Semua Bab Terjebak Gairah ABG: Bab 141 - Bab 150

197 Bab

141. Musibah Lain

Meskipun masih diliputi perasaan cemas, aku tetap pulang ke Jakarta. Noni masih dalam kondisi lemah dan tidak bisa diajak berkomunikasi saat aku tinggalkan. Saat sampai di Jakarta, di rumah aku tidak menemukan isteri dan anakku. Kondisi rumah kosong tanpa berpenghuni, aku menduga kalau isteriku sedang berada di rumah Rani. Setelah istirahat sejenak, aku pergi ke rumah Rani. Begitu sampai di rumah Rani, rumahnya dalam keadaan terkunci. Berkali-kali aku ketuk pintunya tidak ada yang menyahut. Aku telepon Sri isteriku, untuk mencari tahu, “Hallo.. Sri, sedang berada di mana? Mas lagi di rumah Rani, tapi rumahnya terkunci.”“Rani masuk rumah sakit mas..” sahut Sri. Sri memberitahukan nama rumah sakit dan alamatnya. Dia juga menceritakan kondisi kesehatan Rani. Aku buru-buru meninggalkan rumah Rani dengan perasaan galau. Aku takut terjadi sesuatu dengan kehamilan Rani. Jelas aku sangat khawatir dengan kesehatan Rani, karena dia adalah anak kandungku. Kalau pada kesehatan Noni saja aku
Baca selengkapnya

142. Menuai Balasan

Hidup kadang menjadi ladang bagi manusia menuai setiap perbuatan. Apa yang aku alami, juga Widarti dan Jatimin alami adalah balasan perbuatan yang kami terima.Aku membalas pesan Widarti dan berusaha untuk menguatkan dia dan Jatimin,[Wid.. mas doakan semoga kamu dan Jatimin kuat menghadapi ujian-Nya. Memang tidak ringan Wid, tapi hal seperti itulah yang akan menumbuhkan kasih sayang kalian pada Noni. Mas juga sedang menerima ujian Tuhan, Rani anak mas yang sedang hamil, dirawat di rumah sakit. Mas juga sadar kalau sedang menuai apa yang pernah mas tanam. Semoga kita semua kuat menghadapi ujian-Nya]Itulah pesan yang aku kirimkan pada Widarti, untuk mengingatkannya. Bahwa, sekian lama mereka berdua menyia-nyiakan Noni dan sekarang baru mereka terima betapa sedihnya melihat kenyataan, saat anak yang kita cintai menghadapi sakaratul maut.Keesokan harinyaPagi itu Radith mengajakku untuk bicara, dia sangat mencemaskan keadaan Rani, “Pa.. tolong kuatkan Radith, Papa kan sudah punya pengal
Baca selengkapnya

143. Harapan Hidup

Satu minggu kemudian Sembuh dan sakit adalah kewenangan Tuhan semata. Manusia diuji dengan sakit dan sehat, adalah bagian dari nikmat-Nya. Tidak bisa dikatakan hanya sehat sebagai nikmat-Nya, sakit pun adalah juga nikmat-Nya.Itulah rahasia Tuhan dalam menguji umatnya, apakah selalu bersyukur atau malah sebaliknya hanya semgumpat. Rani sudah diperbolehkan pulang, dengan berbagai catatan dari dokter. Kemungkinan besar Rani akan melahirkan diusia kandungan 7 bulan.Sementara kabar tentang Noni, tetap menjalani perawatan. Itulah cara Tuhan mendekatkan Noni dengan kedua orang tuanya, setelah sekian lama terpisah.Saat hal itu aku katakan pada Widarti dan Jatimin, mereka sangat menyadarinya,“Mas Danu benar.. Mungkin ini cara Tuhan agar kami berdua penuh perhatian pada Noni.” ujar Jatimin saat itu.Beberapa hari yang lalu, Widarti mengabarkan aku bahwa Jatimin sekarang mengubah penampilannya. Yang tadinya brewokan seperti Jatiman, sekarang lebih klimis.“Lho? Emang kamu sudah ceritakan pa
Baca selengkapnya

