All Chapters of Diantar Ke Rumahku: Chapter 51 - Chapter 60
72 Chapters
51
‘Kalau saja aku langsung menjawab ‘iya’ waktu Justin mengatakan cinta, pasti malam ini aku sedang gembira.’‘Kalau aku memilih Justin, sekarang aku takkan diburu-buru untuk menikah..’‘Seandainya aku menerima Justin, aku pasti bisa tenang tinggal di kota ini selamanya…’Kalau saja, seandainya…Sondang merasa lelah dengan pikirannya yang tak berhenti mengajaknya menyesali keputusan yang telah dibuatnya dengan memilih Idris.Pikirannya dulu sudah melarang dia jatuh cinta pada Idris. Bodohnya, dia menyerah pada keinginan hatinya. Dan sekarang, Idris langsung memperhadapkan dia pada 2 permintaan yang sangat sulit: menikah di tahun depan, dan pindah ke Jakarta.Tadi siang di tepi sungai, seperti biasa otak bodohnya ini tak mau bekerja. Sehingga ketika Idris mengajaknya menikah, yang terpikir olehnya hanya tentang Idris yang akan bertugas ke luar kota, dan dia yang akah ditinggal sendirian.Akhh, sekarang dia benar-benar menyesali kehampaan pikirannya. Mengapa dia tak bisa berpikir jernih,
Read more
52
Jam 8 malam, seusai diomeli Bang Sihol, Sondang bergerak-gerak gelisah di tempat tidurnya. Berulang kali dia mengecek teleponnya, tak ada satupun telepon atau pesan dari Idris. Memang bukan salah Idris, sih. Semuanya memang berawal dari permintaan Sondang: tak mau dihubungi, dan tak mau bertemu dulu. Alasannya? Ya, itu.. butuh waktu buat berpikir. Jadi, sudah hampir 2 minggu pula, Idris yang memang super sabar itu, menuruti permintaan Sondang, tak meneleponnya dan tak juga mengirimi pesan. Padahal, sebelum ada masalah ini, Idris pasti menghubunginya setiap hari. Karena itu, Sondang sebenarnya merasa kesepian dan kehilangan, ketika sapaan Idris absen dari hari-harinya yang monoton itu. Omongan Bang Sihol tadi sore, meski menyakitkan namun tetap dia renungkan juga. Dia mengingat-ingat alasannya untuk memilih Idris dulu. Saat itu dia memang berdoa, dan merasa mendapat konfirmasi untuk boleh menerima Idris. Lalu sekarang, bolehkah orang yang dia percayai sebagai ‘hasil dari doanya’ t
Read more
53
Jam 4 sore, Bang Sihol dan Idris sudah selesai dengan urusan mereka. Saat sampai di rumah, mereka membawa oleh-oleh beberapa bungkus rempeyek kacang dan gorengan.“Duduk-duduk di depan, yok,” ajak Bang Sihol kepada mereka semua.Sondang membuat kopi dan teh untuk mereka. Tapi saat tiba di teras, kopi di teko yang dibawanya, nyaris tumpah saat melihat adegan di gazebo.Idris bersama si Kembar, sedang bernyanyi-nyanyi lagu sekolah minggu ‘Burung Pipit Yang Kecil.’ Si kembar bernyanyi sambil menggendang-gendang galon air kosong, sedangkan Idris bermain gitar!Iya, bermain gitar… Sondang takjub luar biasa. Sejak kapan Idris yang buta musik itu, mendadak bisa bermain gitar?Sondang tersenyum-senyum melihatnya begitu. Idris tahu, bahwa Sondang terkejut. Tapi dia berlagak tak peduli, dan tetap saja bernyanyi-nyanyi dengan si Kembar. Dia memang tidak pernah bercerita kepada siapapun, bahwa dia belajar memainkan gitar. Semuanya sebenarnya karena Sondang. Ya, Sondang yang sudah menjadi pusat d
Read more
54
