Lahat ng Kabanata ng Bujang Lapuk ( Malam Pertama dengan Om Perkasa ): Kabanata 21 - Kabanata 30
100 Kabanata
21
"Eh, Keke," kata wanita itu dengan wajah berbinar. "Kak Endang, mau beli apa?" tanya Keke, dia tak sudi berbasa-basi."Aku nggak belanja, kok. Mana ibumu?" "Ada di dalam." "Sendiri saja, Ke? Bujang mana?"Keke merasa kesal bukan main, Endang selalu saja menanyakan suaminya."Mau jumpa sama Bang Bujang?""Tidak.""Kok nanya Bang Bujang terus, Kak?" "Iya, kan, kamu sama dia penganten baru, kemana-mana berdua. Wajarlah aku tanya." Endang tak mau kalah. "Aku mau jumpa ibumu." Endang berlalu tanpa menghiraukan Keke.Keke sebal, rasanya dia belum puas mengatai wanita itu. Kenapa Bujang bisa tertarik pada wanita itu di masa lalu, rasa-rasanya Endang bukan tipenya Bujang, lalu seperti apa itu tipe Bujang. Keke kesal dengan dirinya sendiri yang ingin tau.Endang ternyata tak lama, dia kemudian pamit pada ibu Keke, sempat menegur Bujang dan ditanggapi kalem oleh laki-laki itu."Kita langsung ke pasar saja, Ke.""Keke nggak bawa uang.""Ini ada." Bujang mengeluarkan dompetnya, menarik bebera
Magbasa pa
22
Keke memberi jarak walaupun tak rela, menunjukkan rasa nyaman di pelukan Bujang bukanlah ide yang bagus. Dia menyelipkan rambut di telinganya sambil menghapus air matanya. Dia benci dirinya yang tidak terkendali, dia benci saat dia sibuk memikirkan Bujang tapi pria itu bersikap biasa dan tanpa beban."Keke mau cuci tangan dulu," kata Keke bangkit, dia merasakan gugup, entah kenapa."Ke." Langkah Keke terhenti saat cekalan di lengannya terasa bagaikan listrik yang menggetarkan dirinya. Keke tak punya pilihan selain berbalik."Duduklah! Banyak yang harus kita bicarakan."Keke menurut, dia duduk di kursi rotan yang sudah dibuat Bujang menghadap kepadanya."Aku takkan mengikatmu, Ke. Lakukan apa yang kau suka, aku tau betul, terkurung di sini dengan kondisi terpencil dan kau jauh dari teman-temanmu, pasti itu sulit.""Maksud Abang? Keke boleh mengerjakan apa pun yang Keke suka?""Iya, kau tak harus mengikat dirimu, jika kau lelah dengan pekerjaan rumah tangga, kita bisa mencari orang untu
Magbasa pa
23
"Bang, ada tawaran pekerjaan, boleh, kan, Keke coba di sana?" tanya Keke sambil melipat kain. Situasi kembali cair setelah sama-sama canggung saat menemukan benda ajaib milik Keke. Celana dalam. Setiap mengingat itu, Keke sangat malu."Kerja apa?""Kasir minimarket, kerjanya cuma delapan jam. Gajinya lumayan.""Di mana?""Agak jauh, sih, Bang. Hampir dekat kota Pekanbaru."Bujang terdiam, dia mematikan rokoknya. Keke yakin, Bujang takkan mengizinkan, tapi hatinya bersikeras untuk mencoba peruntungan. Dua hari tinggal terpencil, dia benar-benar jenuh. Dia bahkan tak bisa melakukan apa-apa selain pekerjaan rumahtangga."Tidak ada yang dekat, Ke?""Belum ada, Keke juga mau ikut CPNS bulan depan. Ada pembukaan CPNS.""Kalau lulus gimana?""Ya, harus tinggal di sana. Bisa pindah kalau udah lima tahun kalau nggak salah."Bujang menghela nafas, dia turun dari kursinya, lalu duduk bersila di depan Keke. Tangannya ikut bekerja membantu melipat kain di depannya. Untung saja, Keke sudah hati-hat
Magbasa pa
24
