Semua Bab Setan-Setan yang Merasuki Tubuh Suamiku: Bab 41 - Bab 50
133 Bab
41. Gamelan di tengah hutan
"Kalian berdua terkena pengaruh akar mimang. Sebuah akar pohon yang merupakan jelmaan mahluk gaib, yang sering menyesatkan orang. Jadi, meski sejauh apa pun kalian berjalan, kalian pasti akan kembali ke tempat semula." Jelas kakek tua itu. Sontak saja kaduanya terkejut mendengar hal itu. Bagas dan Andira saling pandang, tatapan keduanya pun seolah bertanya-tanya akan kebenaran hal itu. "Apa itu benar? Tapi apa yang di katakan kakek itu sama persis dengan apa yang aku alami." Batin Andira. "Lalu, bagaimana caranya agar kami bisa terlepas dari pengaruh akar mimang itu Kek?" Akhirnya Bagas memberanikan diri untuk bertanya. Kakek tua itu nampak berfikir. Beberapa saat kemudian, dia memberikan obornya untuk Bagas dan Andira. "Ambil ini dan berjalanlah mengikuti arah angin." Titahnya kemudian. Keraguan nampak jelas di wajah Bagas. Dia tidak mungkin membiarkan pria setua ini menyusuri hutan sendirian tanpa penerangan apa pun. "Lalu, Kakek sendiri gim
Baca selengkapnya
42. Pasar malam
Alunan suara yang di hasilkan dari perpaduan beberapa alat musik seperti bonang, demung, saron, gambang, kenong, slenthem, rebab, gong dan kendang itu mampu mengalihkan perhatian Bagas. Dengan penuh semangat, Bagas menarik tangan sang istri menuju arah suara tersebut. Semakin lama didengar, lantunan salah satu musik ansabel tradisonal itu semakin membuatnya terhanyut. Wajahnya pun berbinar, saat dari kejauhan dia melihat sekumpulan pria dan wanita dari berbagai kalangan usia tengah berkumpul di depan panggung yang berukuran cukup besar. Beberapa orang yang bertugas memukul alat musik juga terlihat asik mengiringi beberapa wanita berkebaya yang sedang memperlihatkan kemampuan menarinya. "Lihat, itu pasar malam. Kita ke sana yuk." Ajak Bagas menarik tangan istrinya. "Kenapa?" Tanyanya kemudian, saat sang istri malah menahan tarikan tangannya."Kamu lupa? Bukannya Kakek tua tadi sudah mengingatkan kita agar tidak menghiraukan apa pun yang a
Baca selengkapnya
43. Kembali
Berada di tengah keramaian pasar malam tersebut membuat hati Andira gelisah. Keanehan yang nampak Andira rasakan, membuatnya segera ingin pergi dari kerumunan itu. Apa lagi saat ibu yang menjual sate menatapnya dengan sangat tajam, seolah tak suka jika Andira membahas sesuatu yang berkaitan dengan pasar malam ini. Andira mendekap tubuhnya dengan kedua tangannya. Atasan mukenah yang Andira kenakan seolah tak mampu menahan hawa dinginnya malam, padahal tidak ada angin sedikit pun di sana. Kegelisahan yang ia rasakan malah semakin memuncah kala para mengunjunjung pasar malam yang lain menatapnya dengan tatapan sinis. Andira lalu berinisiatif mendekat dan berbisik pada suaminya yang masih lahap menyantap pesanannya. "Pasar malam ini aneh, semua penjual dan pembelinya tidak ada yang bicara." Bisiknya pada Bagas.Braakk. Andira dan Bagas pun terkejut. Keduanya sontak menatap ibu sang penjual sate yang tiba-tiba menggebrak meja mereka. 
