All Chapters of Bukan Siti Nurbaya: Chapter 31 - Chapter 40
101 Chapters
Terbongkar
Kebimbangan tengah dirasa Sena. Sampai saat ini, Sena masih bungkam dan menyimpan rapat-rapat kejadian pada waktu subuh kala itu. Tentu saja Sena tidak ingin Adinda banyak pikiran karena memikirkan nasib Andina. Tapi bila dipikir ulang, Sena tentu tidak tega mendapati kelakuan Wildan yang mungkin saja memang berkhianat di belakang Andina. Memikirkan perasaan Andina yang hancur karenanya, Sena semakin merasa bersalah karena menutupi tabiat Wildan. Malam ini, Sena putuskan untuk berbicara dengan Adinda. Siapa tahu keduanya dapat menemukan solusi terbaik untuk membantu Andina mengatasi masalah ini. Ceklek! "Sen..." sapa Adinda. Adinda baru saja pulang dari bekerja. Meletakkan jaket dan tas di gantungan, lalu masuk ke dalam kamar mandi. Kini, Adinda tampak segar sesudah mandi. Istri Sena itu juga terlihat menggemaskan sebab mengenakan piyama bermotif boneka. Menutup laptop dan mengesampingkan tugas kuliah yang membuatnya mumet, Sena melangkahkan kaki mendekati Adinda. Merebut sisir
Read more
Dikejar Musuh
"Sayang, ikut aku ke area balap yuk!" ajak Sena. "Kamu tanding?" tanya Adinda. "Enggak sih, cuma lihat aja.""Boleh deh."Meraih sebuah helm, Sena memakaikannya di kepala Adinda. Klik! Terpasang sudah helm di kepala Adinda. Siapa lagi yang memakaikannya kalau bukan Sena. Dengan jahilnya, Sena menggetok kepala Adinda, menimbulkan bunyi 'tok' di sana. Adinda mencebikkan bibirnya. "Ih, kok digetok?""Gemesin soalnya.""Ih, nyebelin," gerutu Adinda. "Udah, nggak usah monyong-monyong begitu. Entar aku sosor baru tahu rasa.""Aku balas, week." Adinda menjulurkan lidahnya.Meraih pinggang Adinda, Sena mencubit hidung lancip itu. "Dasar nakal."Setengah jam sudah mereka di dalam perjalanan. Akhirnya, mereka berdua tiba di area balap. Jemari Sena tidak terlepas dari Adinda sedetik pun. Banyak mata melirik sinis pada Adinda. Masa bodoh dengan itu semua, Adinda yakin mereka hanya iri saja. Pastilah banyak wanita yang menginginkan berada di posisinya saat ini bersama dengan Sena. Netra Adi
Read more
Koma
Rasa gelisah menyelinap relung hati Sena. Bagaimana tidak, wanitanya saat ini tengah berada di UGD dalam keadaan tidak sadarkan diri. Bersandar di tembok rumah sakit, menunduk dan terus merapal doa. Hanya itu yang bisa Sena lakukan saat ini. Merayu Sang Pencipta agar bermurah hati memberikan kesembuhan serta keselamatan untuk Adinda. "Sena..."Menoleh ke sumber suara, Sena menubrukkan diri mendekap mamanya. Membagi rasa gelisah yang tengah dirasakan. Tumpah sudah air mata yang sedari tadi dibendung. Lemah, cengeng, rapuh. Ya, tampak kacau bukan keadaan Sena? "Sudah, Sayang. Jangan menangis! Dinda pasti baik-baik saja. Kita berdoa sama-sama ya," ucap Indah. "Duduklah, Sen! Kita tunggu kabar dari Dokter," ucap Abimanyu. Tidak lama setelahnya pintu ruang pemulihan terbuka. Belum sempat dokter menyampaikan keadaan Adinda, Sena sudah lebih dulu memberondongi dengan berbagai pertanyaan. "Dok, bagaimana keadaan istri saya?""Istri saya tidak apa-apa kan, Dok? Hanya pingsan saja kan?""T
Read more
War Yang Gagal