Jam 9 malam, Idris memutuskan untuk naik ke kamarnya, dan menemukan lampu kamar Sondang sudah padam. Tapi Idris tak yakin, bahwa Sondang sudah tidur. Dia sepertinya hanya ingin menghindar.Teleponnya ke nomor Sondang, tersambung tapi tak diangkat. Diketiknya sebuah pesan, berharap Sondang membacanya.“Seingatku, tadi ada yang janji nggak akan cuek padaku.”Pesannya segera ditandai dengan 2 centang biru.“Siapa?” setelah semenitan menunggu, hadir juga balasan dari Sondang.Idris mencari kata untuk membalasnya. Mengingat-ingat percakapan mereka sebelumnya.“Perempuan yang semalam bilang rindu..”Sondang tersenyum membacanya. Setiap kali sedang sedih, rayuan Idris selalu manjur untuknya.“Jangan gampang percaya sama perempuan. Nanti kecewa,” tulis Sondang.Sebentar kemudian, balasan Idris diterimanya.“Perempuan lain mungkin begitu. Tapi kalau yang satu ini, aku percaya..”Seember air sejuk, seperti disiramkan ke kepala Sondang. Melunturkan kesedihan karena percakapan tadi sore. Idris se
Read more
55
Huh!Sondang mengeluh di hati, ketika melihat Idris masih saja sibuk mengobrol berdua dengan Bang Sihol, di ruang tamu. Keduanya terlihat serius, dengan kertas-kertas bergambar di atas meja. Sejak dia datang di jam 5 sore tadi, Sondang hanya bertegur sapa sebentar dengan Idris, itupun karena mereka bertemu tanpa sengaja di dapur. Setelah Sondang mengantarkan kopi buatnya dan Bang Sihol, Idris memang melihatnya sebentar sambil tersenyum, dan berkata, “Terima kasih ya, Ndang..” Tapi setelah itu, dia kembali memandang pada kertas-kertas di tangannya. Tadinya Sondang mengira, Sabtu ini bukan Sabtu biasa. Sudah lama Idris tak datang di hari Sabtu. Itu sebabnya dia merasa girang luar biasa, ketika semalam Idris memberitahu bahwa dia akan datang. Dalam pikiran Sondang, mereka akan berbincang di gazebo, sambil menunggu sore berakhir. Idris akan bermain gitar, dan Sondang akan bernyanyi-nyanyi dengan si Kembar.Tapi lihatlah, sejak tadi Bang Sihol malah terus memonopoli Idris. Iya, dia tahu
Read more
56
Latihan sudah berlangsung hampir 30 menit, ketika mereka tiba di gereja. Dengan tak enak hati, Sondang menyusup cepat-cepat di antara penyanyi sopran yang duduk di kursi depan. Dari tempat duduknya, dia kemudian menyadari bahwa Justin meliriknya dari belakang keyboard, tempat dia mengiringi paduan suara. Dari balik kertas koornya, Sondang beberapa kali melihat bahwa Justin masih rajin mencuri lihat padanya. Pasti kar’na dia melihat Sondang datang bersama Idris, yang sekarang entah duduk di sebelah mana, menungguinya selesai berlatih koor. Tadi Sondang meminta Idris pulang, tapi dia menolak. Katanya, “Sekalian menonton kalian berlatih bernyanyi.” Saat mereka akhirnya selesai di jam 9 malam, Sondang mengedarkan pandang untuk mencari Idris. Ditemukannya lelaki itu sedang duduk di dekat pintu luar, bersama pendeta, yang ternyata datang juga untuk menemani mereka berlatih koor. “Bicara apa tadi dengan Amang Pendeta, Bang?” tanya Sondang dalam perjalanan pulang. Idris melajukan motor
Read more
57
Diperjalanan pulang dari gereja siang itu, Idris berkata kepada Sondang.“Mumpung kamu ke Lombok, puaskan jalan-jalan, Ndang. Kata orang, pantai di sana bagus, kan?”Sondang mengangguk, walau hatinya merasa sedih. Jalan-jalan di sana tanpa Idris, apa enaknya? Seindah apapun pantai, pemandangan terbaiknya adalah wajah Idris saat tersenyum. Idris melihat Sondang yang mulai bersedih lagi. Diulurkannya tangan sesaat untuk membelai rambut sondang.“Kita jalan-jalan ke Mall, yuk, Ndang,” ajaknya.“Ada yang mau dibeli, Bang?” tanya Sondang akhirnya, berusaha kembali kepada ketenangan yang diusahakannya sejak semalam.“Beli baju buat natal, mau? Mumpung ada waktu,” kata Idris lagi.“Kemeja atau Batik, Bang? Kalau mencari batik, lebih baik pergi ke toko biasa, bukan ke Mall.”“Kemeja saja. Jadi kita ke Mall, ya? Kita sekalian beli buat kamu juga,” kata Idris.Sondang menggeleng, lalu bicara sejenak dengan nada seperti malu.“Aku sudah beli baju natalku. Sebenarnya aku juga beli kemeja dan
