Lahat ng Kabanata ng Api Dendam Brianna: Kabanata 81 - Kabanata 90
92 Kabanata
Bab 81 - Sahabat Terbaik
~Brie~ Ishana memang tidak main-main dengan niatnya untuk memulai usaha tempat penginapan. Hotel ini jauh lebih besar dari yang aku bayangkan. Kepergianku ke Bangkok ternyata membuahkan hasil juga. Setiap detail yang aku dapat dari hotel tempatku menginap dijadikan inspirasi dan tidak akan ada yang tahu bahwa semua dekorasi, pemilihan perabotan, cat, juga detail lainnya dia pelajari dari sana. Dia pasti telah mengeluarkan banyak uang untuk merenovasi gedung ini. Tetapi hasilnya sebanding. Dan dilihat dari banyaknya orang yang mondar-mandir, dia berhasil melakukan promosi. Aku yakin pada akhir pekan nanti, akan ada banyak tamu yang check-in. Aku tidak percaya melihat pemuda yang mengantar kami menemui Ishana memilih lantai atas. Itu bukan lantai di mana kantor berada. Apa sahabatku memilih salah satu kamar suite untuk menjadi tempat tinggalku secara permanen di sini? Tidak mungkin. Kami memasuki kamar bernomor 501, dan aku mengan
Magbasa pa
Bab 82 - Rahasia Papa
Anak perempuan itu berambut lurus dan panjangnya melewati bahu. Wajah ovalnya cantik dengan mata bulat, hidung mancung, dan bibir tipis. Kulitnya putih dan tubuhnya cukup tinggi dengan wajah semuda itu. Mengapa anak ini memanggil aku mama? Dia menoleh ke arah Papa, lalu kembali melihat ke arahku. Aku ikut memandang Papa yang sedang menatap gadis kecil itu. Dia mengangguk pelan, lalu anak itu tiba-tiba saja memelukku. Aku melihat dia dengan bingung, lalu aku merasakan Papa menyentuh punggungku. Tidak. Ini tidak mungkin. Aku mendengar dengan jelas ketika mereka berkata bahwa bayiku telah meninggal dunia. Mereka bahkan mendonorkan organnya kepada bayi lain yang punya kelainan pada saat mereka lahir. Mama sendiri yang mengatakan semua itu kepadaku dan membubuhkan tanda tangan atas izinku. Jadi, bagaimana mungkin ada seorang anak perempuan memanggil aku mama? Aku menundukkan kepala dan melihat kepala anak itu yang berada di perutku. Tanganku gemetar saat menyentuh
Magbasa pa
Bab 83 - Berkumpul
Aku menarik napas terkejut mendengar panggilan itu. Pria yang duduk di sampingku hanya tertegun. Dia tidak memberikan reaksi apa pun untuk beberapa saat. Matanya menyapu wajah anak kecil yang ada di hadapannya itu secara perlahan. Aku pun melakukan hal yang sama. Bentuk wajahnya, hidung, bibir, telinga, rambut tebal hingga tinggi badannya mirip dengannya. Aku terlalu terkejut dengan kehadirannya sehingga tidak menyadari bahwa dia meniru hampir sebagian besar ciri fisik pria di hadapannya itu. Jadi, itu alasan aku merasa wajahnya tidak asing. Aku menoleh ke arah Papa, dia tersenyum kepadaku. Inikah sebabnya Papa memberi restunya begitu mudah kepada kami berdua? Papa sudah tahu bahwa aku dan Damian memiliki anak bersama. Memang tidak sulit untuk menebak pemuda mana yang mirip dengan Saoirse. Tidak akan ada yang bisa menyangkal bahwa dia dan Damian adalah ayah dan anak. “Oh, Tuhan.” Damian segera mengangkat anak itu ke pangkuannya, lalu memeluknya. “Oh, Tuhan,”
Magbasa pa
Bab 84 - Terlalu Baik
