All Chapters of Jerat Casanova Insaf: Chapter 61 - Chapter 70
118 Chapters
61. Bertepuk Sebelah Tangan
"Selamat pagi." Ami tersenyum di ambang pintu rumah Arya. Matanya sekilas menatap pada Gendis, lalu beralih mengarah pada Arya. "Ami?" Arya beranjak dari tempat duduknya. "Mari, masuk." Lelaki itu mempersilahkan Ami untuk masuk dengan suara yang sedikit canggung. "Aku ganggu ya?" tanya wanita yang mengenakan kemeja oversize berwarna abu tua di padu padankan dengan jeans yang sobek di bagian lututnya. "Oh, nggak. Kebetulan kita sedang sarapan bareng. Duduk, Mi," pinta Arya. "Siapa Mbak?" tanya Bayu berbisik pada Gendis yang melanjutkan merapikan tempat makan mereka. "Teman Mbak eh maksud Mbak, teman Mas Arya," ujar Gendis melirik ke arah Ami. "Oh, cantik ya," kata Bayu pelan. "Suka sama Mas Arya?" tanyanya lagi dan Gendis mengangguk. "Terus Mbak Gendis?" "Ck, Bayu!" Mata Gendis membesar. "Cuci mangkuknya, Mbak mau buatin teh," ujar Gendis melangkah ke dapur. Mata Ami mengamati ke seluruh ruangan, lalu memperhatikan Gendis yang sedang berbincang dengan lelaki yang lebih muda dari
Read more
62. Tetap Salah
"Mbak pinjam motornya ya, Bay." Motor Bayu berhenti di depan rumah Arya setelah mereka menghabiskan waktu mencari kebutuhan yang akan Bayu bawa besok pulang ke Gunung Kidul. "Bawa aja Mbak, nanti Bayu yang bilang sama Mas Arya kalo motor di bawa Mbak Gendis." "Kalo gitu Mbak langsung pulang aja ya, udah malem. Mas Arya juga belum pulang sepertinya." Gendis menyalakan mesin motor matic berwarna hitam itu. "Iya, hati-hati Mbak." "Sampaikan salam Mbak buat bapak sama ibu, mudah-mudahan minggu depan Mbak pulang," ujar Gendis menutup kaca helm-nya. "Iya, hati-hati Mbak," seru Bayu melepas kepergian sang kakak. ***** Pagi itu Gendis agak telat sampai ke kantornya. Kira-kira 15 menit dia terlambat karena motor Bayu yang tiba-tiba pecah ban. "Selamat pagi," sapa Gendis pada teman satu ruangannya. "Pagi Gendis." Bowo Manager keuangan yang membawahi Gendis keluar dari ruangannya. "Pagi, Pak Bowo." "Gendis kamu hari ini ikut meeting ya, bawa laporan bulanan dan laporan pajak sekalian.
Read more
63. Menemukanmu
Tepat pukul 11 lebih sedikit, Sakti tiba di Bandar Udara Internasional Yogyakarta. Lelaki dengan setelan celana panjang chinos berwarna biru tua dan kemeja slim fit berwarna putih menaiki mobil yang sudah Norman sediakan untuk menjemputnya di bandara. "Kita langsung ke hotel atau langsung ke tempat yang Bapak ingin datangi?" tanya supir itu. "Kita langsung ke Gunung Kidul saja," ujar Sakti. "Baik, Pak." Perjalanan tiga jam lebih akhirnya membawa Sakti ke kabupaten yang terletak di atas bukit itu. Sepanjang perjalanan Sakti di suguhi pemandangan alam yang indah. "Kita sudah sampai di desanya, Pak." "Oh begitu, kalo kita ke kantor kelurahannya kira-kira jam segini masih buka tidak ya?" Sakti melirik jam tangannya, sudah pukul setengah dua siang. "Kita coba saja, Pak." Supir itu lalu mengarahkan perjalanan mereka ke kantor kelurahan. "Sepi, Mas," ujar Sakti. "Coba saya tanya dulu, Pak." Supir pun keluar dari mobil dan bertanya pada penjaga warung yang tidak jauh dari tempat merek
Read more
64. Mogok