Read more
58
Desember datang bersama hujan. Dari gazebo di halaman depan rumah, Sondang menyaksikan hasil pekerjaan hujan tadi pagi, yang membuat putih bunga Jambu air berjatuhan bagai helaian salju. Di halaman depan, dedaunan kecil pohon kemuning juga nampak berguguran bersama putik-putik bunga putih, yang membagi keharumannya sampai titik terakhir. Cantik sekali! Membuat Sondang menghela nafas kagum pada keindahan yang sedang dilihatnya. Usai hujan turun, membersihkan halaman memang akan menjadi pekerjaan yang berat. Namun saat ia memandang pada tanah yang terlihat menakjubkan, ketika bersatu dengan bunga-bunga yang gugur tersebut, dia merasa tak keberatan. Saat ia merasa tenang melihat semuanya itu, suara mobil terdengar berhenti di depan rumah mereka. “Langsung berangkat, ya,” suara Idris berseru dari dalamnya. Sondang melihat si pemilik suara dengan riang, dan bergegas memasuki mobil, menjumpai Idris yang mengembangkan senyum menyambutnya. Sudah seminggu mereka tidak bertemu. Hari ini,
Read more
59
Subuh di tanggal 23 Desember tiba juga. Saatnya tiba untuk Idris berangkat ke Palembang, merayakan natal di panti asuhan, tempat dia dibesarkan. Air mata tak bisa ditahan, ketika Sondang merasakan tangan kokoh Idris, mengusap lembut kepala dan pipinya. Seandainya tak ada keluarganya di sekitar mereka, ingin sekali dia masuk ke dalam pelukan Idris, dan menangis di dadanya. Idris juga menahan dirinya, untuk tak menarik Sondang ke dalam dekapannya. Akhirnya mereka berpisah, saat taksi yang dipesan Idris tiba. Sesaat setelah Idris berada di dalam mobil ‘travel’ yang membawanya ke Surabaya, telepon genggamnya, menampilkan pesan dari Sondang. "Bang, aku sudah rindu…" Cuma mendapat pesan begitu, sudah membuat hati Idris bergejolak. Setiap mereka bertatap muka, Sondang jarang sekali menunjukkan perasaannya, dan sangat sulit untuk ‘berkata’ mesra. Ketika dia berkata ‘rindu’, itu membuat Idris merasa terbuai, dan sangat ingin kembali untuk bisa segera memeluknya. Jam setengah 4 sore, Idri
Read more
60
“Selamat hari Natal, selamat hari Natal..”Begitu kebaktian 25 Desember usai, gereja penuh dengan ucapan itu. Semua orang saling menyalam, saling mengucapkan selamat. Kue-kue dibagikan, ada kopi juga. Semua orang bergembira, merayakan kelahiran Sang Juru Selamat Dunia. Sepulang gereja, Sondang bersama Friska mengikuti kunjungan natal ke Panti Lansia, bersama beberapa teman alumni universitas mereka.“Ndang, itu kenapa betismu?” tanya Friska saat mereka sedang duduk menunggu acara dimulai.Sondang melihat kepada betisnya, terlihat biru di beberapa tempat.“Terbentur mungkin, ya? Untung nggak sakit.”“Kamu sudah teleponan dengan Andi? Kok, dari semalam, aku nggak dengar kamu mengobrol dengan dia,” kata Sondang saat dia tiba-tiba teringat pada Andi.Friska cuma diam saja. Sepertinya dia sedang kesal.“Kalian lagi bertengkar, ya?” tanya Sondang akhirnya.Friska menghela nafas kesal.“Bukan bertengkar, cuma aku lagi malas aja mengobrol dengan dia. Minggu lalu dia memberitahuku, Mei nanti
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status