Semua Bab Racun Mulut Tetangga: Bab 41 - Bab 50
259 Bab
Ilmu pelet!
Pak Maulana mulai geram dengan keluarga Irma yang sudah tahu mereka salah tapi tidak mau disalahkan.Memang orang seperti mereka ini harus diberikan pelajaran. Agar memiliki efek jera. Aku geregetan sendiri melihat dari cctv."Jangan sombong kamu pak, mentang-mentang kaya jangan seenaknya. Anda punya uang kami punya ilmu tenung!" gertak kakak Irma.Aku kaget dengan jawaban itu jadi selama ini Irma menggunakan ilmu pelet untuk memikat pak Roni sehingga bertekuk lutut padanya. Ini semakin tidak beres."Bawa mereka ke kantor polisi semakin cepat semakin bagus. Mereka adalah keluarga sampah ingin kaya dengan menghancurkan keluarga orang lain," ucap pak Maulana geram."Percaya atau tidak kami akan mengirim santet pada kalian semua," balas ibunya Irma.Akhirnya mereka semua dibawa ke kantor polisi untuk mempertanggungjawabkan kesalahan mereka. Aku tak habis pikir dengan pemikiran mereka yang serakah akan harta orang lain."Akhirnya mereka d
Baca selengkapnya
Tukang Hutang
Aku menggelengkan kepalaku mengatakan kepada dua temanku kalau kita tidak perlu membalas perbuatan keji Irma. Karena sekarang ia sudah mendapatkan balasan atau karma yang atas perbuatan kejinya."Tidak perlu, karena sudah ada campur tangan Tuhan yang membalas perbuatan Irma!" jawabku."Dara hatimu sungguh mulia. Aku harus belajar jadi orang baik sepertimu," ucap Metta.Aku hanya tersenyum kepada temanku itu. Ajaran bapakku jika ada orang yang menyakiti tidak perlu membalas perbuatannya karena cepat atau lambat Tuhan akan membalasnya sesuai dengan perbuatan jahat seperti apa yang dilakukan oleh musuh kita."Jangan belajar dariku. Tapi cobalah untuk mengontrol emosi kalian sendiri," balasku."Pokoknya aku penggemarmu mulai sekarang Dara, terbaik deh!" seru Desi.Jam kantor sudah selesai kami pulang ke rumah masing-masing. Kebetulan hari ini aku libur kuliah aku gunakan untuk beristirahat dirumah dengan santai saja. mendengarkan musik di kamark
Baca selengkapnya
Bank Plecit
Bu Sri melihat warungnya yang sedang ramai kemudian berlari masuk ke dalam. Beliau mengucapkan terima kasih padaku karena telah mengingatkan kalau dia punya warung. Aku berjalan ke warung bu Sri, entah apa yang akan aku beli yang penting menuju warung dulu agar tidak terlalu mencolok mencampuri urusan orang tua itu."Waduh maaf-maaf ya ibu-ibu gara-gara kesal hutang belum dibayar jadi meninggalkan warung. ayo-ayo siapa lagi yang mau belanja sayuran?" tanya bu Sri yang sudah siap melayani pelanggannya."Orang modelan begitu emang sekali-kali disemprot. Kirain saya sudah tobat nggak punya hutang lagi, soalnya kalau ada bank plecit yang ngumpul pagi-pagi untuk nagih hutang suka ngomongin bu," ucap salah satu warga yang membeli sayuran.Aku penasaran ngomongin apasih bu Lastri kalau ada bank plecit yang suka datang ke desa ini. Kalau pagi biasanya suka kumpul di warung kopi. Lalu menyambangi rumah warga yang pada ambil dana."Ngomong bagaimana bu?" tanya bu S
