All Chapters of Pesan Nyasar Dari Sahabatku: Chapter 21 - Chapter 30
119 Chapters
21
BAGIAN21POV NADIAAPAKAH DIA TAHU?           “Uhh ….” Aku mengerang lemah. Seluruh tubuhku rasanya nyeri plus gatal. Kulit ini seperti menebal. Alergi yang tak biasa, pikirku. Bahkan, aku hampir saja meregang nyawa sebab kesulitan bernapas. Kukira, aku hampir tewas. Nyatanya, kini mataku telah membuka sempurna meskipun masih terasa lemah.          “Nadia! Kamu sudah sadar?!” Suara yang sangat kukenal berseru. Aku menggeliat. Menatap ke arah samping kiri tubuhku. Tampak sosok yang begitu kucinta, tengah berdiri dengan memasang wajah senang.          “Mas,” panggilku lirih. Tangan yang terpasang infus mencoba menggapai-gapai wajah teduhnya. Oh, kekasihku. Kamu ternyata menjagaku terus. Aku padahal sudah sempat ketakutan kala bertandang ke rumahnya saat makan
Read more
22
BAGIAN22           “Oke, Va. Aku akan kembali ke kamar Nadia. Besok, mungkin aku agak telat datangnya,” jawabku kepada Eva.          “Iya, Ri. Selesaikan apa yang mesti kamu selesaikan. Aku nnati bilang ke anak-anak lain kalau semisal kamu memang jadi telat datang.”          Aku tersenyum. Merasa benar-benar beruntung memiliki rekan kerja sebaik Eva. “Makasih, Va. Makasih banget untuk semua dukungan dan bantuannya.”          “Sama-sama, Ri. Semangat, ya. Demi anak kamu. Ingat, jangan gegabah dan ngasal.”          “Iya. Bye, Eva. Assalamualaikum.”          “Waalaikumsalam.” &
Read more
23
BAGIAN 23BERMUKA MANIS DI DEPANNYA           Setelah semua tangkap layar berisi percakapan antara Mas Hendra dan Nadia berhasil kuunduh di ponselku, pesan yang dikirim dari Nadia ke kontakku pun langsung kuhapus semuanya. Untungnya, Nadia memang di awal sudah menghapus percakapan denganku, sehingga tak ada jejak yang tertinggal.          Bukti tangkap layar di galeri pun lekas kuhapus. Masuk ke tempat sampah, tempat sampahnya pun kukosongkan semua. Yes, semoga tak ada bukti yang bisa terendus. Aku juga harus bersyukur sebab Nadia juga sama-sama mematikan fitur terakhir kali dilihat pada WhatsAppnya seperti apa yang kulakukan selama ini. Jadi, saat dia membuka WhatsAppnya nanti, tak bakal ketahuan jika aku pernah membaca-baca pesan miliknya.          Segera aku keluar dari aplikasi WhatsApp dan kembali meng
Read more
24
BAGIAN 24DIA TAK TAHU AKU TERJAGA           “Jangan tersinggung, Nad. Namun, sejujurnya, penampilanmu yang sekarang benar-benar mengundang fitnah. Terlalu berani dan seksi.” Aku menjauh dari muka Nadia. Berjalan mundur dan memperhatikan mimiknya diam-diam. Perempuan itu benar-benar terhenyak setelah kuberi tahu. Ya, jangan marah. Ini fakta, kok! Coba aja ngaca beneran kalau tidak percaya.          “Nad, aku pulang, ya, kalau gitu. Kamu nggak apa-apa, kan, sendirian?” tanyaku padanya sembari tersenyum tanpa dosa.          “Iya.” Wanita itu menjawab agak ketus. Dia masih memalingkan wajah. Aku sih, tidak peduli.          “Pagi-pagi aku akan ke sini lagi. Mengurus semua administrasimu untuk pulang besok.”
Read more
25
BAGIAN 25GERIMIS HATI           Sekiranya lima belas menit aku bertahan di atas ranjang dalam posisi sama. Aku menahan diri untuk tak terburu-buru turun sebab takut jika Mas Hendra tak benar-benar pergi. Setelah kurasa kondisi aman, barulah aku beranjak.          Jantung berdebar kencang. Napas bahkan kutahan beberapa detik saking takutnya. Kubuka kenop dengan tangan yang agak gemetar. Saat celahnya terbuka sedikit, aku mengintip. Tak ada siapa-siapa di depan sana. Kondisi lorong menuju ruang tamu pun gelap gulita. Aku juga menoleh ke arah sebelah kanan tepatnya ruang televisi. Tak ada tanda-tanda keberadaan Mas Hendra juga.          Tanganku langsung mengepal. Benar, lelaki itu kabur, pikirku. Dia telah menghilang malam-malam. Entah ke mana perginya manusia bedebah tersebut.    
