-momen seperti ini. Dimana suka dan duka berada pada satu momen yang sama. Kalau dulu aku menganggapnya sebagai kejadian yang aku anggap, ya sudahlah nanti akan selesai dan baik-baik saja. Berbeda dengan sekarang, aku belum menemukan solusi terbaik untukku.Ibu bahagia dengan rasa ketertarikannya pada kota besar ini. Semangatnya yang membuncah untuk tamasya membuatku ikut semangat untuk menemaninya jalan-jalan. Disisi lain, aroma bensin dan oli yang kerap aku hirup di parkiran membuatku mual dan muntah. Berkali-kali aku berdusta saat kemarin kami tamasya ke Monas, pasar Tanah Abang, Kebun Binatang Ragunan dan terakhir kami kesini, ke pusat perbelanjaan di daerah M.H Thamrin."Sebenarnya Ibu heran, Na. Setiap di parkiran kamu pasti muntah-muntah. Kenapa? Masuk anginmu tidak sembuh-sembuh?" Aku meringis sambil menyandarkan tubuh ke tembok. "Kayaknya aku alergi parkiran Bu, makanya muntah terus.""Alergi parkiran?
Read more
Bab 64
Aku butuh perisai untuk menghalau panah yang melesat ke jantungku. Semua terasa sulit bagiku saat ini, aku tidak bisa tenang saat Dito bersikeras mengikuti ke apartemenku.Perjalanan akhirnya membawaku bertemu lagi dengannya. Konon ku kira dia akan menyerah karena kisah kita yang tak seindah itu. Kisah kita banyak kendala, namun kasih sayangnya terlalu membekas di ingatanku. Caranya marah, bucin, kecewa, dan memperhatikanku terlalu melekat. Namun ia datang saat semua sudah terlambat. Aku sudah membuka lembaran baru dengan suamiku sebagai simpanan.Lebih menyakitkan mana? Aku tidak mengerti rasanya, aku jatuh terlalu cepat saat aku seharusnya berlari."Sebaiknya anda pergi! Bu Anna tidak bisa menerima tamu laki-laki di apartemennya!" usir si plontos saat kami turun di lobi apartemen kepada Dito. Dito masih memasang ekspresi tidak percaya, dan Ibu yang prihatin dengan kondisiku dan Dito marah-marah karena perilaku pengawal Pak Ardi tidak sopan.
Read more
Bab 65
"Dulu pipimu tembam, kenapa sekarang tambah tembam?" Kelopak mataku melebar, yang benar saja dia berkata seperti itu untuk pertama kalinya saat aku bersedia berbicara dengannya di bar yang ada di apartemen. Walau resah Dito tersenyum. Tajam senyumnya adalah obat yang sejuk. Dulu. Aku suka dan benci dengan senyuman itu. Benci karena slalu saja aku akan luluh kepadanya dan terus membebat perasan ini dalam hatiku."Kamu tau aku gak suka basa-basi, Dit." ucapku lemah. "Kita sudah selesai, kita sudah jauh melangkah dan jangan mengada-ada untuk kembali!" "Tenang, Anna. Aku hanya ingin tahu kabarmu, ternyata kamu jauh lebih baik daripada saat denganku dulu." Dito masih tersenyum.Tanganku dingin, jantungku seperti diremas-remas. Pikiranku langsung terbang jauh ke masa lalu. Masa yang masih terpatri dalam ingatanku bahkan aku bukukan. Dia pasti sudah membacanya dan merasa masih menggenggam harapan.Aku menopang dagu dan entah harus aku apakan Dito saat ini. Aku masi
Read more
Bab 66
Aku mengusap pipiku sebelum tersenyum getir sambil menatapnya."Segitunya?" "Kemarilah." Pak Ardi merangkul pinggangku dan menarikku mendekat, menempatkan kepalaku di dadanya sembari membelai punggungku. "Sepertinya pertemuan kalian tidak baik."Aku mengangguk pelan. Pelukannya adalah perasaan yang sangat luar biasa sekarang. "Tanpa aku bercerita banyak tentangnya kamu sudah tahu apa alasanku pergi darinya, dan satu fakta yang aku tahu barusan. Ibunya tiada setelah aku pergi malam itu." Aku meremas punggungnya. Aku begitu kacau hari ini, tiga tahun Dito kesepian, berjuang menyembuhkan lukanya atas rasa kehilangan dengan sendirian. Aku tidak menyangka bahwa ternyata yang aku harap Bu Susanti sembuh lalu bahagia ternyata salah. Dito hancur dalam satu hari. Aku tidak sanggup membayangkan bagaimana Dito menghadapi hari-hari terberat dalam hidupnya gara-gara aku."Aku harus gimana?" tanyaku sambil mendongak. Pak Ardi berhenti mengusap punggungku."Apa yang dia har
Read more
Bab 67