"Maaf, Mbak," ujar Sakti pada gadis resepsionis tadi. "Iya Bapak, ada yang bisa kami bantu?" "Iya," jawab Sakti lantang. "Mbak tau gadis tadi, yang berbicara dengan lelaki dengan kemeja marun tadi?" "Oh, Mbak Gendis. Dia staf keuangan di sini," jawab resepsionis itu. "Tau rumahnya? Mm ... maksud saya, tau alamat dia tinggal?" "Bapak kenal?" Resepsionis balik bertanya. "Apakah harus saya jawab?" Sakti mengeluarkan beberapa uang seratus ribu dari dalam dompetnya. "Tip buat kamu, kalo kamu kasih saya info lebih detail," ujar Sakti membelakangi kamera cctv. "Gimana, Rita?" Sakti mendapati nama resepsionis pada name tag di dada gadis itu. Rita menelan ludahnya kasar, melihat ke kiri dan kanan, dia berusaha sedikit menjauh dari sisi partnership nya. "Saya nggak tau dimana alamat rumah atau kost nya, tapi kalo Bapak mau menunggu biasanya sebentar lagi staf kantor pasti pulang," ujar Rita melirik jam tangannya. "Dimana kantornya?" "Bapak tunggu di luar sebelah parkir samping, nanti a
Read more
65. Aku Kangen
Suara yang sudah lama sekali tidak pernah dia dengar itu berhasil membuatnya menoleh ke belakang. Tubuh jangkung lelaki yang berada di hadapannya itu membuat matanya terbelalak. Mimpi apa Gendis berhadapan lagi dengan lelaki yang selama ini dia rindukan. Bahkan harum tubuh itu masih sangat hapal di penciumannya. Ya ini nyata, nyata sekali ... Sakti berdiri di hadapannya, tersenyum dengan rambut-rambut halus yang menghiasi rahang tegas lelaki itu. "Motor kalo udah rusak jangan di pake lagi, kan bikin susah diri sendiri," ujar Sakti. Sakti berusaha menutupi rasa bahagianya melihat kembali wajah gadis kesayangannya itu. Sakti berusaha menahan dirinya untuk tidak memeluk Gendis saat itu juga, dia berusaha terlihat biasa saja. Dia ingin membuat Gendis terkesima dengan kehadirannya di sana. "Aku coba hidupin manual dulu," kata Sakti tanpa menatap mata Gendis yang masih tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Beberapa kali Sakti mencoba menghidupkan motor itu secara manual, hing
Read more
66. Kerinduan
'Aku kangen," bisik Sakti lembut. Hembusan napas lelaki itu begitu lembut menerpa wajah Gendis. Mata yang bersitatap seakan mencari ruang rindu yang sudah lama tak saling mengunjungi. Sakti mengusap pipi itu dengan begitu lembut, bahkan jari jemarinya dia biarkan menyentuh bibir yang sudah lama tak dia sesap itu. Gendis menunduk, dia menolak saat Sakti hampir mendekati wajahnya. "Sebaiknya kamu pulang, ini sudah terlalu malam untuk lelaki berkunjung ke kost-an," kata Gendis menyingkirkan tangan Sakti dari lengannya. "Kalo gitu kita pulang ke hotel," ujar Sakti. "Masih banyak yang harus kita bicarakan, Gendis." "Sudah nggak ada yang harus kita bicarakan, semua sudah selesai," ujar Gendis membelakangi Sakti. "Selesai? bahkan kita belum memulainya," ujar Sakti. "Pulanglah," ujar Gendis. "Aku nggak akan pulang." Kali ini Sakti berbaring di tempat tidur berukuran single itu. "Aku tetap di sini, sampai kamu bilang kenapa kita selesai," ujarnya melipat kedua tangannya. "Tolong ngerti
Read more
67. Semalam Bersamamu
"Kangen, ya?" "Banget," jawab Gendis menangis rindu. "Siapa suruh kabur," kekeh Sakti. "Nyebelin," cebik Gendis merajuk. "Aku lebih kangen kamu, Gendis. Setiap menit waktuku habis untuk mencari dan memikirkan kamu." Sakti merapikan rambut-rambut halus Gendis, menyematkan helaian rambut kekasihnya itu dibalik telinga lalu mencium pipi Gendis, rahang Gendis, lalu turun menyusuri leher jenjang kekasihnya itu. Gendis menutup matanya menikmati setiap sentuhan Gendis melenguh saat tangan Sakti meremas lembut dadanya. Gadis itu membuka matanya memandangi wajah Sakti dengan segala pesonanya. Gendis menyusuri wajah itu dengan jemari tangannya, mengusap bibir Sakti lalu jemarinya berhenti tepat di tengah-tengah bibir itu. Sakti mengecupi setiap jari jemari Gendis, merasai sentuhan gadis yang benar-benar dia cintai. Sorot mata yang sudah terlihat sendu turun tertuju pada tangan yang meremas lembut dada Gendis, membuka satu demi satu kancing kemeja Gendis. Dan saat kemeja itu mulai tersib
