Semua Bab PERNIKAHAN yang TERTUKAR : Bab 81 - Bab 90
100 Bab
81
Mengendarai sedan mewah berwarna hitam, Kai Yuta, melaju kencang memasuki halaman utama Lotus Hall.Setelah sang ibu, nyonya Isihiika, mulai curiga adanya hubungan gelap antara dirinya dengan seorang wanita. Pria muda itu mulai berhati-hati dalam setiap langkahnya. Ia tak ingin jati diri Maeera, wanita pilihannya, terekspose ke publik sebelum waktunya. Tak seperti biasanya, di mana hampir setiap hari ia selalu menyempatkan diri untuk menemui Maeera di mansion kakaknya, akhir-akhir ini, pria tampan itu hanya berkunjung dua kali dalam dalam seminggu. Ini, ia lakukan demi mengurangi kecurigaan ibunya. Beruntung, Maeera menyadari hal itu dan tak pernah mempermasalahkannya.Duduk berdua di bawah pohon kamboja besar, di pinggir lapangan golf, di tepi pantai, Kai dan Maeera, berbincang-bincang santai sembari memandangi deburan ombak samudra Hindia. "Maaf, akhir-akhir ini aku jarang menemuimu," ucap Kai Yuta penuh penyesalan.Tubuhnya yang tegap, bersandar di kursi panjang berwarna putih, d
Baca selengkapnya
82
Gin Yuta, masuk ke dalam mobil sedan hitam yang telah menunggunya, begitu keluar dari gedung kantornya, Amarilishope. Seharian ini, ia sangat lelah karena harus mengikuti sejumlah rapat penting bersama ayahnya dan juga para komisaris di perusahaannya.Meskipun buta, tapi Gin berkegiatan seperti orang normal pada umumnya. Ini mengikuti rapat dan menjalankan bisnis ayahnya seperti biasa. Hal ini, ia lakukan agar perusahaan yang susah payah dibangun oleh ayah dan ibunya di awal-awal pernikahan mereka, tetap menjadi miliknya dan tak jatuh ke tangan adik tirinya, Kai Yuta dan ibu sambungnya nyonya Isihiika, yang jadi istri kedua ayahnya."Asisten Eri, bagaimana jadwalku akhir pekan ini," tanya Gin Yuta yang kini duduk diam di kursi penumpang.Asisten Eri, yang sudah bersiap menghidupkan mobil, segera mengurungkan niatnya. Ia bergegas mengambil ponsel dari dalam saku jasnya, kemudian mengecek jadwal kegiatan bosnya selama akhir pekan ini. "Cukup padat tuan, anda memiliki jadwal perjalanan
Baca selengkapnya
83
Tercekat!!! Avani tak mampu berkata-kata. Semua kalimat yang ingin ia ucapkan, tertahan di pangkal lidahnya. Tangannya gemetar, membaca baris demi baris, tulisan di koran lusuh itu. Ia tak percaya. "Tidak-tidak!! Ini tidak mungkin terjadi. Siapa wanita ini." Avani bertanya kebingungan, kepalanya menggeleng pelan. "Tak mungkin!!! Ini tidak benar. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa wanita ini mengambil posisiku dan mengaku-ngaku sebagai diriku?" Bibir mungil Avani bergetar hebat. Keringat dingin perlahan membasahi telapak tangannya. Ia tak percaya, ada orang yang tega merebut posisinya, dan berpura-pura menjadi dirinya, saat ia berjuang antara hidup dan mati di pulau terpencil ini. "Apa orang-orang-orang di sana tidak tau jika gadis itu bukan aku?" tanyanya dengan ragu. Kini, ia seperti tersesat di labirin gelap yang penuh dengan fakta. Fakta, bahwa ada Avani palsu yang menggantikan dirinya, selama ia terkurung di pulau terpencil itu, tapi ia tak tau siapa gadis itu dan apa alasa
Baca selengkapnya
84