Baca selengkapnya
Gara-gara Kartu Kredit
Aku lihat raut wajah bu Lastri jadi pucat mungkin karena malu. Sedang berdebat tidak mempunyai hutang dengan bu Endang. Beliau masih saja menghina warga sini yang mengambil bank plecit sungguh manusia yang tidak punya etika. Seketika wajahnya tampak malu aku juga melihatnya ia sesekali mencuri pandang ke bu Endang."Nanti siang saja balik lagi, belum dikasih uang belanja sama bapaknya," ucap bu Lastri."Beneran ya bayar, jangan libur melulu, nanti bunganya tambah besar," balas petugas bank plecit itu.Petugas bank plecit itu sudah pergi menagih nasabah yang lain. Tentu saja bu Endang sudah siap untuk memberikan suara vokal terindahnya kepada bu Lastri. Seorang yang mempunyai hutang sendiri tapi suka mengomentari orang lain yang berhutang."Walah katanya tidak punya hutang, tapi ditagih sama bank kamisan. Haduh kalau itu aku mah malu sekali," ucap bu Endang."Hutang saya 'kan saya sendiri yang bayar kenapa bu Endang ikut campur masalah saya?" tanya
Baca selengkapnya
Ayam Kampus
Segerombolan anak muda yang nongkrong di gang dekat rumahku itu sengaja membuatku naik darah.Mereka mengatakan yang tidak-tidak tentangku. "Eh Dara sombong amat mentang-mentang anak kuliahan. Paling juga nyambi jadi ayam kampus!" seru salah seorang pemuda."Yoi mamen, sombong banget jadi orang nggak mau kenal sama tetangga sendiri. Ya iyalah udah kena sama burungnya om-om secara gitu jadi ayam.kampus." celetuk seorang pemuda lagi sambil menyalakan rokoknya.Aku seorang wanita sendirian tak bisa melawan mereka. Lebih baik segera pergi dari tempat menjengkelkan ini. Siapa sih yang jadi ayam kampus. Mereka pemuda pengangguran yang tak tahu perjuanganku ini seperti apa. Seenak jidatnya mengatakan hal yang membuatku sakit hati."Kenapa kamu ngos-ngosan seperti itu Dara. Apa kamu dikejar anjing?" tanya ibuku ketika aku sampai rumah."Minum dulu bu. Ada segerombolan pemuda yang mengatakan aku seorang ayam kampus kalau pulang malam-malam bu!"
Baca selengkapnya
Pemuda pengangguran.
"Kamu nggak apa-apa 'kan Dara?" tanya bu Endang yang membantuku bangun dari jatuhku. Aku menggelengkan kepala mengatakan tidak dan menjelaskan apa yang menjadi masalah hidupku saat ini. Aku harus meminta bapak pulang saja. Akan sama gilanya jika meladeni bu Mutia dan putranya yang tidak punya malu itu. Aku bersama bu Endang menghampiri orang tuaku. Untuk mengajak mereka pulang agar tidak jadi bahan gibah tetangga. Walau sudah terlanjur setidaknya harus berhasil membawa orang tuaku masuk rumah dulu. "Pak, bu ayo pulang malu di lihat tetangga!" ajakku tegas. "Halah darimana saja kamu dari munjul. Apa takut terbongkar kedokmu sebagai ayam kampus beneran!" seru bu Mutia. "Heh bu Mutia sadar diri dong. Ngatain anak orang sembarangan. Suruh anakmu kerja jangan jadi pemuda pengangguran kalau naksir anak perempuan yang cantik dan pekerja keras kaya Dara. Cinta ditolak kok menebar fitnah," balas bu Endang tegas dan langsung ngena di hati bu Mutia.
