Semua Bab Petaka Dua Garis: Bab 51 - Bab 60
65 Bab
S2: 8
Bagian 8Setelah menjalani terapi dan rawat inap selama lima hari, dokter memperbolehkanku untuk pulang. Di rumah, bukan berarti aku bisa beraktifitas layaknya perempuan sehat pada umumnya. Aku diharuskan tirah baring penuh selama enam bulan ke depan. Berat? Membayangkannya saja aku sudah tak mampu. Namun, tak ada pilihan lain. Aku harus patuh terhadap advice dari dokter jika memang kondisi kesehatan ini membaik.            Kedatanganku di rumah, disambut meriah oleh seluruh anggota keluarga. Kamar yang kami tempati di rumah Ummi sudah dihias dengan begitu apik penuh balon-balon helium berbentuk hati yang diikat di tiap sudut tempat tidur. Kemudian ada ucapan selamat datang dari rangkaian balon abjad warna magenta yang di tempel di dinding atas kepala ranjang. Tak lupa, cake berbentuk persegi dengan lapisan pondan warna merah jambu yang di atasnya dibentuk karakter wanita berhijab dengan perut membesar bagai ibu h
Baca selengkapnya
S2: 9
Bagian 9PoV SelaSelamat tinggal rumah reyotku di kampung. Selamat tinggal juga bapakku yang pemalas dan cuma bikin susah orang saja kerjaannya. Ah, sekarang aku sudah enak banget tinggal di sini. Walau cuma jadi babu, tapi kok rasanya nikmat sekali, ya?            Rumah gedongan, wangi, bersih, bebas gerah. Belum lagi bisa nonton Youtube dan TikTok-an setiap malam abis kerja seharian. Eh, makanannya enak-enak pula. Belum lagi kalau ketiban rejeki liat yang bening-bening. Ehem, itu ... suami Mbak Mira yang kaya raja minyak dari Arab. Orangnya ganteng, badannya bagus, harum pula! Uwu banget pokoknya. Setiap aku liat dia, rasanya pengen meluk terus bawaannya.            Gimana nggak betah, coba? Hidup udah kaya di dalam surga. No bau kandang ayam, no gedoran di pintu dari anak buah rentenir yang kejamnya bukan main, dan no ejekan dari kawan-kawan
Baca selengkapnya
S2: 10
Bagian 10"Sel, tolong antarkan makanan ini ke kamar Mbak Mira." Kuberi perintah pada pembantu remaja kami yang kayanya ada sedikit penyakit gatal. Entah kurap bawaan dari kampung, atau gara-gara tampak olehnya anak tunggal kami yang tampan rupawan itu, aku juga tidak paham. Namun, setiap kuawasi, gadis ini selalu saja mesem-mesem apabila sedang berhadapan dengan Yazid atau kebetulan berpapasan dengan pria yang sebentar lagi bakal jadi bapak tersebut."Siap, Mi." Sela yang awalnya tengan mengelap meja makan, langsung cepat bergegas mendatangi aku di meja pantry depan dapur. Wajahnya seperti semringah dengan binar mata yang penuh kilau. Kenapa anak ini? Dia pikir, baru kubilang dapat harta warisan apa? Kok senangnya keterlaluan begitu."Ini kan, Mi?" katanya lagi sembari membawa nampan berisi mangkuk berisi makanan untuk menantu kesayanganku."Iyalah! Masa yang di dalam wajan panas itu. Buruan!" Aku agak marah. Selain kuranh sopan, anak ini sering bertanya
Baca selengkapnya
S2: 11