Dugaanku benar. Dua hari setelah pertemuanku dengan Dito malam itu, dia masih mengunjungiku di apartemen. Ibu jelas menerimanya tanpa ada kecurigaan apapun karena Dito memang berkelakuan baik. Tidak aneh-aneh dan slalu membawa buah tangan untuk Ibu. Kelakuannya yang seperti itu mengingatkan aku dulu saat dengan segala obsesinya. Cinta yang berlebihan kadang membuatku tidak nyaman meski dia baik, selama aku menjadi kekasihnya dia begitu menjaga perasaanku, membuatku berarti dengan caranya dan mati-matian tidak membuatku cemburu.Sementara sekarang, aku yang menjadi kedua harus mengalah dan tidak punya waktu banyak dengan suamiku sendiri. Keadaan ini sangat berbanding terbalik dengan apa yang aku jalani dulu bersama Dito. Sekarang aku percaya semesta bekerja dengan seadil-adilnya."Dito kok dicuekin, Na?" Ibu masuk ke di kamar dengan tampang hendak mencari kesalahan---ku."Aku mau kerja, Bu. Ini harus live streaming untuk acara bedah buku. Ada temanku juga, Coki. Kami har
Read more
Bab 68
Aku menyeka air mata yang seakan tidak ada habisnya keluar dari kelopak mata. Entah sudah berapa banyak rahasia yang Dito ketahui tentangku dan suami. Apakah sekarang ini Dito datang untuk mengancamku dan menyebarkan skandal ini? Tentu saja ada rasa ketidakterimaan dalam batinku meski itu bukan sepenuhnya salah Dito. Dia hanya membuntutiku atas dasar rasa rindu yang membekas pun juga menuntut kejelasan hubungan kami dulu yang sebenarnya Dito bisa memahami aku pergi karena terlalu sayang. Terlalu lelah berharap dengan ujung cerita yang tidak jelas.Aku mendongkak, berharap suamiku merasa ada yang tidak beres dengan istri keduanya, hingga ia mendatangiku dan memberi ketenangan. Aku tersenyum getir, mungkinkah bisa begitu? Perasanku pada Pak Ardi begitu dalam sekaligus bimbang. Kami saling memiliki, bahkan akan ada buah hati. Tapi begitu banyak hal-hal yang tidak bisa aku anggap sepele. Sekuat apapun aku dan dia bertahan dan seberapa rapat kami menyembunyik
Read more
Bab 69
Jika semua cerita kehidupan hanya berujung manis, jelas tidak akan ada nada sumbang dan kata cela. Jika semua cerita hanya berujung manis, jelas hidup tidak bergelombang.Sementara, aku membiarkan diri ini mencecap akhir yang bergelombang. Tidak manis bahkan indah. Meski, sejauh aku melangkah saat ini. Aku masih berharap, ada cinta sejati untukku. Namun, jika akan terus begini pada akhirnya. Mungkin ini takdir cintaku harus menikmati ini dengan berteman rasa sepi dan harapan. Bu Farah jelas sangat membutuhkan suaminya daripada aku sekarang. Aku meraih tas jinjingku dan kacamata hitam seraya keluar dari kamar. Ibu yang baru saja memasak nasi goreng yang konon katanya itu adalah nasi goreng kesukaan Dito sedang berdiri dan menyusun bekal untuk di bawa entah kemana hari ini. "Udah siap, Bu?" tanyaku sambil memantau raut wajahnya. Ibu yang nampaknya betah ada disini membuatku cukup tenang karena ada teman dan diperhatikan---meski caranya galak."Kit
Read more
Bab 70
Aku memasang kacamata seraya membuang muka ke arah panorama beton di sepanjang jalan menuju pemakaman di daerah pinggiran kota. Dimana pusara atas segala macam kenangan yang pernah terjadi antara aku dan Bu Susanti berada disana.Ternyata melupakan tak semudah kata dan mengetiknya di atas keyboard butuh rasa yang pernah terjadi, aku sudah mengungkapkan segala kegundahanku di sana, mungkin iya Dito sudah membacanya, mengerti, dan hmm..., Aku sesak, aku ingin pergi, dan pahitnya terasa lebih pekat saat mobil Dito sampai di lahan parkiran di depan luasnya pemakaman.Dito memiringkan tubuhnya, menatapku dengan tatapan hangat. "Ikut beli bunga dulu ya, Ann. Dulu kamu suka kan pilih-pilih bunga untuk mama. Aku harap sekarang masih."Aku menghela napas lelah. Banyak yang ingin aku bicarakan dengannya, tapi terbatasi oleh janji. Seolah apa yang terjadi saat ini tak memberi jalan bagiku untuk bertanya apa Dito tahu aku saat ini? "Boleh." Aku tersenyum dat
Read more
PREV
1
...
56789
...
17
DMCA.com Protection Status