Semua Bab Terlambat Mencintai Lisa: Bab 41 - Bab 50
218 Bab
Episode 41. Serba Salah
Setelah berucap mengejek seperti itu, Revin berbalik dan mulai membersihkan sendiri beling-beling yang berserakan di lantai, lalu langsung makan tanpa meminta Lisa meladeninya. Sementara Lisa, dia mengobati kakinya. Untung dia sudah membeli kotak P3K, dan syukurnya juga, luka di kakinya cukup ringan. Lisa melihat Revin mengantar piring dan mangkuk kotor bekas lauk ke dapur. Dia merasa tidak enak karena tadi tidak jadi meladeni suaminya makan. Lisa pun melangkah pelan menuju dapur. Dia melihat Revin berdiri di depan wastafel. "K-kak, biar...aku saja yang mencucinya nanti," ucap Lisa kikuk. Revin menolehkan kepalanya menatap Lisa. "Siapa bilang aku mau mencuci piring? Besok ada pembantu mengerjakannya." Revin meletakkan piring kotor di wastafel. Mulut Lisa terbuka. "Aku sudah memberhentikannya, kak." Kali ini Revin berbalik badan dan bersedekap. "Kau pakai pembantu, tidak minta izi
Baca selengkapnya
Episode 42. Mabuk Lagi
Di rumah, Lisa menyalakan musik lalu melakukan pembersihan. Semua pakaian kotor dia masukkan ke mesin cuci. Dia melakukan pekerjaan rumah secara perlahan. Sebelum merasa capek, dia langsung duduk dulu sebentar. Bahkan di sela-sela pekerjaan, Lisa kadang berbaring di sofa. Lisa lalu melihat halaman kecil rumahnya, ada sampah daun, dia pun menyapu halaman dalam beberapa menit. Semua pekerjaan rumah dilakukannya dengan telaten walaupun memakan waktu cukup lama.   Setelah beristirahat kembali, dia mengambil beberapa buah mangga dari kulkas dan mengupasnya, dia potong-potong, lalu dilahapnya perlahan sambil menonton televisi. Lisa berupaya menikmati waktunya di rumah, walaupun rasa sedih selalu menggelayuti hatinya. Besok ia akan berencana ke kampus dan membuat permohonan cuti.   Selesai makan siang, Lisa tidur sebentar di kamar. Sorenya dia membuat puding buah. Lalu kemudian mandi. Habis itu, dia bersantai menonton televisi. Lisa mencoba memakan
Baca selengkapnya
Episode 43. Lisa Takut
"Brengsek!" umpat Revin seraya menendang pintu kamar Lisa. Bruaghh! Bunyinya cukup kuat. Lisa seketika menjauhi pintu kamarnya. Dia benar-benar sangat takut apalagi tadi Revin menyinggung soal perkosaan. Masih segar di ingatan Lisa betapa brutalnya Revin di malam pengantin mereka. Revin memerkosanya waktu itu. Tubuhnya sampai mengalami memar dan sakit semua di malam itu. Bahkan dia mendapat tamparan. Saat ini kandungannya sangat lemah, Lisa jelas tidak mau melayani Revin. Apalagi dokter juga sudah melarangnya. Beberapa saat kemudian, Revin menjauhi kamar Lisa, dia naik tangga menuju ke lantai atas. Jalannya semakin sempoyongan. Lisa masih berdiam menunggu beberapa saat lagi. Setelah itu dia mengintip keluar. "Di mana, Kak Revin?" gumamnya pelan. Tidak ada tanda-tanda kehadiran suaminya di sana. Lisa harus keluar untuk ke toilet sekalian mengambil air hangat untuk meminum obat dan
Baca selengkapnya
Episode 44. Rindu Kelembutan Revin