Kriet... Suara pintu diseret membuat bulu roma merinding. Sena hendak melongok ke arah kamar mandi untuk memastikan, tapi diurungkan. Ketakutan lebih menguasai dibanding rasa penasaran itu sendiri. Jadilah sampai tengah malam Sena tetap terjaga.Suasana rumah sakit yang terlalu kentara membuatnya tidak nyaman. Bayangan arwah-arwah di kamar mayat terus berputar di otaknya. Sontak, Sena bergidik. Melihat hantu di film saja Sena berteriak histeris. Apalagi, dihadapkan pada situasi nyata seperti ini. Ekor mata Sena melirik ke samping. Didapatinya Adinda tengah tertidur pulas. Mendengkur pula. Huh, semakin membuat Sena jengkel saja rasanya. "Ingat, Dinda lagi sakit, dia butuh istirahat. Maklumilah kalau tidurnya sampai mendengkur," gumam Sena. Ditariknya selimut rapat-rapat. Berharap dengan begitu posisinya sedikit nyaman, dan bayangan arwah di kamar mayat segera enyah. "Argh!" teriak Sena jengkel. Berbagai cara telah dilakukan agar bisa terlelap. Dari mulai menenggelamkan seluruh wa
Read more
Keributan Di Pagi Hari
Satu minggu berlalu. Adinda sudah diperbolehkan pulang ke rumah. Kondisinya benar-benar sudah pulih seperti sedia kala. Bahkan, pagi ini Adinda bergulat di dapur membuat sarapan untuk Sena. "Buruan mandinya, Sen. Sarapannya udah siap nih," teriak Adinda."Bentar lagi, Sayang," sahut Sena ikut teriak. Keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggang. Rambut setengah basah itu dibiarkan begitu saja. Mengambil kaos oblong dan celana jeans selutut, Sena memakainya cepat-cepat dan berlari ke ruang makan. "Astagfirullah, Sena!" omel Adinda."Apaan sih, Yang?" tanya Sena heran, belum apa-apa Adinda sudah marah-marah."Duduk! Aku ambil handuk dulu."Setengah berlari Adinda ke lantai dua. Rasa sebal kian dirasa. Adinda paling sebal kalau ada handuk basah tergeletak di atas ranjang. Ya, seperti emak-emak pada umumnya. Pasti sebal kan kalau ada handuk basah di taruh di atas ranjang?"Udah dibilangin berkali-kali kalau taruh handuk basah jangan di atas ranjang! Begitu juga masih d
Read more
Rumit
"Hatiku terlalu kuat untuk kau buat hancur. Dipatahkan berkali-kali, tapi masih saja utuh. Kurang apa aku dalam mencintaimu?" ucap Andina. Luruh sudah tangis ini, bercampur menjadi satu bersama rasa kecewa di dalamnya. "Maafkan aku, Dina. Aku... Aku terpaksa menikahi Ella." hanya kata maaf yang sanggup ia ucapkan. Ia akui bahwa dirinya memang terlalu b******k."Andai saja waktu itu aku tak menumpang mandi di rumah Adinda, mungkin saja tak akan seperti ini. Andai saja aku tak haus dan tak meminum es teh yang dicampurkan dengan obat sialan itu, mungkin hatimu masih baik-baik saja karena aku tak perlu repot-repot untuk bertanggung jawab menikahi Ella."Sungguh muak rasanya dengan seorang b******n yang sedang berusaha membuat keadaan menjadi membaik, tapi yang terjadi malah sebaliknya."Jangan berandai-andai, Wil. Kamu pikir kata 'andai' dan 'mungkin' yang terucap dari mulutmu bisa mengubah kenyataan buruk ini? Duniaku sedang tidak baik-baik saja. Tolong jangan bebani aku dengan ungkapan
Read more
Melepaskan
Demi menjaga kewarasan hidupnya, Wildan terpaksa memutuskan hubungan dengan Renita. Menjalin kasih dengan tiga wanita sekaligus akan merepotkan dirinya senidri. Sungguh, ia tak akan sanggup. "Sorry, Ren. Aku nggak bisa lanjutin hubungan ini" ucap Wildan ketika Renita baru saja sampai di sebuah taman untuk menemui Wildan. Renita mengernyitkan dahi. Ia tak mengerti dengan maksud dari ucapan Wildan. Sebelumnya hubungan ini baik-baik saja. "Kenapa, Wil. Salah aku apa?" tanya Renita."Kamu nggak salah apa-apa, Ren. Aku yang salah. Aku sudah menikah lagi. Hidupku sudah terlalu rumit dengan dua wanita itu. Aku terpaksa melepaskanmu, Ren."Ya, Wildan sudah bercerita dengan Renita mengenai pernikahan keduanya dengan Ella. Bahkan Renita masih mau menerima Wildan. Asalkan mereka masih tetap bisa bersama. Bagi Renita itu sudah lebih dari cukup. "Katanya cintamu padaku melebihi apapun. Lalu kenapa yang ditinggalkan justru aku. Bukan kedua wanita sialan itu, hah?" bentak Renita. Ia terlalu emosi