Baca selengkapnya
44. Sadar
Andira sudah kehabisan tenaga, rasa sakit yang ia rasakan di lehernya semakin terasa mengerat. Lehernya pun seakan mau patah dalam hitungan detik saja. Sekeras apa pun ia berusaha untuk membaca Ayat-ayat Suci Al-Quran, maka lehernya pun akan terasa semakin sakit dan sesak. Andira tak menyerah begitu saja, dia tetap berusaha untuk berteriak dan menyuarakan asma Allah dalam hatinya. "Aaaaaarrrgh..., astaghfirullah." Andira terduduk dan membuka kedua matanya. Nafasnya tersengal-sengal, dia mengedarkan pendangannya ke seluruh sudut ruangan dengan wajah yang heran. Ruangan bernuansa putih dengan satu tempat tidur itu nampak tak asing baginya. "Sayang, kamu sudah sadar?" Seorang wanita paruh baya mengalihkan perhatian Andira, wanita itu mendekatinya dengan wajah yang penuh dengan kekhawatiran. "Dokter, Dokter." Teriaknya kemudian. Sementara itu Andira masih terdiam di atas ranjangnya, dia mengumpulkan sedikit demi sedikit kesadarannya dan berusaha un
Baca selengkapnya
45. Takut
Terhitung sudah empat hari berlalu sejak Bagas dirawat di rumah sakit, namun sampai saat ini dokter masih mengalami kesulian untuk menentukan diagnosa apa yang tepat untuknya. Berbagai macam pemeriksaan pun sudah dia lakukan, mulai dari pemeriksaan fisik menyeluruh, pemeriksaan foto rontgen, sampai pemeriksaan elektrokardiogram pun ia lakukan. Namun semua hasil pemeriksaannya tidak ada yang mengarah pada penyakit tertentu.  Bahkan hasil grafik aktivitas kelistrikan jantung yang direkam dalam waktu tertentu dalam pemeriksaan EKG (elektrokardiogram) itu pun masih berada di batas normal. Dokter pun putus asa, dia bahkan menyarankan agar Bagas segera di rujuk ke rumah sakit yang lebih besar saja. Rumah sakit yang memiliki alat dan fasilitas yang lebih memadai dari rumah sakit itu. Namun saat dokter itu konsultasi tentang keadaan Bagas saat ini pada salah satu dokter spesialis jantung di sana, mereka pun angkat tangan. Menurut mereka, kondisi Bagas sa
Baca selengkapnya
46. Ghibah
Seperti biasa saat pagi menjelang, para ibu-ibu komplek selalu berkumpul di depan rumah mereka menunggu seseorang yang selalu membantu mereka untuk mengisi kebutuhan dapurnya, dia adalah mang Jaka si tukang sayur. Sama halnya dengan Leni, dengan mengenakan daster kesukaannya ia sudah nangkring sejak tadi di depan rumahnya untuk menunggu kedatangan si mang Jaka. "Pagi Bu Leni, sendirian aja nih? Mantunya nggak ikutan belanja sayur?" Tanya Ningsih yang tiba-tiba saja datang, entah dari mana."Waalaikumsalam, Bu Ningsih. Iya Bu, Dira sudah berangkat kerja tadi pagi." Jawab Leni sambil tersenyum. "Oh ya? Si Bagas ke mana? Kayaknya aku sering liat dia di rumah, emang dia nggak ngantor?" Tanyanya. Seperti biasa, sikap keponya selalu saja muncul saat melihat sesuatu yang tak biasa dari para tetangganya."Iyaa Bu. Bagas baru saja sembuh dari sakit, jadi sekarang istirahat dulu di rumah." Jelas Leni. "Sakit? Sakit apa? Tapi ak
Baca selengkapnya
47. Ilmu kebatinan
"Aaahh. Akhirnya selesai juga." Andira mengangkat kedua tangannya, meregangkan seluruh ototnya yang kaku karena lelah seharian bekerja. Meski matahari belum terbenam, tapi Andira sudah menyelesaikan semua pekerjaannya. Sebelumnya dia memang sudah meminta ijin pada Kevin agar bisa pulang lebih awal karena ada kepentingan. Dia segera merapikan barang-barang di mejanya dan membawa semua berkas yang akan dia berikan pada bosnnya. Tok, tok, tok. "Masuk.""Maaf Pak, saya mau berikan semua berkas yang berkaitan dengan perusahaan anak cabang." Ucap Andira sopan sembari menyodorkan berkas yang dia bawa ke hadapan Kevin. "Hmmm. Letakkan di situ saja, nanti aku periksa. Apa kamu mau pulang sekarang?" Tanya Kevin tanpa menatap sekretarisnya itu."Iya Pak. Apa Bapak butuhkan sesuatu?" Tanya Andira. "Tidak ada, kamu sudah boleh pulang." Titahnya kemudian. Setelah mendapat titah dari sang atasan, Andira pun langsung pam