Makanan sudah hampir siap, Damian keluar dari kamarnya dengan wajah masih mengantuk. Wajar saja. Dia tidak berhenti menciumku sampai lewat tengah malam. Dia menyapaku, lalu memberi kecupan di bibirku sebelum ke kamarku untuk membangunkan putri kami. “Jangan marah lagi kepadanya. Dia masih terlalu muda saat semua itu terjadi. Dan dia tidak bisa sendirian melawan kedua orang tuanya juga orang tua teman-temannya yang ingin melindungi reputasi mereka. Kamu tahu sendiri bahwa mereka melakukan segalanya untuk menyembunyikan perbuatan jahat anak-anak mereka.” Kalimat Papa tadi kembali terngiang di telingaku. Aku tidak marah lagi kepadanya, aku bahkan tidak kecewa saat tahu dia adalah ayah kandung Saoirse. Tetapi mengetahui semua ini membuat aku semakin mengerti beban yang telah dia tanggung sendirian selama ini. Dia dan aku berada pada posisi yang sama. Aku dijebak oleh dua sahabatku, sedangkan dia oleh teman-temannya. Kejahatan mereka semakin biadab karena membiark
Magbasa pa
Bab 85 - Kejutan
~Damian~ Saoirse berenang begitu bahagia dari satu tepi ke tepi lain kolam renang. Aku tidak menduga bahwa dia bisa berenang. Keahlian apa lagi yang dimiliki anak perempuan ini? Dia masih begitu muda, tetapi dia tidak berhenti membuat aku kagum pada bakatnya. Yang tidak terduga adalah bagaimana dia bisa menyayangi aku begitu cepat. Kami bertahun-tahun tidak pernah bertemu sepertinya bukan fakta yang menakutkan baginya. Iya bagiku. Mendadak menjadi seorang ayah bukanlah hal yang menyenangkan karena aku tidak siap dengan ini. Aku harus mengubah begitu banyak kebiasaan buruk agar dia tidak menirunya, dan aku harus belajar dengan cepat untuk memahami dia sekaligus ibunya. Mengerti hati seorang wanita saja menjadi tantangan besar bagiku, apalagi dua. Aku kagum melihat Papa bisa menangani kedua wanita rumit ini dengan baik. Wajar saja, mereka adalah anak dan cucunya. Aku menarik napas panjang saat putriku berjalan mendekati aku. “Sayang, jangan berjalan sec
Magbasa pa
Bab 86 - Menjadi Satu
~Brie~ Hari ini adalah hari yang sangat membahagiakan bagiku. Pendeta yang baik hati itu mengumumkan bahwa aku dan keluargaku diterima sebagai anggota jemaat yang baru. Aku senang sekali karena pertemuan Papa dengan pendeta itu membuahkan hasil. Usai ibadah, aku dan Damian menemui pendeta tersebut di ruang rapat. Dia memberi kami daftar dokumen yang perlu kami siapkan sebagai syarat menikah. Begitu semua syarat dipenuhi, maka kami boleh menentukan tanggal. Sembari menunggu berkas dari orang tua Damian dikirim, dia memberi pilihan tanggal untuk melakukan konseling pranikah yang segera kami iyakan. Entah bagaimana Mama bisa membujuk papa Damian menandatangani surat persetujuan dari orang tua, kami menangis bahagia saat melihat tanda tangan dan namanya tersebut. Karena kami sudah mengikuti konseling dan tetap bertekad melangsungkan pernikahan, maka begitu berkas kami dinyatakan lengkap, pendeta setuju untuk menikahkan kami pada minggu berikutnya. Kami se
Magbasa pa
Bab 87 - Apa Adanya
Aku tidak membiarkan kekurangannya itu merusak suasana bulan madu kami. Ada banyak hal yang bisa kami lakukan bersama yang membuat pengalaman bercinta tetap menyenangkan. Beberapa kali dia berhasil membuatku mencapai puncak kenikmatan, dan wajahnya sangat bahagia. Bukan ini yang aku pikirkan sebagai solusi, tetapi dia tidak kelihatan keberatan hanya aku yang bisa menikmati setiap kali kami bercinta. Melihat wajah bahagianya, maka aku tidak mau membuatnya merasa sedih dengan merasa bersalah. “Aku mencintaimu, Ian. Apa adanya,” ucapku saat sekali lagi dia membuatku bahagia. “Aku tahu. Dan aku mencintaimu, istriku.” Dia mengecup keningku, lalu memeluk tubuhku saat kami berbaring bersama. Sesaat setelahnya, kami tertidur pulas. Bosan hanya berdua saja di dalam kamar dan melihat pemandangan itu-itu saja, maka pada Minggu malam itu, kami memutuskan untuk makan malam di restoran. Keluarga kami sedang makan juga, jadi kami segera bergabung bersama mereka.
