All Chapters of Qolbu Quddus: Chapter 21 - Chapter 30
152 Chapters
Chapter 21 Introgasi Dewi
“Assalamualaikum….” ucap polisi Riko mengetuk pintu rumah Dewi. “Waalaikumsalam….” jawab ibu Dewi membukakan pintu. “Boleh saya bicara sebentar bu?” tanya polisi Riko dengan ramah. “Boleh silahkan masuk…. Mau tanya apa ya pak?” tanya ibu Dewi bingung mendapati seorang polisi mendatangi rumahnya. “Dewi nya ada buk?” tanya Riko. Ibu Dewi hanya diam. “Bisa saya bicara denganya?” “Anak saya tidak enak badan pak…. Maaf, Dewi baru saja istirahat….” “Kami mendapatkan foto anak ibu di balik baju pak Nafis yang tewas dibunuh oleh seseorang. Saya harap ibu, tidak menghalangi tugas kami untuk menanyai Dewi!” ibu Dewi nampak terkejut. “Anak saya bukan pembunuh pak….” jawabnya dengan lirih. “Kami tidak menuduhnya, tapi kami hanya ingin menanyai beberapa hal saja….” jelas Riko. Ibu Dewi menghela napas pendek, lalu mengizinkan polisi Riko untuk menemui Dewi didalam kamarnya. Dewi sangat terkejut saat melihat polisi memasuki kamarnya. “Saya mau bertanya beberapa hal, saya harap mbak bisa me
Read more
Chapter 22 Desa yang Di Kutuk
Para warga dikumpulkan dikantor kepala desa, “Dengan berat hati kami mengumumkan lagi-lagi tidak terdeteksi sidik jari pelaku ditubuh pak Nafis dan juga pelaku pemerkosaan terhadap Naira…. Kami merasa gagal tidak bisa mengungkapkan kasus ini…. Kami merasa pembunuhan ini tidak dilakukan oleh manusia…. Bukan mengajari, tapi bisa saja ada salah satu warga sini melakukan kesalahan, sehingga masalah terus terjadi didesa ini…. Seperti semacam kutukan….” jelas polisi Riko menghela napas panjang. Para warga hanya saling pandang, “Kami tidak pernah melakukan kesalahan yang fatal yang membuat desa kami harus dikutuk….” sanggah pak Ahmad. “Mungkin saja desa ini telah dikutuk…. Bukankah sudah banyak warga disini mati dengan mengenaskan, setiap bayi yang baru lahir pasti terus saja menangis, dan sekarang Naira juga diperkosa…. Bukan sekali ini saja terjadinya pemerkosaan terhadap para gadis didesa kita ini, namun untuk menutupi harga diri desa ini, kejadian ini tidak diberitahu pada semua warga….
Read more
Chapter 23 Kesurupan
Seketika mata Dewi melotot dan mengadah kelangit. Dewi kembali tertawa diiringi dengan tangis pillu. “Sakit....” teriak Dewi pillu. Dia meronta-ronta seperti kesurupan. Menarik-narik rambutnya, memukul-mukul badannya dan mulutnya terus mengucapkan kata “ Tolong dan sakit….” Nadira berlari memecah kerumunan dan memeluk Dewi, “Ulung!” teriaknya memanggil nama Ulungnya dan memeluk Dewi. “Maafkan Ulung…. Maafkan Ulung…. Ulung tidak bisa menjagamu…. Maafkan Ulung….” ujar Dewi dengan suara serak. Suaranya berubah menjadi suara seorang pria. Dewi semakin erat memeluk Nadira. “Aku yang membunuh para warga…. Aku yang membunuhnya…. Kecuali kematian pak Slamet, pak Slamet dibunuh pak Ahmad. Karena beliau adalah saksi dari peristiwa pengeroyokan tersebut, namun saat niat baik pak Slamet untuk melaporkan kejadian itu ke polis, pak Ahmad membunuh pak Slamet agar bapak tidak dipenjara atas kasus pengeroyokan itu….” “Bohong….” sanggah pak Ahmad. “Malam itu aku hendak meminta keadilan kepada oran
Read more
Chapter 24 Pulang