144. Sebuah Kejutan

“Saya dapat laporan kantor cabang Surabaya, pak Danu.. “Deg! Seketika aku deg-degan, bertanya-tanya dalam hati ada masalah apa lagi?“Kira-kira soal apa ya, pak?” tanyaku dengan penuh Kecemasan.“Bantuan dan petunjuk pak Danu di Surabaya, meng-goalkan kantor cabang Surabaya memenangi tender.” ucap pak Anggoro.“Alhamdulillah.. “ Aku bersyukur dalam hati. “Syukurlah, Pak, tidak sia-sia apa yang kita lakukan selama satu minggu.”“Pak Danu tahu apa yang sudah saya siapkan untuk bapak?”Wajah pak Anggoro mulai semringah, namun aku dibuatnya semakin penasaran.“Wah! Mana saya tahu, pak, saya sih kalau bapak senang, saya juga ikut senang.”Pak Anggoro akhirnya menjelaskan bahwa, pak Supriatna akan dipindahkan ke Palembang. Supriatna dianggap terlalu santai memegang kantor cabang di Bandung. Sehingga, produktivitas kantor cabang Bandung kurang maksimal.Namun, aku tetap saja tidak tahu ke mana arah pembicaraan pak Anggoro. Pak Anggoro katakan padaku,“Pak Danu mengakhiri masa bakti di Bandu
Baca selengkapnya

145. Suka di Tengah Duka

Di rumah sakit, aku ceritakan pada Sri dan anak-anakku bahwa aku dipromosikan untuk memegang kepala cabang Bandung. Semua senang mendengar kabar tersebut. Hanya saja aku belum bisa ajak isteriku ikut ke Bandung. Aku ceritakan itu situasi di rumah sakit sudah tenang, mereka pun bersuka cita mendengarnya, “Kalau gitu, mas duluan aja ke Bandung. Nanti aku nyusul sama Priska, gimana?”“Yang penting kondisi Rani sudah tenang dulu, baru mas ke Bandung.”Rani malah memintaku untuk segera ke Bandung, karena jabatan itu sebuah kehormatan menurutnya. “In Shaa Allah, Rani sudah sedikit tenang, Pa. Papa berangkat aja ke Bandung, biar mas Radith nanti yang awasi aku.”Keesokan harinya, aku berangkat ke Bandung dengan Kereta Api. Tidak ada peristiwa yang berarti di sepanjang perjalanan. Sampai di Bandung aku disambut karyawan kantor cabang Bandung. Diantaranya ada pak Supriatna, “Selamat mengemban tugas baru, Pak. Nanti saya akan serahkan kunci mobil dan rumah untuk bapak selama di Bandung.” u
Baca selengkapnya

146. Noni Sembuh

Satu minggu kemudianSejak pertemuan Narandra dengan Noni di rumah sakit, aku tahu kalau Narandra menyukai Noni. Itu aku ketahui dari tatapan dan gesture tubuhnya. Hanya saja Narandra tidak pernah mengungkapkannya.Tapi, setiap aku berada di rumah sakit, dengan berbagai alasan Narandra selalu berusaha untuk menemuiku. Seperti hari ini, saat aku menjemput kepulangan Noni dari rumah sakit. Narandra juga ikut menemaniku, alasannya ingin belajar bersosialisasi dengan orang banyak.“Om gak keberatan kan kalau Nara ikut om ke sini?” tanya Nara saat kami menunggu Noni keluar dari ruang perawatan.“Ya gak apa-apa sih, kalau kamu memang punya kepentingan.”“Nara perlu belajar banyak hal dari om Danu, termasuk juga soal bersosialisasi.”Sebagai orang tua, jelas aku tahu kepentingan Nara. Dia ingin mencuri perhatian Noni, dia ingin Noni tahu bahwa dia punya perhatian.”Begitu Noni keluar dari ruang perawatan dan didampingi Widarti dan Jatimin, aku hanya menatapnya. Begitu Noni melihat aku, dia m
Baca selengkapnya

147. Noni Sulit Diubah

Hari demi hari, Narandra terus memperlihatkan sikapnya yang jujur dan apa adanya. Aku menganggap Narandra sebagai seorang pembelajar yang baik. Dia mau belajar banyak dariku, baik dari cara aku memperlakukan orang lain, juga bagaimana aku menuntaskan pekerjaan. Noni pun kerap mengunjungi aku di kantor, kadang sekadar untuk makan siang. Sikap Noni juga sudah banyak berubah, dia semakin dewasa. Suatu ketika Noni bertanya tentang Narandra, itu dia tanyakan saat dia mengunjungiku di kantor, “Pa.. Nara itu angkuh ya? Dia sih gak celamitan, tapi cueknya keterlaluan.”Aku mencoba menggoda Noni, untuk mengetahui perasaannya pada Nara, “Kamu ke sini sengaja menemui Papa, atau mau ketemu Nara?” godaku. “Ya ketemu Papa lah, masak mau ketemu Nara? Ngobrol juga gak pernah, kok!?”Aku jelaskan pada Noni, bahwa Nara itu orangnya apa adanya. Nara bersikap cuek karena terlalu serius dengan pekerjaan. “Yang jelas, Nara itu kurang pergaulan, Non. Dia belum pernah dekat dengan wanita, jadi dia belum
Baca selengkapnya