Bagian 11Tak terasa, 37 minggu 5 hari sudah aku mengandung. Bukan sebuah waktu yang sebentar untuk menanti kedatangan dua sosok malaikat penghuni rahim ini. Susah senang sudah kulewati. Tangis dan tawa pun telah kenyang dijalani. Dukungan suami, kedua mertua, dan orangtua di kampung pun terus mengalir deras hingga detik ini. Syukur selalu kuucap pada Illahi yang telah membuatku merasakan nikmatnya menjadi istri sekaligus calon ibu.Rumah terasa begitu damai sejak kepergian Sela dan ibunya. Aku benar-benar lega luar biasa. Ternyata, orang yang selalu kucurigai tersebut memang menyimpan sebuah niat buruk pada kami sekeluarga. Alhamdulillah Ummi bisa cepat mengetahuinya dan segera mendepak perempuan tak benar tersebut. Pelet yang dia inginkan, nyatanya tak bekerja sampai sekarang. Mas Yazid malah semakin lengket padaku dan mencintai diri ini dengan sepenuh hati.Kebahagiaanku makin bertambah kala Ayah dan Ibu datang ke sini demi menemaniku menghadapi persalinan se
Baca selengkapnya
S2: 12
Bagian 12Setelah seluruh rangkaian tindakan bedah sectio caesarea usai dilakukan, aku dibawa kembali ke ruang perawatan bersama dua bayi kembar. Bukan main senangnya hati seluruh keluarga yang menunggui proses persalinan luar biasa ini. Ummi dan Abi tampak menangis tersedu. Ibu dan Ayah pun juga begitu meski mereka tampak malu-malu memperlihatkan ekspresi keharuan tersebut. Mas Yazid? Jangan ditanya. Tangisnya paling kencang. Bahagianya membuncah. Kulihat dia menyempatkan diri untuk sujud syukur di lantai kamar VIP yang kutempati. Lelaki itu pasti sangat bahagia sekaligus lega kala mendapati anak dan istrinya dalam keadaan selamat.Momen paling haru lainnya adalah proses pelantunan iqomat pada kedua putri kembar kami yang sangat anteng berbaring dalam box kaca di samping tempat tidurku. Mas Yazid, Abi, dan Ayah secara bergiliran mengiqomatkan kedua gadis kecil itu. Mereka bertiga masing-masing membacakan kalimat suci itu ke telinga si kembar secara bergi
Baca selengkapnya
S2: 13
Bagian 13"Permisi." Suara seseorang terdengar diiringi dengan pintu yang dibuka. Kami pun langsung menoleh. Dua orang perawat datang sembari membawa troli yang di atasnya diisi dengan beberapa baki, alat, tensi, dan lain-lain."Bagaimana keadaannya, Bu? Ada keluhan?" Suster yang berwajah manis dengan kulit sawo dan perawakan sedang itu mendekat ke arahku. Sementara seorang perawat lainnnya, mulai mengeluarkan termometer dari bakinya, dan mendekat ke arah bayi kembar kami."Tadi menggigil, Sus. Namun, sekarang sudah berkurang. Bayi saya menangis terus. Apa mereka lapar ya, Sus?" Aku bertanya dengan wajah gamang. Cemas dalam hati ini sungguh tak dapat dipungkiri lagi."Bayinya sedang penyesuaian dengan alam luar, Bu. Alam rahim begitu hangat, nyaman, dan tenang. Tidak seperti dunia luar yang bising dan serba asing bagi mereka. Masalah lapar, bayi bisa bertahan tanpa minum selama 2 kali 24 jam. Kondisi anak Ibu pasca lahir juga semuanya baik. Segera menangi
Baca selengkapnya
S2: 14
Bagian 14“Ummi ....” Aku berusaha menggapai-gapai demi memanggil Ummi yang tengah berada dalam keadaan emosi.“Aku tidak apa-apa, Mi.” Air mataku benar-benar meleleh. Rasa terharu yang bukan main. Sedu sedan ini langsung tumpah ruah akibat rasa yang begitu dalam akibat kasih Ummi. Ummi yang memegang bungkusan berisi susu formula dan segala perlengkapan bayi lainnya, menjatuhkan bungkusan tersebut dan langsung menghambur ke arahku. Beliau menangis. Menumpahkan sebak air mata sembari menciumi pipi ini. Berkali-kali dia mengusap kepalaku dengan penuh kelembutan.“Ummi sangat takut kehilangan kamu, Mira. Ummi nggak mau kamu kenapa-napa.” Beliau berkata sambil tersedu-sedu. Tangisnya pilu. Aku tahu bahwa ini adalah sebuah kejujuran dari lubuk hati terdalamnya.“Mira juga nggak mau kehilangan Ummi.” Aku mengusap air matanya. Namun, air mataku yang malah semakin banjir. Kini kami saling menangis dan t