Baca selengkapnya
48. Rumah tua
Mentari perlahan mulai terbenam, malam pun kini datang menyambut bulan. Semangat Bagas yang awalnya menggebu-gebu, ingin segera pergi menemui teman ibunya kini tiba-tiba sirna dan digantikan dengan rasa was-was yang kembali menghantui dirinya.  Namun Andira dan Leni tetap berusaha untuk membujuknya, hingga akhirnya Bagas bersedia ikut dengan mereka. Mereka memutuskan untuk pergi bertiga karena malam ini Ema harus lembur di kantornya. Setelah tiga puluh menit menempuh perjalanan, ketiganya akhirnya sampai di tempat tujuan. Mereka terkejut, sesaat setelah turun dari mobil mereka malah disambut dengan pemandangan yang membuat seluruh bulu kuduk mereka merinding. Tubuh ketiganya pun membeku menatap sebuah rumah tua yang berukuran cukup besar berdiri tegak di hadapan mereka. "Ibu yakin nggak salah alamat?" Tanya Andira.  "Entahlah, tapi jalan dan nomor rumahnya sama kok dengan alamat yang dikirim temen Ibu." Jelas Leni pada anak menantunya. Sejen
Baca selengkapnya
49. Suara melengking
Sugeng rawuh Mbah." (Selamat datang Mbah.) Suara seseorang memecah kekaguman Andira dan Leni, hingga keduanya pun menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria kurus yang mengenakan sarung serta peci terlihat melangkah menuruni tangga. Seikat tasbih yang terbuat dari kayu cendana juga nampak mengalung di telapak tangan kanannya. Keduanya mengerutkan kening, menatap pria yang terlihat sedikit lebih muda dengan pria berambut putih yang menyambut mereka tadi. "Mbah? Siapa yang dia panggil Mbah?" Batin Andira.  Seutas senyum nampak tersemat di wajah keriput pria bersarung itu, dia menyadari kebingungan yang dirasakan Andira dan Leni. "Silakan duduk Bu." Ucapnya kemudian.  "Eh, I-iya Pak." Andira terperanjat hingga tersadar dari lamunannya. Dengan bantuan ibu mertuanya, dia kembali memapah tubuh lemah suaminya memasuki rumah megah tersebut.  Baru beberapa langkah kakinya memasuki rumah itu, Bagas kembali mengerang kesakitan. Sel
Baca selengkapnya
50. Kiriman gaib
***Hawa mistis mulai menyelimuti salah satu rumah di Desa Kenanga. Di dalam sebuah ruangan yang bernuansa gelap, seorang wanita berambut ikal terlihat duduk bersila di depan sebuah meja kecil yang penuh dengan berbagai macam sajen yang di perlukan untuk memulai ritualnya. Bau menyengat yang berasal dari dupa yang ia bakar, mulai menyeruak memenuhi ke seluruh ruangan. Suasan ruangan itu pun terasa kian mencekam, kala pencahayaan yang ia gunakan sangat minim yang hanya berasal dari sebuah lampu kecil yang tergantung di langit-langit ruangan tersebut. "Kamu pikir, kamu bisa bahagia setelah apa yang kamu lakukan padaku?" Ucap wanita yang tak lain adalah Tari. Sebuah seringai licik pun  nampak tersemat di ujung bibirnya.Tangan kanannya kembali bergerak untuk menaburkan dupa pada bara arang yang ada di hadapannya. Lalu ia meraih buntalan kain yang berwarna putih yang ia gunakan untuk membungkus sebuah keris kecil berwarna emas yang ia dapatka
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
14
DMCA.com Protection Status