Revin perlahan menarik tengkuk Lisa dan mencium bibirnya dengan lembut. Lisa terdiam merasakan bibir Revin yang bergerak lembut mencicipi mulut manisnya. Begitu pula dengan tangan Revin yang mengusap pelan punggungnya.   Karena terus-terusan menghadapi sikap kasar dan dingin dari Revin, rasanya sudah lama sekali Lisa tidak merasakan kelembutan dan kehangatan seperti ini dari Revin. Lisa lambat laun terhanyut dan membalas ciuman lembut dan pelukan hangat itu.   Perlahan Revin membalikkan posisi tubuh mereka dan kembali mencium Lisa. Kening Lisa mengerut saat ciuman Revin turun ke lehernya. Ini tidak boleh! Lisa kembali tersadar.   "Kak...jangan..." ucap Lisa ragu-ragu, dia takut kemarahan Revin kambuh. Tetapi ternyata suaminya itu sudah tidak bergerak.   "Kak?" panggilnya.   Tidak ada jawaban, sementara wajah Revin masih terbenam di ceruk leher istrinya itu. Lisa perlahan mendoron
Baca selengkapnya
Episode 45. Takut Kambuh
Di kamar mandi, Revin merasa tidak enak hati. Keningnya mengerut. Sebenarnya Lisa tadi berpura-pura atau tidak? Setelah menyikat giginya, Revin tidak langsung mandi, dia memutuskan keluar dari toilet untuk melihat Lisa. Ketika keluar, ternyata ia tidak mendapati Lisa di sana. "Sialan, ternyata dia cuma pura-pura," gumamnya geram. Revin pun kembali ke dalam toilet dengan kesal hati. Sementara itu, Lisa muntah-muntah di toilet bawah. Wajahnya pucat sekali. Lutut, siku dan dagunya sakit, tapi terpaksa dia harus memaksakan diri untuk buru-buru turun daripada nanti ia muntah dan mengotori lantai kamar Revin, Revin pasti akan menendangnya! Ya, setelah melewati beberapa waktu, bagi Lisa, Revin adalah pria yang siap menendang dan memukulnya jika dia berbuat salah. Dalam waktu singkat, pemikiran Lisa terhadap Revin tanpa disadari sudah ada yang berubah. Jika sebelumnya Lisa beranggapan bahwa Revin tidak akan mungkin memukulnya, b
Baca selengkapnya
Episode 46. Puding Buah
Sementara itu, Revin telah menghabiskan rotinya, dan sekarang dia tengah menyesap kopi sambil mengawasi Lisa yang sedari tadi hanya menunduk memandangi roti di piringnya.   "Kenapa? Mau pura-pura sakit? Lagi akting tidak selera makan, ya?" ejek Revin, kemudian ia mendengkus. "Kau itu sungguh licik. Dasar, ular betina," ucapnya dingin.   Revin teringat kejadian di kamarnya tadi di mana Lisa tampak tidak berdaya bahkan untuk bergerak sedikit saja sepertinya tidak bisa, tetapi baru beberapa menit dia berada di toilet, Lisa sudah menghilang dari kamarnya. Revin merasa nyaris tertipu dibuatnya.   Tanpa berucap apa-apa, Lisa memakan roti itu perlahan. Revin kembali mendengkus, dan meminum kopinya, lalu beranjak pergi tanpa permisi. Kali ini Lisa hanya diam membisu menatap punggung Revin yang semakin menjauh dan lalu menghilang di balik pintu.   •   •   Setelah meng
Baca selengkapnya
Episode 47. Damian
Setelah mendapat izin untuk cuti kuliah, Lisa melajukan mobil menuju kafe miliknya. Ponselnya berbunyi. Dia menepikan mobil lalu mengangkat telepon. Lisa terkejut, ternyata telepon itu berasal dari kantor polisi. Adik tirinya terlibat tawuran antar geng dari dua sekolah. Lisa mendesah, jujur saja ia keberatan pergi ke sana. "Aneh sekali," keluhnya dengan suara pelan. Kenapa adik tirinya itu memintanya untuk mengurus masalahnya, kenapa tidak menghubungi ibunya saja? Selama ini pun mereka tidak pernah akrab. Jangankan akrab, berbicara saja nyaris tidak pernah. Tetapi sekarang, adik tirinya itu malah memintanya datang untuk mengeluarkannya dari kantor polisi. Lisa bukannya tidak mau menolong, masalahnya Lisa selalu berupaya sebisa mungkin untuk tidak berurusan dengan hal apa pun yang berkaitan dengan Nafa, ibu tirinya itu. Lisa menghela napas berat. Setelah berpikir beberapa saat akhirnya Lisa memutuska