Baca selengkapnya
Aset berharga anak saya
Mendengar percakapan ibu-ibu di warung sayur bu Sri. Bu Mutia kembali meradang ia tidak rela kalau anak kesayangannya dikatakan pengangguran juga hanya bisa numpang makan sama perempuan."Anakku belum beruntung saja dapat pekerjaan. Kalian yang anaknya beruntung bisa cepet dapat kerja jangan pada belagu!" seru bu Mutia."Belum peruntung apanya sih. Memangnya kita semua di sini nggak tahu bagaimana anak bu Mutia," balas bu Endang.Perselisihan berlangsung sengit karena menurut orang yang melihat, putra kesayangan bu Mutia itu sudah banyak yang mengajak kerja tapi setiap diajak kerja baru sehari masuk sudah mogok kerja alasannya adalah capek."Emang dasar anaknya manja saja sudah bagus ada yang bawa kerja pakai keluar alasannya capek. Dimana-mana kerja nggak ada yang enak," jelas bu Sri."Iya bikin malu yang bawa kerjanya. Kalau sekali dua kali mah nggak apa-apa ini tiga kali di bawa orang begitu mulu. Bikin malu yang masukin kerja saja!" seru bu End
Baca selengkapnya
Khayalan Tingkat Tinggi
Bu Mutia semakin marah dengan apa yang diucapkan ibuku. Beliau semakin tidak terima anaknya dikatakan pengangguran. Memang anaknya pengangguran tapi dia adalah salah satu pemuda tampan yang ada di desa sukma jaya. Pemuda perkasa paling digandrungi wanita-wanita sekitaran desa. "Walau anak saya pengangguran tapi aset berharga berwujud wajah tampan itu sudah dirusak oleh suami ibu. Kalau begitu ibu Siti harus menikahkan anak ibu dengan anak saya jika wajahnya tidak bisa disembuhkan," ucap ibu Mutia. "Kamu itu loh dapat pemikiran darimana. Saya tanya sekali lagi apa yang menjual dari anakmu selain wajahnya yang tampan. Kenyang apa anak orang di suruh nyemilin kegantengan semata?" tanya ibuku sedikit nada tinggi. Bu Mutia masih tak bergeming. Aku sendiri tidak tahu harus berkata apa lagi karena bu Mutia tetap kekeh kalau anaknya itu berwajah tampan dan banyak yang menaksir. Walau tidak bekerja banyak perempuan yang antre untuk menjadi istrinya. "Bu Siti j
Baca selengkapnya
Mengandalkan Keperkasaan
Putra bu Mutia meradang dengan sahutan bu Endang yang tiba-tiba muncul dihadapan mereka. Ini bukan urusannya kenapa selalu ikut campur gertaknya dengan kasar. Aku terkekeh geli sendiri mendengar ucapan dari bu Endang yang begitu menohok. Benar juga keuntungannya apa kalau emnikah dengan pria yang mengandalkan ketampanan belaka. TIdak mau bekerja untuk menafkahi. "Keuntungan yang didapatkan tentu saja tidak malu saat diajak kondangan. Hal lainnya tentu saja aku akan memuaskan mereka diatas ranjang. Aku ini pria yang perkasa!" seru anaknya bu Mutia. "Haha ... Terus kamu apa nggak mikir bisa makan bayar anak sekolah, bayar listrik juga beli beras? Mengandalkan keperkasaan doang emang bisa membaut perut kenyang apa?" tanya bu Endang. Aku rasa pria di depanku ini adalah pria sinting yang tidak tahu malu. Bagimana dia bisa dikatakan sebagai seorang pria sejati jika pemikirannya begitu dangkal dan tidak berguna seperti itu. Mana ada anak pejabat dan pengusaha kaya y
Baca selengkapnya
Anak matre
Aku memutuskan hal yang sangat kejam mungkin. Ini untuk membuatku waras karena sudah tidak tahan dengan hinaan yang aku terima dari beberapa warga desa sukma jaya ini. Terutama dari bu Mutia dan anaknya."Saya bersedia jadi saksi lagian anak bu Mutia ini kalau ada kegiatan apapun tidak pernah menampakkan diri malah sibuk mencela," balas bu Sri."Terima kasih ibu Sri. Hari ini akan saya buatkan laporannya!" seruku seraya meninggalkan warung.Aku memberikan apa yang diperlukan ibu dari warung bu Sri. Aki segera mandi ke kantor tanpa sarapan dan pamit pada ibu karena buru-buru. Aku menghubungi tim pengacara di perusahaan untuk berdiskusi dengan mereka bagaimana baiknya.Hari ini aku datang ke rumah sakit untuk cek kegadisan harga tidak murah sih tapi tidak apa-apa yang penting sekarang jelas aku tidak seperti yang mereka tuduhkan selama ini.Surat laporan serta bukti sudah aku buat. Sekarang juga sudah dikirim ke rumah bu Mutia. Seketika mendadak hebo
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
26
DMCA.com Protection Status