Read more
Menjalani Hidup Lebih Baik Lagi
Adinda libur kuliah hari ini karena tidak ada jadwal mata kuliah. Ia hanya mendapatkan tugas dari beberapa dosen. Mungkin akan ia kerjakan nanti siang setelah pekerjaan rumah selesai semuanya. Berbeda dengan Adinda, Sena hari ini sudah mulai bekerja di perusahan Papa Abimanyu. Sena bekerja dari pagi sampai sore. Malam hari akan ia pakai untuk kuliah, mengambil kelas karyawan."Din, pasangin dasi aku dong!" Sena berlari menuruni tangga, menghampiri Adinda yang sedang berada di ruang makan menata menu sarapan pagi ini. Adinda mengambil dasi yang dipegang Sena, lalu memasangnya. Setelah itu ia merapikan kerah kemeja Sena. Suaminya terlihat gagah dan berwibawa setelah memakai pakaian kantor seperti ini. Kesan nakal dari geng motor seakan luntur begitu saja dalam diri Sena. "Enggak pakai jas?" tanya Adinda. Sena menggeleng. "Enggak ah, aku kan staf biasa. Besok aja pakai jasnya kalau udah jadi bos" kekeh Sena. Adinda mengambilkan nasi goreng dan meletakkan di piring Sena. Sena makan de
Read more
Hari Pertama Kerja
Sena menemui Abimanyu di ruangan CEO. Sena mengetuk pintu. Meskipun itu ruangan papanya sendiri, tapi di sini ia bekerja sebagai bawahan. Ia harus menujukkan sopan santun seorang bawahan terhadap atasannya. "Pagi, Pa" sapa Sena setelah diperbolehkan masuk oleh Abimanyu. "Duduk, Sen!" perintah Abimanyu, menunjuk kursi di depannya. "Papa senang kamu mau bekerja di perusahaan ini. Nantinya perusahaan ini juga akan menjadi milikmu. Namun, Papa mau kamu bekerja sebagai staf biasa terlebih dahulu agar tahu alurnya" jelas Abimanyu."Sena mengerti, Pa. Sena maunya juga begitu. Bekerja dari bawah terlebih dahulu agar nantinya Papa bisa menilai bagaimana kinerja Sena.""Bagus jika kamu sependapat dengan Papa. Oh iya, bagaimana kabar Adinda?""Baik, Pa. Hari ini dia sedang libur kuliah. Tidak ada jadwal mata kuliah. Hanya nanti sore bekerja di cafe.""Kamu harus bekerja dengan baik, Sen. Apa kamu mau membawa istrimu itu hidup serba pas-pasan terus? Kasihan jika Dinda bekerja terus-terusan di ca
Read more
Kembalinya Gandhi
Setelah jam pulang kantor Sena menemui papanya terlebih dahulu."Gimana hari pertama kerja, Sen?" tanya Abimanyu setelah Sena berada di dalam ruangannya. "Aman, Pa. Sena tadi udah ngerjain beberapa dokumen.""Pokonya belajar terus. Kalau kamu ngerasa nggak paham jangan sungkan buat tanya sama teman-temanmu" nasihat Abimanyu. "Iya, Pa. Yaudah, Sena pulang dulu ya, Pa. Mau siap-siap habis ini ke kampus.""Oke."Sena berlalu dari ruangan papanya. Ia berjalan menuju parkiran motor. Sena menarik tuas gas motornya. Mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Ia takut terjebak macet dijam-jam orang pulang bekerja seperti ini. Sena memburu waktu. Ia harus segera sampai rumah untuk mandi dan dilanjut pergi ke kampus. "Baru pulang, Sen?" tanya Wildan saat bertemu Sena di depan rumah. Wildan juga baru saja pulang kerja. Sama seperti Sena. "Iya, nih. Gue duluan ya. Buru-buru mau ke kampus soalnya" ucap Sena sembari membuka pintu gerbang. "Loh, bukannya baru pulang?" tanya Wildan tak mengerti.
Read more
PREV
123456
...
11
DMCA.com Protection Status