Baca selengkapnya
S2: 15
Bagian 15Ummi yang terlihat emosi, langsung menyambar ponsel Mas Yazid dengan tangan kanannya. Sementara tangan kiri beliau masih menggendong Zahira.“Halo, Din. Ini Ummi. Apa maksudmu ingin mengambil Sarfaraz dari kami? Kamu sengaja ingin membuat gonjang ganjing dalam rumah tangga ini? Ke mana saja kamu kemarin? Kenapa baru sekarang menanyakan anakmu dan ujuk-ujuk malah ingin mengambilnya segala?” Ummi luar biasa naik pitam. Suaranya tegas walaupun tak begitu nyaring, sebab Zahira sudah mulai terlelap lagi dalam gendongannya.“Maafkan aku, Mi. Bukan maksudku merusak suasana bahagia di tengah kehidupan kalian. Aku ... cuma ingin kembali hidup dengan Faraz. Itu saja, Mi.” Terdengar dari seberang sana, suara Dinda seperti canggung dan takut. Rasakan saja. Dia memang harus digertak oleh Ummi. Tidak tahu diri! Selama setahun belakangan ini, tak suah dia menelepon dan menanyai kabar anaknya. Saat kami sekeluarga telah begitu lengket dengan Sa
Baca selengkapnya
S2: 16
Bagian 16Pagi sekali aku bersama Mas Yazid dan Ibu sudah bangun akibat si kembar yang menangis minta disusui. Tubuhku yang kini sudah boleh miring kanan dan kiri serta setengah duduk, sekarang rasanya sedang tak benar-benar fit. Mengantuk dan migrain ini kambuh. Ya, kurang tidur. Semalaman pekerjaanku cuma menyusui dan menyusui. Lelah sekali dan hampir-hampir ingin kuberi saja mereka berdua susu formula agar aku bisa melanjutkan tidur. Namun, lagi-lagi rasa sayangku menjadi bertambah besar pada Zafira & Zahira. Aku tak ingin anakku mendapatkan susu formula, padahal stok ASI di payudara ini sedang melimpah ruah. Maka, kembali lagi aku mengalah meskipun imbasnya pada tubuh sendiri.Yang menginap di ruangan hanya Mas Yazid dan Ibu saja. Sedang lainnya beristirahat di rumah dan bakal kembali ke sini pada pukul sembilan katanya. Sebenarnya aku sangat kasihan pada Ibu. Bagaimana pun usianya sudah tak lagi muda untuk begadang dan mengurus dua bayi sekaligus. Namun, belia
Baca selengkapnya
S2: 17
Bagian 17“Siapa itu?” Abi langsung panik. Sarfaraz yang semula duduk anteng di sampingnya, langsung cepat memeluk sosok sang kakek yang juga tengah menggendong bayiku. Aku memandang ke arah mereka. Tampak jelas bahwa raut Abi dan Sarfaraz benar-benar sedang dalam kecemasan.“Pakai dulu jilbabnya, Mir.” Mas Yazid langsung menyambar selembar jilbab instan yang tersampir di sandaran kursi tempat dia duduk. Dengan serta merta, aku yang tengah duduk di tempat tidur segera memasangnya di kepala.Mas Yazid kemudian bangkit. Langkahnya tampak agak pelan dan ragu. Jantungku jadi berdegup kencang. Menanti wajah siapa yang ada di depan pintu sana.“Assalamualaikum, Mas.”Aku langsung melongok. Melihat siapa yang ada di balik pintu. Suara salam itu ... berasal dari bibir seorang wanita berpenampilan berbeda dari sebelum-sebelumnya. Dinda. Ya, dia kini berjilbab dengan gamis panjang berwarna biru laut. Ada dua lelaki yang me
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status