Nadira duduk dikursi teras rumahnya. Matanya kosong menatap jalananan. Nadira terperanjat saat merasakan sesuatu mengusap tangannya, namun saat dilihat disekitarnya, Nadira tidak menemui seorang pun. “Jangan takut dan kaget…. Ini Ulung, mulai dari sekarang Ulung akan menjagamu dengan cara seperti ini…. Ulung janji akan terus disisimu, jangan bersedih adik kecilku…. Jika Dira sedih, Ulung juga sedih….. tersenyumlah sayang….” Nadira memejamkan matanya saat merasakan pelukan hangat dari seseorang tanpa wujud. Mata Nadira terbuka saat mendengar suara seseorang. Abbas dan Safira mendekati Nadira. Abbas memeluk hangat Nadira. “Mau ikut abang? Abang mau pulang? Abang mau mengajak Nadira ikut abang pulang…. Abang janji akan menjagamu dan merawatmu seperti adik abang sendiri….” jelas Abbas dengan lembut memeluk erat Nadira. Safira hanya buang muka melihat kedekatan Abbas dan Nadira. Hatinya terasa teriris, hatinya sedih saat melihat ada sebuah keluarga atau abang dan adiknya saling menyayan
Read more
Chapter 25 Saatnya Balas Dendam
Satu bulan yang lalu…. “Aku ingin dia dipecat, atau hari ini terakhir rumah makanmu berdiri.” ancam Fikri menatap dingin Heru pemilik rumah makan Buana. Safira nampak keberatan dengan sikap Fikri, yang menurutnya berlebihan. “Tidak bisa begitu dong….” protes Safira menatap Fikri kesal. “Apa hakmu memerintahkan pak Heru untuk memecatku? Kau bukan pemilik rumah makan ini? Biarkan pak Heru yang memutuskannya.” jelas Safira semakin kesal, saat Fikri hanya menyeringai menanggapi kata-katanya. Safira tidak tahu, siapa sebenarnya yang sedang dia hadapi, Fikri Wijaya Kusuma, putra tunggal Hartawan Wijaya Kusuma, yang terkenal dengan kekayaannya dan disegani banyak orang. Hartawan Wijaya Kusuma juga seorang DPRD di Kabupaten Rokan Hilir. “Kamu di pecat Ra…. Kami tidak membutuhkan karyawan yang ceroboh, suka membuat keributan, dan yang terpenting hari ini kau telah membuatku rugi. Silahkan ganti seragammu dan segera keluar dari rumah makan ku….” ujar Heru dingin. Saat Safira kembali ingin
Read more
Chapter 26 ART
Motornya terhenti disebuah rumah yang terlihat besar dan mewah. Matanya menatap dingin rumah tersebut. Safira menggunakan masker saat mengawasi rumah itu, dan melihat sebuah mobil keluar dari rumah tersebut. Safira segera bersembunyi menjauhi jalan yang akan dilewati mobil tersebut. Dari kejauhan Safira menguntit mobil tersebut, dan berhenti di indomaret. Sepasang suami istri keluar dari dalam mobil dan memasuki indomaret. Keduanya Nampak sibuk memilih barang barang yang hendak dibeli. Safira juga berpura memilih beberapa mie instan, dan dari ujung matanya terus mengawasi pergerakan dua suami istri tersebut. Terlihat olehnya, Hartawan Wijaya Kusuma mengobrol dengan sang istri, setelah itu meninggalkan istrinya. Saat melakukan pembayaran, Safira perlahan berjalan mendekati Hanum Wijaya Kusuma, dan sengaja membuka maskernya. Saat mendekati Hanum, seorang pria menabrak Hanum dan barang belanjaannya berjatuhan dilantai. Safira segera memungut belanjaan tersebut, dan memberikannya pada
Read more
Chapter 27 Hari Pertama Bekerja
16 tahun yang lalu…. “Kita akan merawatnya….” ucap Ramadhani kemudian, mengendong box bayi tersebut. “Aku tidak mau merawatnya….” jawab Surtinah melihat jijik sang bayi yang dipenuhi penyakit kulit. “Kenapa? Ini adalah anugrah yang diberikan Tuhan…. Tuhan menginginkan kita memiliki anak dengan cara lain….” jawab Ramadhani tersenyum bahagia. Dia sangat bersyukur menemukan bayi tersebut, dan mereka akan memiliki anak. “Aku tidak mau memiliki anak yang berpenyakitan seperti itu…. Bau tubuhnya juga sangat busuk….” jawab Surtinah masih tidak mau merawat bayi tersebut. Wajahnya terlihat kesal, saat sang suami tidak mau mendengarkan kata-katanya. “Tenang Sur…. kita pasti bisa mengatasinya…. Uang kita kan banyak, apa salahnya kita sedekahkan untuk kesembuhannya….” “Orang tuanya saja membuangnya, kenapa kau malah mau merawatnya?” “Saat ada orang yang jahat membuang sesuatu yang berharga, maka akan nada juga orang baik yang akan memungutnya seperti berlian.” “Kau saja, aku tidak mau….”