"Abang marah?" Pertanyaan itu terlontar juga. Bujang memandang Keke sejenak. Menurut Bujang, Keke tak perlu bertanya, bukankah dia adalah wanita dewasa yang arif?"Buat apa aku marah?""Dari beberapa jam yang lalu, Abang menanggapi satu-satu saja setiap kali Keke bicara.""Ke, kau benar, kau punya masa depan yang panjang, punya ijazah yang kau perjuangkan selama empat tahun, terlalu egois rasanya kalau aku melarangmu. Jadi, aku tak punya pilihan selain mendukungmu. Jika kau memang ingin bekerja, atau ingin menjadi Pegawai Negri Sipil, pergilah!""Jadi, kalau nanti Keke lulus?" Keke bertanya gamang. Ini pertanyaan yang berat karena menyangkut masa depannya sendiri, dan masa depan pernikahan mereka."Aku tak bisa ikut denganmu, dan juga tak bisa memaksamu terus di sini, mungkin kita ambil jalan tengahnya saja, berjauhan untuk sementara waktu, mungkin kau bisa pulang sekali seminggu."Keke takjub dengan sifat pengertian Bujang. Di satu sisi dia merasa tak enak. Tapi di sisi lain, dia ing
Magbasa pa
25
Keke menatap Bujang gusar, hal tersial hari ini adalah dia tidak begitu teliti saat membaca catatan di undangan pesta, dia memakai dress putih karena kebetulan saja, kebetulan karena putih adalah warna kesukaannya. Sedangkan Bujang, dia menjadi ganjil dan pusat perhatian banyak orang.Tak sedikit yang berbisik dan tertawa cekikan sambil melirik Bujang, di antara ratusan tamu, Bujang malah lebih menarik dari pada penganten yang sedang bersanding. Dia menjadi bahan olok-olok.Keke merasa sikunya ditarik seseorang, Keke minta pamit pada Bujang yang mulai merasa risih. Namun pria itu masih bisa menguasai diri."Ke, itu suami kamu?""Iya," sahut Keke. Ini entah pertanyaan ke berapa dari orang yang berbeda. Kali ini dari Beti, teman akrab Keke. "Kamu gimana, sih? Nggak teliti, kan udah dibilang tamunya pakai warna putih, suami kamu pakai batik, celana jins, aduh! Semua orang menertawakan dia."Keke rasanya ingin memaki."Udah, nggak usah ngomong lagi." Keke pergi, dia menarik lengan Bujang
Magbasa pa
26
"Bujang tertimpa pohon tumbang," kata Luqman pada Keke, saat ini mereka tengah berada di RSUD Siak. Bujang baru selesai ditangani di UGD, syukurnya keadaanya tak terlalu parah, dia mengalami cidera di bagian bahu. Lukanya cukup dalam dan butuh jahitan.Keke mendekat, luka Bujang selesai dijahit. Wanita cantik itu menatap lurus Bujang yang juga menatapnya."Bagaimana itu bisa terjadi," tanya Keke. Di mengamati bahu Bujang yang telah dibalut perban."Aku sedang memancing saat angin kencang terjadi, ada pohon tua yang memang sudah lapuk, aku sudah berusaha menyelamatkan diri, tapi kena juga, ada dahan yang menancap."Keke menghela nafas, dia merasa ngeri sendiri.Keke menyelipkan rambut ke telinganya. Rasanya, canggung mulai bicara setelah bertengkar."Apa kau menungguku, Ke?"Keke mengangguk."Di rumah, sangat sepi kalau malam hari.""Untung aku tidak mati.""Abang ngomong apa?" Keke merasa terganggu. Bujang menengadah ke langit-langit. Mata yang biasanya memancarkan cahaya optimis itu
Magbasa pa
27
Kening mereka menempel, sama-sama kesusahan menata nafas berat yang memburu. Keke bahkan masih memejamkan matanya menikmati sensasi baru yang baru didapatkannya. Pengalaman baru yang sangat manis, ini ciuman biasa, tapi Bujang mampu memporak porandakan pertahanannya. Dia menyerah.Tak ada paksaan, mereka belajar secara alami, saling membujuk dan merayu, lalu berhenti untuk menata nafas masing-masing."Aku senang kau tak menolakku, Ke." Suara berat Bujang mengalun merdu di telinga Keke. Menggetarkan hatinya. Tapi Keke tak bisa berbicara apa-apa, lidahnya kelu.Keke membuka matanya, menatap sayu pada wajah yang sudah ditumbuhi cambang itu. Keke tak sanggup berkata-kata. Rasa kopi yang manis bahkan masih berada di dalam mulutnya. "Ayo kita tidur! Kita butuh istirahat." Bujang meraih Bahu Keke, mengajak wanita itu ke atas ranjang. Keke tak punya kuasa atas dirinya, dia menurut."Mulai malam ini, kita tak boleh lagi tidur dengan saling memunggungi."Keke mengangguk. Pipinya masih merona. K
