Lahat ng Kabanata ng Pelakor Itu Pembantuku: Kabanata 21 - Kabanata 30
150 Kabanata
Bab 21. Kuseret Sang Pelakor Keluar
Bab 21. Kuseret Sang Pelakor Keluar “Aku enggak mau pergi kalau enggak bareng Mas Gilang. Kalau Mas Gilang enggak pergi, aku juga enggak mau pergi dari sini. Aku mau sama Mas Gilang, Bu …” Harum menangis sesegukan. “Gilang itu sudah miskin! Mau apa kau hanya dengan uang dua juta? Enggak bisa. Kau harus cari suami yang lebih kaya. Engak usah sama lelaki yang sudah nyata-nyata kere. Cepat! Ambil pakaianmu! Kita pergi dari sini!” “Enggak mau! Aku mau nikah sama Mas Gilang! Ak cinta sama Mas Gilang, Bu …” isak Harum memeluk kaki ibunya. “Tidak bisa! Ibu enggak mau kau nikah sama gembel. Kau harus cari laki-laki yang lebih dari suami  Melur yang sombong ini. Kau jauh lebih cantik dari pada dia. Kenapa pula dia lebih kaya dari pada kau? Kau harus buktikan kepada ibu, kalau kau itu jauh lebih hebat dari pada anak si  Ruminah ini!”
Magbasa pa
Bab 22. Kuminta Pisah Papa Mertua Stroke
Bab 22. Kuminta Pisah Papa Mertua Stroke  Aku tahu ini hanya akal-akalan Mas Gilang. Dia memang tidak sanggup berpisah dengan Harum. Dia tidak jadi menikahinya sekarang, karena Mak Uda sudah tidak setuju. Tapi, entah mengapa aku curiga, kalau Mas Gilang tengah merencanakan sesuatu. “Kau tahu resikonya kalau kau menikahi perempuan itu?” ancam papa. “Tahu, Pa. Aku tidak akan menikahinya. Aku juga enggak mau pisah dari dari Melur, Pa. Aku gak mau kehilangan istri, anak, dan keluargaku hanya demi perempuan itu,” tukasnya dengan mimik wajah menghiba. Aku sangat muak mendengarnya. Semua kalimatnya adalah dusta belaka. Jelas dia tidak mau kehilangan aku dan anakku, karena bila itu terjadi dia akan kehilangan harta dan kemewahan. Tapi, mama dan papa sepertinya percaya. Mereka kembali tertipu dengan sandiwara putra kesayangan. “Mel, ijinkanlah! T
Magbasa pa
Bab 23. Mas Gilang Berselingkuh, Aku Tidak Boleh Menuntut Pisah
Bab 23. Mas Gilang Berselingkuh, Aku Tidak Boleh Menuntut Pisah  Kenapa aku jadi terjepit begini? Mas Gilang enak saja berselingkuh, sementara aku tidak boleh menuntut pisah? Aku harus menerima anaknya yang sudah menjijikkan itu, begitu? Kenapa mereka tidak memikirkan perasaanku? Kenapa mereka tidak menanyakan keinginannku yang sebenarnya? Ok, aku memang selalu berusaha tersenyum dan membuat mereka tertawa selama ini. Segala derita kutekan dalam hati. Tapi, bukan berarti aku mahluk tak punya rasa. Aku bukan wonder women. Aku wanita biasa.  Aku juga seorang wanita yang merasa sakit saat dikhianati. Aku menghela nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan amat berat. Sepertinya penderitaan semakin membayang.  Aku harus berjuang menepis bayangan itu, tapi bagaimana caranya? Dokter David berjalan dengan terburu menuju UGD, aku dan mama langsung bangkit menyongsongnya. Dokter yang sudah berusia paruh ba
Magbasa pa
Bab 24. Neraka Ini Bukan Untukku