Read more
68. Maafku Setulus Hati
Daun pintu berwarna putih itu perlahan terbuka, Arya berdiri membelakanginya. "Mas Arya," sapa Gendis. Lelaki bertubuh tinggi dan berkulit putih itu pun membalikkan tubuhnya. "Kamu udah siap? tadi aku di hubungi Bayu, kita harus—" "Kita berangkat sekarang," ujar Sakti keluar dari kamar membawa ransel milik Gendis. Arya tercekat, matanya menatap bergantian antara Gendis dan Sakti. Lelaki yang selama ini menjadi saingannya mendapatkan hari Gendis berada tepat di depannya. "Gendis," ucap Sakti sambil meraih tangan Gendis. "Kita berangkat sekarang, Pak Slamet sebentar lagi sampai," kata Sakti lagi. "Gendis biar pulang sama aku," kata Arya. "Bayu meminta aku yang menjemput Gendis," ujar Arya tak mau kalah. "Tidak usah berdebat, Gendis harus segera tiba di sana. Kalo kamu mau, kita bisa pakai satu mobil," ujar Sakti semakin mengeratkan genggamannya. "Sebaiknya kita sama-sama kesana, Mas. Ini juga sudah malam dan hujan," ujar Gendis. Arya terdiam, suasana hatinya sudah tidak lagi b
Read more
69. Case Close
Gendis tertidur di pangkuan Sakti, sepasang kekasih ini semalaman menunggu di ruang tunggu pasien. Pemandangan seperti ini tak luput dari perhatian Arya, meski hatinya perih namun dia mencoba untuk menghadapi kenyataan. "Sakti." Arya membangunkan Sakti perlahan. Lelaki berjambang itu perlahan membuka matanya. Masih dengan kesadaran yang belum sepenuhnya terkumpul, Sakti memicingkan matanya. "Jam berapa ini?" tanya Sakti pada Arya, lalu dia mengusap lembut kening Gendis yang masih tertidur di pangkuannya. "Setengah tujuh," ujar Arya. "Kopi." Arya menyodorkan satu cangkir plastik berisi kopi hitam. "Makasih," ucap Sakti. "Bapak sudah sadar?" "Belum, sepertinya masih dalam pengaruh obat," kata Arya yang mengambil posisi duduk di samping Sakti. "Oh, semoga secepatnya kembali pulih," ujar Sakti diikuti anggukan kepala Arya. "Capek banget kayaknya," ujar Arya menatap Gendis yang masih terpejam. "Iya, karena kemarin sore juga Gendis dorong motor karena mogok." Sakti tersenyum kecil
Read more
70. Kesempatan Kedua
Ketukan di pintu memaksa tiga orang di ruangan yang beraroma obat-obatan itu harus menoleh ke arah suara. "Selamat pagi," sapa Sakti. "Pagi," jawab Wati. Sementara Bayu berpura-pura tidak melihat lelaki berwajah tampan itu. "Bagaimana keadaan Bapak, Bu?" tanya Sakti yang langsung menundukkan kepalanya hormat pada lelaki paruh baya yang masih terbaring lemah di ranjang itu. "Masih lemas, 15 menit yang lalu Bapak sudah bangun. Minta air putih, ini mau ibu coba suapkan bubur sedikit-sedikit," kata Wati. "Gendis dimana?" "Bersama Arya di ruang tunggu," jawab Sakti. "Apa yang di rasa, Pak?" tanya Sakti mendekat ke sisi tempat tidur. Lelaki berumur kepala lima itu hanya diam, menatap Sakti hanya sekilas. Sakti tahu betul, rasa hati lelaki itu belum sepenuhnya baik mengingat perlakuan Satyo tempo hari. "Biarkan Bapak istirahat dulu, dokter bilang nggak boleh mikir yang berat-berat," ujar Bayu dengan nada sinis. "Baik kalo begitu. Ibu, kita bisa bicara berdua?" pinta Sakti. Seakan me
Read more
PREV
1
...
56789
...
12
DMCA.com Protection Status