Tersentak!! Avani Lie mendengar kata-kata sang mafia. Ia nyaris tak percaya dengan apa yang di dengarnya. "Hah! apa?!? aku hanya bagian dari strateginya?!!" gumam gadis cantik itu mengulang kata-kata sang mafia. "Jadi selama ini, aku hanyalah bagian dari strateginya untuk menghancurkan keluarga Yuta!!!" Avani bergumam lirih penuh emosi. "Cih!!! Jika hari ini aku tak berdiri di sini, pasti aku tak akan pernah mengetahui kenyataan ini." Ia meremas kasar koran di tangannya, menggertakkan giginya dengan geram. Hampir saja ia kehilangan kesabaran, dan keluar dari tempat persembunyiannya. Beruntung, seorang pria muda berpenampilan rapi, tiba-tiba datang dan masuk ke dalam ruangan itu. Ia berjalan cepat menghampiri Rin Leung dan anak buahnya, dengan wajah serius. "Lapor bos!!" ucap pria itu, ia berdiri tepat di depan Rin Leung dan Enzo.Rin mengalihkan pandangannya dari gelas vodka di tangannya ke arah pria di depannya. "Ada apa? Katakan," tanya Rin. "Barang kita sudah datang, bos! An
Baca selengkapnya
85
Tanpa ragu-ragu, Avani bergegas memutar inti permata yang ada di tengah-tengah bros. Mengubah posisinya, dari diagonal menjadi horizontal.Ini sesuai arahan pemiliknya, Alex Tja, yang pernah mengatakan bahwa, jika Avani ingin mengaktifkan pelacak di dalam bros violet itu, ia harus mengubah posisi permata yang ada di tengah-tengah bros. Dan benar saja, tak lama, sebuah titik kecil berwarna merah terang, nampak berkelip-kelip lemah dari bagian dalam bros. "Oh ... Sepertinya bekerja," ucap gadis cantik itu dengan raut wajah terkejut sekaligus senang.Senang, karena ia memiliki kesempatan untuk kembali ke rumahnya. Terkejut, karena bros itu ternyata masih berfungsi sebagaimana mestinya, meskipun sempat terendam lama di air laut. Namun di tengah-tengah rasa bahagianya, mendadak Avani terdiam. Raut wajahnya berubah tegang dan suram. "Benarkah keputusanku ini," gumam Avani lirih penuh keraguan.Seberkas rasa takut, tiba-tiba menyelinap masuk ke dalam hatinya, membuat perasaan tak nyaman
Baca selengkapnya
86
Pagi hari di Lotus Hall. Matahari, bersinar cukup cerah, meskipun beberapa hari terakhir, mendung kerap menggelayut, diiringi dengan rintik-rintik hujan yang tiada henti. Maeera, masih tertidur lelap di atas ranjang. Kaki kirinya, berada di atas guling sedangkan kaki kanannya, di tekuk membentuk angka 4. Kedua tangannya merentang seperti baling-baling pesawat, dengan rambut acak-acakan dan suara mendengkur keras. Gin, berpakain rapi, memakai setelan jas berwarna biru tua, duduk diam di pinggir ranjang, memandangi wajah manis Maeera yang terlelap. Ia tersenyum kecil melihat bagaimana istri palsunya itu tidur. "Gadis bodoh!! Kau mirip sekali seperti seekor babi," ucap Gin lirih. "Kau seharusnya tau, betapa sulitnya aku, berusaha keras untuk tidak mengigitmu." Ia tersenyum, lalu merapikan rambut Maeera yang jatuh ke bagian depan wajah dengan lembut. Mengangkat sebelah alisnya dengan nakal, Gin mendekatkan wajahnya ke wajah Maeera, mencoba mencium bibir gadis manis itu. Semakin dek
Baca selengkapnya
87
Suara sirine dari atas mercusuar, meraung-raung keras memecahkan keheningan pagi di pulau Koch. Lebih dari 30 kapal dengan berbagai ukuran, terlihat berlayar cepat memecah samudra, mengepung pulau kecil itu dari berbagai penjuru. Panik .... Para penjaga yang bertugas berjaga di tepi pantai dan dermaga pulau Koch, terlihat kaget dan kelimpungan kedatangan tamu yang tak diundang dalam jumlah yang begitu besar. Mereka segera menyalakan alarm tanda bahaya untuk memperingatkan seluruh penghuni pulau akan adanya serangan. "Serangan!!! ... Serangan!!! ... " teriak sejumlah pria berbadan kekar. Mereka berlarian ke arah dermaga dengan menyandang senjata laras panjang di pundaknya. Pria-pria lainnya dengan penampilan yang sama, juga terlihat siap siaga membawa senjata, keluar dari barak-barak mereka dan bersiap melakukan perlawanan. Seketika, suasana damai di pulau kecil itu berubah menjadi neraka. "Bbommm .... " Salah satu kapal penyerang, menembakkan rudal jarak dekat dan mengha
