Semua Bab Cinta Untuk Suami: Bab 11 - Bab 20
41 Bab
Bab 11
Dengan tergesa aku mengambil HP ku yang berbunyi, aku tahu ini. Ini pasti bunyi alarm yang sudah ku setel tadi malam. Dengan cepat ku matikan alarm itu, sangat berisik.Aku duduk sambil menyandar di kepala tempat tidur, mengumpulkan nyawaku yang masih setengah tersadar.Mataku mengarah ke seluruh sudut ruangan, tidak ada. Si pria tua itu sudah tidak ada di dalam kamar. Ah, mungkin dia sudah bangun duluan.Setelah kurasa tubuhku sudah mendingan di ajak utntuk beraktifitas akupun langsung beranjak ke kamar mandi. Hah, rasanya sangat segar mandi pagi-pagi begini. Siap dengan acara mandi pagi aku langsung mengenakan pakaian yang sudah di tentukan untuk mengikuti OSPEK di kampus.Baju kemeja putih, rok hitam panjang selutut. Hah aku bersyukur tidak di suruh pakai yang aneh-aneh seperti masa-masa MOS di SMA dulu. Aku masih berdiri di depan cermin, sedikit mengernyitkan dahi. Merasa ada yang kurang dari apaa yang ku pakai. Tapi apa? Aku
Baca selengkapnya
Bab 12
Sesampainya di rumahku, langit sudah gelap dengan sempurna. Ternyata memakan waktu yang lumayan juga ya pulang ke rumah. "Makasih ya Nad." Aku sedikit berteriak sambil melambaikan tangan pada Nadia yang sudah beranjak pergi dari rumahku.Tidak ada jawaban, tentu dia sudah melaju dengan cepat. Dasar.Aku masih memperhatikan mobil Nadia smapia menghilang di tikungan jalan. Setelah puas melihat Nadia pergi, aku baru masuk ke dalam rumah.Ah, rasanya badanku sudah minta di baringkan saja. Aku ingin segera tidur di kasurku yang empuk.Begitu aku buka pintu Bik Inah langsung menghampiriku. Masih dengan senyum hangatnya, aku rasa Bik Inah ini selain suka memasak, dia juga suka menebarkan senyumnya ini. Untung dia sudah berumur, apa jadinya kalau dia masih muda. Bisa-bisa Om Aska suka pula dengannya. Hei Yara, kau kenapa terus-terus mengingatnya sih? Aku rasa otakku sudah terdoktrin dengannya. "Haduh kok lama ba
Baca selengkapnya
Bab 13
Aku duduk lemas di bangku, sambil membiarkan Bik Inah menyiapkan sarapan untukku. "Non yakin bakalan ikutan OSPEK hari ini?" tanya Bik inah."Yakin-yakin aja sih Bik, kan Yara udah sehat." Aku tersenyum manis padanya. Aku sudah merasa mendingan dari tadi malam. Bersyukur karena aku sakit tidak berlama-lama. Ya, walaupun masih agak sedikit pusing."Nanti kalau Non sakit di sana gimana?" Bik Inah memasang wajah cemas."Kan ada anggota PMR nya Bik." Aku mulai menyantap sarapan pagi ku. "Bibik gak usah khawatir, Yara kan kuat.""Kuat darimananya, baru begitu aja udah sakit," seru Om Aska yang tiba-tiba duduk si sampingku. Wakahnya itu, kenapa seolah-olah mengejekku?"Heboh banget sih." Aku menggeser bangku agar sedikit menjauh darinya. Aku tidak tahu, jantungku tiba-tiba saja berdetak cepat lagi hanya berdekatan dengannya. "Terserahmu kalau begitu, aku tidak mau bersusah payah merawatmu lagi nanti kalau kau sakit," dia menatap
Baca selengkapnya
Bab 14
