Semua Bab TITISAN: Bab 1 - Bab 4
4 Bab
Kesurupan
Seperti biasa setiap senja menjelang, keluarga kecil Abdul Hamid selalu menyempatkan waktu untuk bercengkerama. Hamid yang merupakan seorang guru PNS di sekolah dasar, sangat menjunjung tinggi kerukunan dalam kehidupan rumah tangganya. Pria berusia tiga puluh tujuh tahun itu memiliki karakter yang tegas tetapi humoris.“Gimana sekolahmu, Sal? Enak, jadi siswa SMP?” tanya Hamid pada Faisal, anak tunggalnya.“Lumayan, Yah,” jawab anak lelaki yang baru duduk di kelas tujuh itu. Ia berperawakan kurus, kulitnya putih seperti sang ibu. Sedangkan hidung mancung ia dapat dari ayahnya.“Gak terasa, ya, anak ibu sekarang udah bujang,” ujar Jamilah yang tak lain adalah istri Hamid dan Ibu dari Faisal. Perempuan cantik dengan postur tubuh semampai yang dulunya seorang kembang desa.Dengan lincah jemari lentik Jamilah menata tiga cangkir teh manis hangat dan sepiring pisang goreng di atas meja. “Betul
Baca selengkapnya
Bangun di tempat asing
Faisal kembali mendapatkan kesadaran, ia mulai membuka mata perlahan dan beberapa kali mengerjap. Gelap. Susah payah ia duduk dalam kebingungan. Kepalanya menoleh ke kanan dan kiri, memastikan di mana sebenarnya ia berada saat ini. “Ayah ... Ibu ...?” Sunyi. Faisal berhasil bangkit dan berdiri sempurna. Matanya memindai sekeliling. Hanya ada dirinya seorang di tengah hutan gelap. Pohon-pohon tinggi menjulang, dengan semak belukar di sana-sini. Namun, tidak ada satu pun suara yang terdengar selain deru napasnya sendiri.“Di mana ini?” gumamnya.Semilir angin lembut menerpa tengkuk Faisal, membuat bulu-bulu halus di sekitar leher meremang. Ia mengepalkan tangan, mencoba melawan rasa takut yang mendera. Dua tangan berpindah ke atas kepala, otaknya masih belum dapat mencerna. Masih jelas dalam ingatan, saat ia dicengkeram kuat oleh seorang wanita yang kesurupan di depan rumah Nini Dars
Baca selengkapnya
Kematian nini Darsih
Cahaya yang begitu terang dan menyilaukan, membuat Faisal harus menyipitkan mata. Ia terus melangkah dengan mantap. Semakin jauh ke dalam, semakin sulit retinanya bekerja. Langkahnya terhenti di tengah ruang hampa berwarna serba putih itu. Samar-samar ia mendengar lantunan ayat suci yang saling bersahutan. Tanpa ragu Faisal berjalan ke arah sumber suara. Isak tangis pun tak luput dari indera pendengarannya. Faisal mempercepat langkah, hingga akhirnya cahaya itu mulai memudar. Kini, kedua matanya terbuka sempurna, mampu menatap semua hal yang ada di hadapannya. “Faisal!” pekik Jamilah.“Ibu?”“Faisal ....” Jamilah merengkuh putra semata wayangnya sambil sesenggukan. Air mata mengalir deras dari mata perempuan cantik yang berusia tiga puluh tiga tahun itu. Ucapan rasa syukur memenuhi rumah Hamid, semua orang pun bernapas lega. Akhirnya Faisal sadar dari tidur panjangnya.&
Baca selengkapnya
Sosok misterius
“Sal, Faisal! Bangun, Sal!” Jamilah menepuk-nepuk pipi anaknya yang tengah tidur sambil berteriak-teriak. Faisal terperanjat. Peluh membasahi seluruh tubuh, napasnya tersengal. “Istighfar, Sal. Kamu mimpi buruk?” tanya Jamilah.“Iya, Bu,” jawab sang anak sambil mengatur napas. “Astaghfirullahaladzim.”“Makanya, sebelum tidur itu berdoa dulu.” Jamilah mengingatkan. “Bu ...,” ucap Faisal menghentikan langkah ibunya. “Nini Darsih ... ternyata dibunuh, Bu.”“Maksud kamu apa, Nak?” Jamilah kembali duduk di tempat tidur. “Isal melihat Nini Darsih dicekik genderuwo.”“Kamu ini ngomong apa, sih. Itu kan, cuma mimpi, Sal. Udah, sekarang kamu wudu, terus ke musala sama Ayah.” Jamilah mengusap kepala anak semata wayangnya sebelum berlalu.Faisal bergeming. Ada benarnya ju
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status