Baca selengkapnya
88
Avani terdiam. Matanya nanar. Ia termangu menyaksikan semua kekacauan itu. Hati kecil terasa sakit dan pilu. Tak ada kata yang bisa ia ucapkan, saat melihat mayat bergelimpangan kaku di tanah berdarah-darah. Wajah mayat-mayat itu pucat, mata mereka membelalak menatap kosong udara di depannya. Seperti sekumpulan ikan hering yang terdampar mati di tepian pantai. Dari kejauhan, terlihat kepulan asap hitam membubung tinggi ke angkasa, di sertai bunyi sirine dan desing peluru yang bersahut-sahutan tanpa henti. Ledakan dan dentuman, terdengar silih berganti. Mobil-mobil terbakar, menyisakan rangka hitam yang mengeluarkan asap putih mengepul dan bau hangus yang menyengat. Berdiri mematung. Tubuh Avani gemetar, hawa dingin merayapi tubuhnya. Dress putih panjang ia yang kenakan melambai pelan di tiup angin musim penghujan yang berhembus kencang dari Samudra Hindia. Begitu juga rambutnya yang hitam panjang tergerai, melambai pelan tertiup angin. Avani terhuyung ke belakang, tubuh kecil
Baca selengkapnya
89
Sadar Alex Tja tengah terkapar tak berdaya, Avani bergegas menendang pistol Alex Tja yang jatuh ke tanah menggunakan kaki kanannya. Pistol itu meluncur cepat menjauhi Alex, masuk ke dalam kolong mobil. "Bedebah!" umpat mafia muda itu saat melihat Avani menendang pistolnya hingga ke bawah kolong mobil.Segera, Alex meraih kaki kiri Avani yang ada di dekatnya, lalu menarik kali gadis itu menggunakan kedua tangannya hingga Avani tersungkur menghantam tanah."Brukkk .... " tubuh kecil Avani jatuh tengkurap. Terdengar erangan kesakitan dari bibir kecilnya.Melihat Avani jatuh tersungkur tak berdaya, Alex segera bangun, dan bangkit dari tempatnya. Dengan wajah bersungut-sungut penuh kemarahan, ia menghampiri Avani yang masih tersungkur di tanah, lalu menjambaknya. "Jalang!! Berani-beraninya kau melawanku," maki Alex. Tangannya yang besar dan kuat, mejambak erat rambut Avani dan menariknya kebelakang dengan kasar. Avani mendongakkan kepalanya, mengikuti tarikan tangan Alex Tja di rambut
Baca selengkapnya
90
Di pinggir pelabuhan, angin bertiup pelan menggoyangkan daun-daun pohon palem yang tumbuh berderet di sepanjang bibir pantai. Deretan pohon-pohon itu, nampak padu dengan hamparan pasir putih yang membentang luas di sekitarnya. Di kejauhan, dermaga nampak tenang sepi. Tak ada tanda-tanda kehidupan. Yang terlihat hanya segerombolan burung camar yang terbang rendah di antara deretan kapal yang tak bertuan. Avani berjalan mengekor di belakang Gulbi, menyusuri hamparan pasir putih yang landai di sepanjang tepian pantai menuju ke pelabuhan. Di depannya, Gulbi berjalan pelan sembari memegang pistol dengan kedua tangannya. Ia nampak waspada dan siap siaga, mengantisipasi segala kemungkinan yang ada. "Nyonya, mohon lebih berhati-hati," pinta Gulbi saat melihat puluhan mayat bergelimpangan di jalan menuju dermaga. Avani mengangguk, sembari berjalan jinjit menghindari beberapa bercak darah yang tercecer di pasir. Terlihat jelas, sisa-sisa pertempuran. Kobaran api yang masih belum padam. M
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status