Magbasa pa
28
Mata Keke menatap tajam wanita yang bersikap luwes dan begitu akrab dengan semua orang, dia bahkan membawa kue yang banyak, lalu pamer pada semua orang bahwa kue itu dialah yang membuatnya. Sesekali istri Luqman memuji, Keke semakin tidak suka."Aku bawa bolu gulung isi tapai, Bujang biasanya suka, iya, kan, Jang?" tanya Endang tanpa merasa bersalah, Keke mendengus. Sedangkan Bujang bersikap kalem. Endang dari tadi tak menghiraukan Keke. Seolah-olah Keke adalah angin lalu."Sudah pulang suamimu, En?" tanya istri Luqman. Dia mendengar desas desus tak enak tentang rumahtangga Endang."Nggak akan pulang dia, dia sudah nikah lagi," jawab Endang ringan, bahkan dia tanpa canggung pergi ke dapur untuk mengambil pisau dan piring, seakan ini rumahnya. Keke baru tau, wanita itu memiliki keluarga yang tak harmonis, lalu kenapa dia sok mengajari Keke waktu itu."Turut prihatin, En, aku nggak tau," jawab istri Luqman lagi. Memang, dia tak tau kalah suami Endang telah nikah lagi. Tidak sejauh itu d
Magbasa pa
29
Rasa dahaga, yang semakin diminum semakin haus. Begitu juga dengan hasrat yang menggelora, Keke bahkan merasa tubuhnya lemas tak berdaya, diikuti oleh detak jantung yang seakan ingin meledak. Baru kali ini, dia mengenal rasa yang tak pernah ditemukannya dengan Kevin, rasa candu dan tak pernah cukup. Tak pernah puas.Dia menengadah menatap Bujang, menemukan gelap yang terpancar karena gelora yang sama. Pria itu, tenang tapi menghanyutkan, dia membawa Keke hanyut walaupun tak terlihat arus yang berperan. Begitu tenang, begitu berbahaya. Dia tak hanya menghanyutkan, tapi juga menenggelamkan dalam waktu yang sama."Ke," panggilnya. Keke baru tau, Bujang yang sangat jantan begitu hati-hati. Dia memperlakukan Keke bagaikan benda mahal dan penuh pemujaan. Keke memeluknya, menupang kepalanya yang terasa pening, dia seperti selesai berlari dan istirahat untuk mengatur nafas, ini bahkan hanya ciuman, tak lebih.Tiba-tiba tanpa sadar dia telah menyenggol bahu Bujang yang terluka."Isssshh," desi
Magbasa pa
30
Suasana kampus tampak tenang, karena para mahasiswa sedang masuk kuliah pagi. Ada beberapa orang yang tengah duduk di taman kampus, menunggu jam kedua, atau beberapa orang mahasiswa yang lagi proses penyelesaian, saling berbincang mengenai kendala yang mereka hadapi masing-masing.Keke sempat bertemu dengan beberapa kawan seangkatan yang belum berhasil menyelesaikan S1-nya. Hanya sekedar sapa salam, karena Keke dan mereka hanya kenal sekilas, sedangkan teman akrabnya telah diwisuda semua. Keke sengaja ke kampus untuk melegalisir ijazah. Seperti yang telah dia ungkapkan pada Bujang, dia ingin ikut CPNS beberapa Minggu lagi.Sudah dua jam Keke menunggu, namun namanya belum terpanggil, sementara berkas sudah dimasukkan sejak dua jam yang lalu. Memang, legalisir antri, karena sedang musim CPNS."Wow, lihat siapa di sini."Suara familiar, Keke menoleh. Kevin, dengan wajah sinisnya, wajah yang tak pernah Keke lihat selama ini. Atau bisa jadi memang inilah Kevin yang aslinya. "Mau apa kamu
Magbasa pa
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status