Bab 24. Neraka Ini Bukan Untukku Kurebahkan tubuh lelahku di atas ranjang. Sakit seluruh tubuh rasanya setelah pulang dari rumah sakit. Untunglah papa sudah membaik. Mas Gilang belum juga kembali. Memang jarak dari sini ke kampung cukup jauh, tapi kalau hanya untuk mengantar lalu langsung balik lagi, seharusnya dia sudah kembali beberapa jam yang lalu.  Ini, sudah jam berapa? Hampir sore dia belum juga kembali. Jangan-jangan dia bermesraan dulu dengan perempuan itu. Huh! Kepalaku rasanya mau pecah! “Mel ….” Ketukan halus di pintu kamar menyentakkanku. “Iya, Ma,” sahutku sembari bangkit. “Mama mau minta maaf, karena kami sudah menyusahkan hidupmu,” “Mama kenapa berkata begitu? Enggak apa-apa. Temani papa sana, Ma! Kenapa papa di tinggal?” “Papamu sedang istirahat, dia tertid
Magbasa pa
Bab 25. Siksaan Manis Buat Calon Mantan Suami
Bab 25. Siksaan Manis Buat Calon Mantan Suami  “Apa maksudmu? Lepaskan tanganmu!” teriakku  kencang. “Tidak! Aku masih kangen. Kangen sekali sama kamu, Mel. Sudah berapa bulan kita tidak pernah tidur bersama, iya, kan? Aku pengen, Mel! Aku mau kita menikmatinya lagi seperti dulu. Aku janji, aku akan membuat kau bahagia. Kamu juga  inginkan itu, kan, Sayang? Kau sudah sangat lama memendam keinginan itu, kan? Kita coba, ya! Aku pasti bisa memuaskanmu!” bujuk pria itu dengan pedenya. “Aku jijik padamu, Mas! Aku mau muntah bila di dekatmu! Jangan sampai isi perutku kumuntahkan lagi di wajahmu!” teriakku lagi menghentakkan kasar pelukannya. “Jangan gitu, Mel. Kau dengar apa kata papa dan mama? Kita tidak boleh berpisah, kita harus berbaikan. Kita akan baik-baik saja, ya, Sayang! Aku akan melupakan Harum, tapi dengan syarat, kau harus kembali
Magbasa pa
Bab 26 Siluet Cinta Pertama
Bab 26 Siluet Cinta Pertama  “Kenapa? Kau tidak terima kalau kubilang kekasihmu itu hina? Dia itu hina, Mas. Perempuan mana yang mau menyerahkan tubuhnya begitu saja tanpa ikatan apa-apa? Bekas orang lagi? Kalau aku, mah, ogah! Kamu yang masih halal bagiku saja, aku jijik karena pernah dipakai oleh dia.  Jangankan kau tiduri, kau tatap saja wajahku, aku mau muntah! Sory, aku terlalu berterus terang, ya? Tapi begitu kenyataannya. Maaf, ya?” “Ok, kau pikir kau begitu berharga buatku? Kau juga sampah menurutku! Kalau kau menolakku, aku juga masih bisa mendapatkan seribu perempuan yang lebih darimu!” ancamnya semakin emosi. “Silahkan! Silahkan, Sayang! Tapi jangan lupa, kartu ATM toko,  kartu kredit, Buku Hitam dan STNK mobil semua sudah ada di tanganku. Kau boleh pake mobil, tapi minjam! Untuk modalmu ke hotel berselingkuh, kira-kira tiga atau empat juta sebulan, boleh la
Magbasa pa
Bab 27. Persiapan Gugatan Pisah