Read more
26
BAGIAN 26SENJATA MAKAN TUAN           Pagi-pagi sekali aku sudah terjaga dari tidur tak nyenyakku. Sumpah, semalaman aku tak tenang. Dihantui rasa jijik yang mendalam usai disentuh oleh suamiku sendiri. Betapa tidak. Jangankan hasrat, tersenyum pun aku tak bisa. Semuanya terasa seperti memuakkan. Semalaman dengan Mas Hendra di dalam kamar, seakan aku tengah di depan pintu neraka.          Sebelum Subuh, aku sudah mandi wajib. Saat azan berkumandang, buru-buru aku melaksanakan salat. Hal ini sangat luar biasa bagiku. Seumur-umur, salat Subuh adalah ibadah wajib yang paling sering aku tinggalkan. Wajar bila hari ini aku menangis dalam sujud terakhir. Bukan apa-apa. Terasa olehku betapa besar dosa yang telah bertumpuk di diri ini. Kusadari, ujian yang datang silih berganti merupakan azab bagiku yang kerap ingkar dan lari dari jalan Allah.  &nb
Read more
27
BAGIAN 27DIA MEMANGGIL SUAMIKU AYAH           “Awas kalau kamu berbohong, Mas!” Aku menghardik Mas Hendra. Pria itu hanya bisa mengangguk lemah sembari membuka kedua tangannya. Dia berniat untuk mengambil Carissa dari gendonganku.          “Ica, sini sama Ayah,” lirihnya.          Hanya sekadar akting atau dia benar-benar takut bila aku dan Carissa pergi? Huh, aku bahkan sudah tak bisa lagi membedakannya. Mas Hendra terlalu misterius dan licik.          Carissa yang sudah reda tangisnya, kini sodorkan kepada Mas Hendra. Pria yang masih acak-acakan rambutnya tersebut langsung tersenyum kecil saat tubuh Carissa sudah dipelukan.          Sekarang, tangisan Alexa yang malah semakin
Read more
28
BAGIAN 28RAHASIA BESAR           Selesai mandi, anak-anak kuberi pakaian. Awalnya, Alexa menolak kupakaikan baju miliknya yang kuambil dari rumah Nadia semalam. Dia bersikukuh mau memakai gaun warna lilac milik Carissa dengan model seperti yang dipakai tokoh kartun Sofia The First.          “Aku mau pakai baju itu,” kata Alexa sambil menarik gaun ungu tersebut dari gantungan lemari motif Hello Kitty milik Carissa.          Anakku yang kini tengah memakai baju sendiri, hanya diam, dan memandangi ke arah kami berdua. Mendengar rengekkan Alexa yang membuat kuping agak bising, aku pun rasanya mulai emosi juga.          “Alexa, jangan pakai baju itu. Kamu kan, mau ke sekolah sama Ica. Pakai bajumu aja, ya. Tante sudah jauh-jauh bawain dari r
Read more
29
BAGIAN 29KUPERMALUKAN DIA           Anak-anak sudah beres mandi, berpakaian, dan sarapan. Di meja makan, aku dan Mas Hendra tak saling bercakap. Hanya celoteh Carissa dan Alexa saja yang terdengar riuh rendah mewarnai ruang makan kami yang serba hijau ini.          Ada sesak yang menyaputi dada. Terlebih ketika kupandangi sosok Alexa. Di balik canda tawa gadis kecil tersebut, ada sejuta luka yang dia tanggung sendirian. Anak itu tak pernah menampakkannya di depan orang lain. Sebatas rengek, tangisan, dan jerit yang semata-mata ungkapan ekspresi atas luka batin yang selama ini dia pikul. Aku sedih bukan main. Mas Hendra dan Nadia, kalian memang pasangan teriblis yang pernah aku kenal di dunia ini!          “Aku berangkat.” Mas Hendra yang tidak menghabiskan sarapannya berupa sandwich selai cokel
Read more
30
BAGIAN 30MENGHILANGNYA HENDRA           “Aman.” Begitu ujar Hendra ketika melihat sang istri telah lelap dalam tidur.          Pria itu dengan sangat percaya diri, bergegas keluar dari kamar sambil berjinjit langkahnya. Pelan-pelan dia menapaki ubin. Bermaksud agar Riri tak terbangun dari tidur.          Hendra lega ketika dirinya berhasil keluar rumah. Ditolehnya ke belakang beberapa kali, untuk memastikan bahwa Riri tak menyusul di belakang. Hatinya memang tak tenang. Agak riskan, meski dia tahu jika sudah terlelap begitu, tandanya Riri tak akan terbangun-bangun lagi.          “Huh, selamat,” bisiknya pada diri sendiri sembari mengelus dada.          Pria itu pun dengan masih
Read more
PREV
123456
...
12
DMCA.com Protection Status