Read more
Chapter 28 Saling Membenci
Semua wanita yang ada dirumah makan tersebut, terpesona melihat keseksian tubuh Fikri, yang bisa dikatakan, sempurna. Sedangkan Safira hanya bisa melonggo, terkejut mendapati baju pria tersebut menutupi wajahnya dengan sempurna. “Kau harus mencucinya hingga bersih…. Kau harus bertanggungjawab dengan apa yang telah kau perbuat…..” Safira menghela napas panjang dengan kesal. Menarik baju tersebut dari wajahnya, dan kembali melempar baju tersebut ke wajah Fikri. Safira tidak terima diperlakukan seperti itu. Fikri terus saja menatap mata Safira dengan tajam. Dia sangat membenci wanita, lalu kenapa wanita yang selalu membuatnya kesal, berada dirumahnya? “Aku bukan pembantumu, aku tidak sudi mencucinya….” bentak Safira kesal. Saking kesalnya, kembali tinjunya menghantam wajah tampan Fikri Wijaya Kusuma, dan saat untuk kedua kalinya, Safira hendak menyerang, sahabat Fikri langsung melerainya dan menjauhi dua manusia yang selalu saja bertengkar saat bertemu. Fikri menatap dingin Safira,
Read more
Chapter 29 Mengusik Ketenangan
Fikri duduk disofa, sedang memakaikan sepatu sekolahnya, “Mana kunci motormu?” mendengar suara dingin tersebut, Fikri langsung menoleh kearah suara. Fikri tersenyum dingin, melihat ibunya memasang wajah sinis. “Mana kunci motormu? Berikan pada saya.” sekali lagi Hanum memberi perintah. “Untuk apa ma?” tanyanya mengerutkan keningnya. “Berikan saja…. Itu perintah….” ketus Hanum dingin. Fikri langsung mengambil kunci motor dari kantong celananya, dan memberikan pada Hanum. “Jika mama mengambilnya, lalu Fikri kesekolah pakai apa ma?” keluh Fikri, membayangkan jika dia harus berjalan kaki disekolah, membuatnya semakin kesal. “Mulai sekarang, kau tidak boleh lagi kesekolah pakai motor. Kau harus diantar jemput oleh Safira…. Mulai sekarang, kau dilarang menyetir sendirian, tanpa ditemani Safira….” jelas sang ibu dingin. Setiap kata yang Hanum keluarkan penuh penekanan dan intimidasi terhadap anaknya. Fikri menghela napas berat, meninggalkan sang ibu tanpa menyalaminya terlebih dahulu.
Read more
Chapter 30 Benih Yang Salah
3 tahun yang lalu.... Fikri yang memakai seragam SMP, berlari menuju meja makan. Melihat Fikri yang duduk dikursinya, seketika ayah dan ibunya beranjak dari duduknya. “Kita makan diluar saja...” ujar Hanum pada suaminya. Kemudian mereka beranjak meninggalkan ruang makan. Fikri yang tadi sangat bersemangat menyendok nasi kepiringnya, langsung terdiam, melihat kedua orang tuanya meninggalkan meja makan karena kehadiran dirinya, padahal makanan dipiring mereka, belum habis. Fikri beranjak dari duduknya. “Mau kemana tuan? Makan dulu, ibu sudah masak makanan favorit tuan....” ujar Surtinah tersenyum ramah pada tuannya. “Nggak jadi lah bu.... mama dan papa, nggak jadi makan karena Fikri.... jadi, sebagai hukumannya, Fikri juga nggak boleh sarapan, karena papa dan mama nggak sarapan....” Fikri berlari masuk ke dalam kamarnya, meraih tasnya. “Bu.... uang jajan?” pinta Fikri. Surtinah yang memegang uang keperluan tuan kecilnya itu, langsung memberikan uang pada anak majikannya itu. “Oh
Read more
PREV
123456
...
16
DMCA.com Protection Status