Bab 27. Persiapan Gugatan Pisah  **** “Oh, paham.  Cinta Pertama. Sip, aku ngerti. Masa lalu yang enggak usah dibahas.” Mas Andi tersenyum. Aku ikut tersenyum. Sahabat yang baik. Mereka tahu betul isi hatiku. “Tapi, tunggu!” tiba-tiba Mas Andi menatapku lekat. Lama dia tak berkedip. Aku merasa risih, kulirik  Rani yang juga tak kalah penasaran. “Mas! Aku cemburu, lho. Kamu ngeliatin Melur kek gitu?” rajuknya memajukan bibir ke depan. “Rani, aku lagi serius. Aku sedang mengingat-ngingat sesuatu,” bantah pemuda itu. “Apaan, sih?” sergahku semakin tidak nyaman. “Maaf, Mel. Kamu pernah kurus enggak sih? Rambut panjang, kira-kira sepunggung, gitu?” tanyanya menyelidik. Tatapan matanya begitu serius. “Ya
Magbasa pa
Bab 28. Mesum Di Meja Kasir
Bab 28. Mesum Di Meja Kasir “Kamu  sama pacar kamu cocok enggak?” tanya Mas Gilang menatap lembut kasir toko yang polos itu. “Ehm, gimana, ya. Cocoknya sih, cocok, Pak. Tapi enggak tahu juga?” jawab sang kasir hati-hati. “Lho, kok engggak tahu? Kamu bisa memuaskan dia atau tidak, dan kamu bahagia enggak sama dia, maksudku, saat kalian bermesraan, gitu?” “Enggak tahu sih, Pak. Kami enggak pernah kek gitu-gitu. Kami enggak mau berbuat yang lebih jauh kalau belum sah nikah?” “Bagus sih, tapi kalau ternyata setelah nikah nanti baru ketahuan gimana? Nyesel seperti kami saat ini. Aku enggak bahagia, Melur juga sama. Ujung-ujunnya berantem, nuntut mau cerai. Duh, ribet pokoknya.” “Oh,  makanya Mbak Melur mau mengambil alih pengelolaan toko, ya, Pak?” “Itulah.
Magbasa pa
Bab 29. Pacar Baru, Mesin Uang Sang Durjana
Bab 29. Pacar Baru,  Mesin Uang Sang Durjana  Kedua makhluk itu kembali hanyut dalam napsu yang kian menjijikkan menjijikan. Cukup sudah, aku sudah tak tahan!  Segera kuhentikan rekaman video itu, lalu kuketik pesan ke nomor Siska bahwa aku akan sampai lima belas menit lagi. Terdengar notifikasi dari posel gadis itu, Mas Gilang menghentikan hisapa dan remasan tangannya di dada gadis itu. “Sepertinya dari Mbak Melur, Pak,” desah Siska dengan napas masih memburu. Gadis itu lalu  merapikan rambut dan kancing bagian atas bajunya. “Coba periksa dulu!” perintah Mas Gilang. “Iya, bener. Lima belas menit lagi dia sampai katanya,” sahut Siska sedikit gugup. “Hem, tenang, Sayang. Kalau boleh tahu, berapa setoran penjualan hari ini?” 
Magbasa pa
Bab 30. Rencana Pernikahan Rahasia Mas Gilang
Bab 30. Rencana  Pernikahan  Rahasia Mas Gilang “Mas, ini Chika! Tolong kamu ajak main sebentar! Aku mau mandi!” ucapku sekali lagi dengan suara meninggi satu oktaf. “Iya, letak aja di situ, kenapa, sih?” sungutnya melirik sekilas, lalu kembali tenggelam dengan ponselnya. Jemarinya sibuk mengetik huruf-huruf di layarnya. Aku menghela nafas, pelan kuletakkan bayiku di sampingnya. “Tolong awasi, ya, Mas!” sergahku sambil berlalu masuk ke dalam kamar mandi. Entah mengapa Mas Gilang sepertinya sangat tidak memperdulikan Chika. Dari awal aku mandi sampai aku keluar lagi untuk berpakaian, dia sama sekali tidak menyentuh bayi itu.  Ponsel masih berada di tangannya. Ngobrolin apa sih, sampai selama itu enggak  kelar-kelar? Chika mulai merengek, sepertinya dia kehausan. Aku masih memilih pakaian dengan handuk melilit tubuh.&n
Magbasa pa
PREV
123456
...
15
DMCA.com Protection Status