Sama seperti semalam, hari ini aku juga pulang saat matahari sudah tenggelam di ufuk barat. Untungnya hari ini tidak terlalu melelahkan, kami hanya berkeliling sebentar melihat kampus, lalu para panitia mengajak kami melihat gedung fakultas yang akan kami gunakan untuk kuliah nantinya. Bosan? Ya jelaslah, tapi untung saja aku sudah punya teman yang di ajak bicara. Si Fanie, aku sudah ingat namanya. Hehehehe.Aku berguling-guling di lantai mencari bagian yang dingin dari lantai keramik ini. Kenapa rasanya sangat panas begini sih?Aku melirik sekilas pada AC yang terpasang di atas dinding, hidup. Bahkan angka di layar itu sudah menunjukkan pada angka 17°C. Biasanya aku sudah merasa cukup dingin.Pikiranku teralih saat pintu kamar terbuka, dan langsung terlihat sosok Om Aska memasuki kamar dengan wajah tripleksnya itu.Untuk sesaat pandangan kami sempat beradu satu sama lain, tapi dengan cepat dia langsung memutuska
Baca selengkapnya
Bab 15
"Om mampir bentar ya nanti di depan!" kataku saat Om Aska mulai menghidupkan mesin mobil."Depan mana?" tanyanya datar."Depan situ om!""Ngomong tuh yang jelas dong! Gak usah setengah-setengah kayak gitu, tunjuk gitu biar lebih jelas," dia ini kenapa senang sekali sih mengomeliku? Kali ini aku benar, dia sudah mirip sekali dengan ibu-ibu cerewet."Minimarket depan situ om!" Aku menunjuk ke arah minimarket yang letaknya di ujung jalan sana. "Ada yang mau aku beli, lagi butuh bangettt." Aku cengar-cengir di depan wajahnya."Ya ya ya," timpalnya dengan nada seperti mengejekku. Kalau ku pukul dia, dosa gak ya? Aku kesal sekali, baru saja tadi dia bersikap manis padaku. Ternyata sikap manisnya itu tidak tahan lama-lama ya. Dan lagi lumayan langka ternyata. Huh.Kami sampai di minimarket yang ku tunjuk tadi padanya, begitu sampai aku langsung turun tanpa mengatakan apapun.Beberapa langkah lagi aku akan sampai di pintu masuk,
Baca selengkapnya
Bab 16
"Ini beli di mana non? Kok enak gini ya rasanya," tanya Bik Inah yang duduk di seberangku, dia tampak begitu menikmati sate yang ku beli bersama Om Aska tadi.Karena moodku yang berubah jadi buruk, aku langsung menawari Bik Inah makan sate miliknya Om Aska. Karena di saat-saat seperti ini aku tidak akan sanggup makan dua bungkus sekaligus."Hehehe, bibi suka ya?" tanyaku balik tanpa menjawab pertanyaan dari Bik Inah."Iya non." Bik Inah tertawa pelan."Yaudah, kalau nanti Yara keluar lagi. Nanti Yara belikan, khusus buat Bik Inah," tawarku yang langsung mendapat jempol dua oleh Bik Inah."Eh tuan Aska mana non?" tanya Bik Inah kemudian."Bukannya tadi non keluar barengan sama ya?" lanjutnya lagi."Emmm itu." Aku bingung mau jawab apa."Itu Om Aska tiba-tiba mules, jadi langsung naik ke atas," jawabku yang tentunya seratus persen hoax alias bohong."Ooooo gitu, mau bibi beliin obat?" tawar Bik Inah yang menganggap serius
Baca selengkapnya
Bab 17
Apa ini? Kenapa aku merasakan jantungku terus-terusan berdetak seperti ini? Sekarang aku seperti tersadar, apa yang sedang terjadi padaku. Ini bukan pertama kalinya aku merasakan hal seperti ini. Dulu semasa SMA, jantungku juga sering berdetak tidak karuan saat aku berdekatan dengan orang yang ku sukai. Tapi, untuk sekarang. Tidak mungkin kan kalau aku menyukainya? Ini tidak mungkin. Ini tidak pernah terlintas sedikitpun di pikiranku. Karena aku menganggap memang pernikahan kami i i tidak akan mungkin bertahan lama, dan lagi dia juga tidak menyukaiku.Tapi sekarang. Aku meraba dada kiriku dan merasakan detak jantungku dari luar sini, benar. Semakin memikirkannya, jantungku semakin berdetak kencang seperti lajunya kereta api. Aw, mungkin aku agak lebay ya mengatakan itu. Tapi, itulah yang ku rasakan.Ya Tuhan, apa lagi ini? Kau tidak benar-benar akan membuatku suka padanya kan?Awas saja kalau itu s