148. Menahan Hasrat

Pulang kerja sehabis mandi aku duduk di ruang tamu sendirian. Rumah fasilitas dari perusahaan terbilang cukup lumayan, karena semua perabotannya sudah terisi, kualitas bangunnya juga cukup baik. Hanya saja aku sendirian di rumah yang cukup besar, karena isteriku belum bisa menemani. Menjelang malam, sebuah mobil masuk ke halaman rumahku. Itu terlihat dari bias cahaya lampu yang menerpa jendela rumah. Aku beranjak ke pintu depan dan membukanya, ternyata Noni datang mengunjungiku, “Malam Pa.. lagi iseng ya sendirian?” tanya Noni sembari berjalan menghampiri. “Kamu juga lagi iseng ya? Buktinya, kamu mengunjungi, Papa?”Noni melabuhkan sebuah ciuman di pipiku, dia memeluk dan mengajakku masuk ke dalam rumah. “Papa udah makan? Kalau belum biar Noni pesan makanan, gimana?”“Papa udah makan, Non.. Gak usah repot-repot.”Aku serba salah, mau tanya ada apa datang malam-malam ke rumahku? Takutnya dia malah tersinggung. Noni agak sensitif, tidak suka kalau apa yang dia lakukan aku pertanyak
Baca selengkapnya

149. Dilematis

Noni menghentikan cumbuannya saat merasa aku tidak memberikan respon semestinya, “Kenapa, Pa? Papa sudah tidak ingin melakukannya denganku? Sudah dapat yang lebih hebat dari aku?” tanya Noni dengan menatap tajam kedua bola mataku. “Bukan karena itu semua, Non. Tapi, karena Papa sangat menyayangi kamu. Papa harus jaga kesehatan kamu.”Noni turun dari pangkuanku dan berdiri membelakangiku, “Papa tahu gak? Penolakan Papa ini, justeru akan membuat aku sakit. Bukan Cuma sakit secara fisik, Pa, tapi juga yang lainnya.” Noni katakan itu dengan lirih dan tetap membelakangiku. Aku berdiri menghampiri Noni, aku peluk dia dari belakang. Tapi, seketika itu juga dia tepis kedua tanganku. Aku menyentuh bahunya dengan kedua tanganku, aku katakan pada Noni, “Non.. kamu jangan salah faham, Papa akan lakukan itu kalau secara fisik kamu bisa menerimanya.”Aku bisa merasakan apa yang sedang Noni rasakan. Tapi, memenuhi keinginannya bukanlah cara terbaik aku menyayanginya. Aku katakan hal itu pada No
Baca selengkapnya

150. Memotivasi Noni

Tidak ada cara yang lebih baik untuk memotivasi orang lain, selain dari memberikan teladan yang baik. Selama aku masih menggaulinya, aku tidak akan bisa memotivasi Noni untuk menjadi lebih baik. Membuat jarak dengan Noni, tidak berarti aku mengurangi perhatian terhadapnya. Sebelum aku memotivasi Noni, aku mengubah sikapku terhadapnya. Upaya ini kelihatannya membuahkan hasil, Noni sekarang lebih giat dan fokus untuk kuliah. Jarangnya Noni bertamu ke kantor membuat Narandra bertanya, saat dia menghadapku di ruang kerjaku Narandra menanyakan Noni. “Maaf om.. pertanyaanku agak di luar konteks pekerjaan. Noni kok jarang ke sini sekarang?” Nara tanyakan itu dengan antusias. “Dia mulai sibuk kuliah, Nara, dia punya cita-cita harus menyelesaikan S1. Kenapa? Kamu kangen ya sama Noni?” “Eehhmm.. ya gitu deh om, tepatnya.. saya merasa kehilangan dia.”“Coba aja kamu bertamu ke rumahnya.. Kalau pun tidak bertemu dia, minimal bisa ngobrol sama orang tuanya.”Aku katakan pada Nara, bersilatura
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1314151617
...
20
DMCA.com Protection Status