Magbasa pa
Bab 88 - Tidak Sehati
Kami baru menikah selama satu minggu, membicarakan banyak hal mengenai masa depan keluarga kecil kami, mendiskusikan yang terbaik untuk putri kami, dan dia meminta aku untuk melakukan hal yang akan merenggut dia dariku? Apa yang sedang dia pikirkan? “Apa kamu sadar dengan apa yang baru saja kamu katakan?” tanyaku yang menatapnya dengan saksama. Inikah hal yang beberapa hari ini meresahkannya? “Iya. Aku juga sudah membicarakan ini dengan psikolog. Dia mendukung keputusanku, tetapi keputusan terakhir tetap ada di tanganmu. Kamulah yang menentukan segalanya.” Dia menatapku penuh harap. Aku menarik kedua tanganku dari genggamannya. “Aku tidak mau melakukan itu. Aku tidak akan menuntut suamiku sendiri. Apalagi kasus ini sudah sangat lama dan kamu sudah mendapatkan balasannya. Kamu tidak punya hutang apa pun lagi padaku,” kataku menolak. “Itu bukan hukuman, Brie. Aku tidak bisa selamanya lari dari jerat hukum. Hal ini yang menghalangi aku untuk bahagia. Kam
Magbasa pa
Bab 89 - Keputusan yang Berat
Aku menatap putriku yang tertidur pulas setelah aku membacakan sebuah cerita untuknya. Dia anak yang baik, tidak pernah sekalipun aku mendengar dia mengeluh. Kami baru saja beberapa minggu bersama, bagaimana aku tega merebut kebahagiaan ini darinya? Dia telah kehilangan kasih sayang orang tuanya sejak dia lahir ke dunia. Setelah dia begitu bahagia bisa tinggal bersama kami, aku tidak sanggup memisahkan dia dari ayahnya sendiri. Aku tidak mau putriku menderita seperti aku. Papa dan Damian tidak bisa melakukan ini kepadaku, kepada putriku. Apa yang kami miliki sekarang telah kami perjuangkan dengan mahal. Aku menikah dengan laki-laki satu margaku dan menentang adat, kami menanggalkan nama keluarga kami, dan kami tinggal jauh dari komunitas yang menjadi identitas kami sejak lahir. Setelah melalui semua tantangan, aku tidak mau berpisah dari suamiku. Namun apa yang kami jalani saat ini juga tidak sehat. Dia tidak jauh dariku, dia ada di sini di dekatku. Tetapi ka
Magbasa pa
Bab 90 - Penebusan Dosa
~Damian~ Aku tidak pernah menyangka bahwa aku bisa jatuh cinta semakin dalam kepada istriku. Aku pikir rasa cintaku kepadanya sangat dalam dan tidak akan bisa lebih dalam lagi. Tetapi aku merasakan sendiri pada hari ini bahwa hal itu bisa terjadi. Dia duduk di sana, di kursi saksi dengan wajah yang berani, mata menatap tajam ke seluruh penjuru, saat menjawab satu per satu pertanyaan yang diajukan oleh jaksa penuntut, kuasa hukum yang membela kami para pelaku, bahkan hakim. Meskipun sesekali dia bersuara berat mengulang kembali kejadian menyakitkan itu, dia tidak gugup apalagi bicara dengan gagap. Mendengar semua kalimat itu, aku teringat pada peristiwa pada hari reuni tersebut. Malam di mana untuk pertama kalinya, aku tahu siapa dia yang sebenarnya. Sikap teman-temanku masih sama, merasa layak untuk menudingkan jari mereka menyalahkan dia. Hari ini aku tidak melihat tatapan arogan itu. Foto-foto bukti kekerasan yang kami lakukan sudah cukup untuk memb
Magbasa pa
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status