Baca selengkapnya
Bab 18
Hari sudah tampak gelap, lampu-lampu yang di pasang untuk menerangi jalan juga sudah mulai hidup. Aku menengadah melihat ke atas, langit malam ini terlihat lebih gelap di banding hari kemarin. Awan-awan hitam mulai berkumpul di sana, menandakan sebentar lagi akan turun hujan.Ini sudah terlalu malam dibanding dua hari kemarin, dan kami baru saja selesai OSPEK di hari terkahir kami. Sedikit berlega hati karena besok tidak perlu bangun terlalu pagi dan di kejar-kejar oleh teriakan para senior di kampus.Aku dari sekian banyak mahasiswa baru masih di sini, di kampus maksudnya. Pandanganku lurus ke depan, melihat sekumpulan MABA yang sudah bersih-siap pulang dengan kendaraan yang mereka bawa ke kampus tadi pagi. Dan sebagian lainnya sudah mulai berjalan keluar gerbang dengan berjalan kaki. Mungkin mereka akan naik angkutan umum nantinya. Di malam hari seperti ini naik angkutan umum? Ku rasa adalah ide yang buruk. Kemudian
Baca selengkapnya
Bab 19
"Kamu kok diem aja sih Yar?" tegur Dion saat kami sudah berada di jalan raya. Sepertinya dia merasa sedikit bosan kalau aku terus-terusan diam tidak ngomong apapun tadi. Bukannya aku gak mau ngomong, tapi emang gak tau juga mau ngomong apa. Kami kan udah lama juga gak jumpa, jadi aku ngerasa kayak jadi canggung gitu lagi. Salah gak ya keputusan aku ikut pulang sama dia. Tapi kalau di pikir-pikir lagi, ah udahlah! Udah terlanjur juga. Udah mau sampai lagi ni.Aku menoleh padanya, sambil tersenyum tipis. "Hehehehe gak tau juga mau ngomongin apa," jawabku jujur sambil tercengir menampakkan gigiku."Ck." Aku mendengar nya berdecak pelan. "Kayaknya dulu kamu itu orangnya paling gak bisa diem deh, bahkan suka ngomong-ngomong hal yang gak penting lagi." Dion tertawa keras seolah-olah mengejekku."Eh kamu ya!" Aku memukul kuat lengannya. "Ha ini ni," dia melirik sekilas padaku, masih tertawa. "Ini kebiasaan kamu yang gak bisa hilang, suka bange
Baca selengkapnya
Bab 20
Aku mengarahkan tanganku ke dinding sambil terus meraba-raba, mencari saklar lampu.Klik. Seketika cahaya terang dari lampu menyinari kamar kami yang tadinya gelap gulita.  Aku menghembuskan pelan nafasku, lalu melihat ke arahnya yang kini sudah tergeletak di atas ranjang. Perasaan tadi dia di sampingku, dan pegang tanganku lah, terus kenapa dia tiba-tiba sudah sampai di sana saja?Hey om! Kau membuat jantungku deg-degan tau tadi. Tapi sekarang, huh.Setalah menaruh tas dan beberapa barang yang ku bawa ke kampus tadi, aku segera pergi ke kamar mandi. Aku sudah sangat gerah dan keringat juga sudah mulai membanjiri tubuhku. Aku sangat bersyukur karena walaupun aku sedang keringat, tubuhku tidak mengeluarkan bau-bau masam yang sangat menyengat. Aku menenggelamkan diriku di bathup sampai batas leherku.Awalnya aku ingin menikmati waktu mandiku yang sangat sebentar ini. Tapi, sekelebat bayang-bayangan te
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status