Baca selengkapnya
Episode 48. Undangan Wisuda
Lisa terdiam. Bingung harus menanggapi seperti apa.   "Ini ponselmu." Damian memberikan ponsel itu ke tangan Lisa, kemudian dia berlari meninggalkan Lisa yang masih mematung.   •••   Di kafe, Lisa terus mengerutkan kening. Untuk pertama kalinya dia benar-benar berbicara pada adik tirinya.   "Kenapa Damian berucap seperti itu? Apa dia membenci papa dan mama? Sudahlah.. Lagian apa yang bisa kuperbuat?"   Lisa memutuskan untuk tidak melapor. Entah keputusannya benar atau salah, Lisa tidak tahu. Yang pasti Damian sudah mengatakan bahwa ia tidak akan terlibat masalah semacam itu lagi.   ***   Sepulang dari kafe dan berbelanja sebentar, Lisa langsung mandi dan kemudian beristirahat.   "Syukurlah keadaan kafe masih lancar seperti biasanya," gumamnya.   Selesai beristirahat, Lisa menyempatkan diri untuk m
Baca selengkapnya
Episode 49. Tuduhan
Jam sembilan malam, Lisa berbaring sedikit meringkuk di ranjang kecilnya. Ekspresi wajahnya tampak datar. Di pikirannya saat ini adalah ucapan Revin tadi yang mengatainya sebagai wanita sampah. "Wanita sampah," gumam Lisa pelan. Tanpa dikatai seperti itu pun Lisa sebenarnya sudah selalu merasa bahwa dirinya tidak berharga. Lisa juga sadar bahwa Revin pasti bisa mendapat wanita yang jauh lebih baik dari dirinya. Tetapi Revin menjadi terikat dengan perempuan sepertinya karena janin yang ada di perutnya. Persoalannya adalah Revin berkeyakinan bahwa Lisa telah menjebaknya, padahal Lisa tidak pernah berniat untuk melakukan perbuatan kotor seperti itu. Kehamilannya adalah sesuatu yang tidak direncanakan, tetapi apa pun yang ia katakan untuk membela diri, Revin tetap tidak percaya. Bagi Revin itu hanyalah omong kosong. Di mata Revin, dia adalah pembohong besar dan licik. Dan itu tidak bisa diperbaiki lagi. "Ular betina," bisik Lisa. "Sshhh..Sshhh..
Baca selengkapnya
Episode 50. Hinaan
"Tampaknya kau tak banyak bicara lagi. Sudah mulai sadar diri ya?" Revin tersenyum mengejek. Lisa diam tak menanggapi.   "Kenapa diam? Apa otakmu sudah rusak sehingga tidak bisa menanggapi?" ucap Revin jengkel.   Lisa menatap Revin. "Aku ular betina," gumamnya pelan.   Alis Revin berkedut. Walau suara Lisa pelan tapi Revin mampu mendengarnya. Dia kemudian mendengkus.   "Tanpa tahu malu kau mengakui dirimu ular. Benar-benar perempuan setan." Revin melempar kulit pisang ke atas meja, kemudian beranjak pergi meninggalkan Lisa. Beberapa saat Lisa hanya diam saja memandang ke arah perginya Revin. Kemudian ia melanjutkan makannya perlahan.   •   •   Beberapa hari berlalu dengan hinaan, ejekan dan makian dari Revin. Lisa hanya bisa menutup mulutnya rapat-rapat, menahan rasa sakit di hatinya, menerima saja apa yang Revin katakan. Lisa takut, jika
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
22
DMCA.com Protection Status