All Chapters of DINGINNYA SUAMIKU: Chapter 71 - Chapter 80
122 Chapters
Kegelisahan Kaniya
Aku akhirnya diizinkan pulang sore hari setelah menginap satu malam lagi bersama Afkar. Dari semua pemeriksaan, aku maupun bayi mungil itu dalam keadaan baik. ASI-ku pun sudah keluar cukup banyak. Hanya Mas Arsya dan Ibu yang menemaniku sejak semalam. Ditambah Mama Astri yang datang pagi harinya. Entah ke mana yang lain? Saat aku bertanya, mereka menjawab kompak tidak tahu. Mas Arsya memapahku berjalan, sedangkan Afkar bersama Mama Astri dan Ibu membawakan tas dan barang-barang lain. Aku punya dua ibu sekarang dan itu sangat luar biasa rasanya. Sikap Mama Astri berubah banyak kepadaku dan aku bersyukur karenanya. Kesabaran memang tidak ada tandingan. Bahkan, jika dibilang kesabaran ada batasnya, itu mungkin kurang tepat. Emosilah yang ada batasnya sehingga kesabaran terkadang kalah dan terpaksa ditinggalkan dalam sesaat. Aku sangat sering mengalami itu karena emosi yang naik-turun seperti rollercoaster. Sampai di rumah, keadaan sangat sepi. Hanya ada Bi Narti yang membukakan pintu
Read more
Jangan Ikut Campur
Sejak aku pindah ke kamar bawah, Ayah dan Ibu yang tidur di kamarku bersama Mas Arsya yang di lantai atas. Satu kamar lagi digunakan oleh Kaniya. Lantas, Mas Danu tidur di sofa ruang tengah depan televisi.Malam ini, setelah memastikan Mas Arsya dan Afkar tidur, aku keluar dari kamar, sengaja untuk bicara dengan Mas Danu. Aku tidak ingin Kaniya mundur karena sikap Mas Danu yang tak acuh. Kulihat, laki-laki berkulit putih itu sedang rebahan di sofa sambil terus memencet-pencet tombol remote televisi. Channel acara televisi pun terus berpindah tanpa diindahkan oleh yang ada di hadapan. "Bisa pusing remote-nya dipencet-pencet terus kayak gitu, Mas," ucapku seraya duduk di sofa yang hanya cukup satu orang di sampingnya. Mas Danu bingkas dan langsung memosisikan duduk. Dia menghela napas, lalu menyadarkan punggung. "Kirain siapa?" ucapnya kemudian. "Aku perlu ngomong sama Mas Danu." Kutatap tajam laki-laki yang melihat lurus ke arah televisi. Dia seperti sengaja menghindar dari pandang
Read more
Melanjutkan Rencana
PoV Danu"Sudah tiga bulan kamu lamar Kaniya, Dan. Cepat diresmikan. Ayah sama Ibu sudah dua kali tentukan tanggal, tapi kamu masih nolak. Kasihan Kaniya dan keluarganya. Mereka nunggu kepastian." Ayah mulai mendesak lagi. "Nggak tahu, Yah. Aku belum mau terikat," jawabku tak terlalu peduli. "Besok, Ayah sama Ibu mau ke Bekasi. Kayaknya, Manda sudah mau lahiran. Ibu mau nemenin adikmu di sana. Ibu harap, setelah Manda melahirkan, kamu memberi kepastian agar Ayah dan Ibu punya alasan untuk mampir ke rumah orang tua Kaniya." Sekarang, Ibu yang menimpali. Sudah tiga bulan saja aku tidak bertemu Manda. Dia pasti tambah gendut. Aku tertawa sendiri membayangkan wajah adik paling bandel itu. Meskipun tahu jika tidak mungkin lagi mengharapkannya, aku tetap tidak bisa melupakan rasa untuknya. Sementara Kaniya, aku masih belum bisa memberikan haknya. Hati ini masih tertuju untuk Manda. Namun, memang keberadaan Kaniya sedikit banyak sudah mengubah cara berpikirku, tapi untuk cinta, itu masih
Read more
Ada Apa dengan Manda?
Aku berharap yang terbaik untuk Mas Danu dan Kaniya. Hari ini, mereka pergi ke rumah orang tua Kaniya untuk membicarakan lebih lanjut mengenai tanggal pernikahan Keduanya. Bersama Ayah, Ibu, dan Mas Arsya, mereka berangkat sekitar pukul tujuh tadi pagi. Aku tidak ikut karena Afkar yang masih terlalu kecil. Di rumah, aku ditemani Mama Astri dan Papa Farhan yang datang beberapa menit sebelum mereka semua pergi. Mertuaku sangat perhatian kepada Apalagi saat dengan Afkar, mereka bisa tertawa lepas. Aku bersyukur masalah keluarga Mas Arsya selesai dan menjadi lebih baik. Mengingat bagaimana dulu Mama Astri memperlakukanku, itu benar-benar sangat berbeda dengan Mama Astri yang sekarang. Untuk Kaniya dan Mas Danu, aku tidak tahu apa yang membuat mereka berubah pikiran. Namun, ada yang mengganjal perasaan saat tahu keduanya akan menentukan tanggal pernikahan. Apakah hubungan mereka akan baik tanpa dilandasi cinta? Aku tahu kalau Kaniya mencintai Mas Danu, tapi belum sebaliknya. Kakakku it
Read more
Belum Sadar
PoV ArsyaAku sangat takut saat begitu banyak darah merembes di pakaian Manda. Keringat dingin pun makin terasa saat aku menyentuh kulitnya. Wajahnya pun tampak sangat pucat dengan tubuhnya bergetar. Masalah demi masalah yang ada bahkan belum mau pergi sejak dari awal kehamilannya hingga Afkar lahir. Aku pun sama sekali belum bisa membuatnya bahagia. Hari sebelumya saat aku pulang dari rumah orang tua Kaniya, Manda sudah terlihat kurang sehat. Namun, aku hanya berpikir jika dia kelelahan dan terlalu memikirkan Danu. Malam harinya pun, Manda masih bersikap biasa saja saat Pak Zaidan dan keluarganya datang. Rupanya, aku yang tidak peka. Manda mungkin sengaja diam saja soal apa yang dirasakannya. Sampai di rumah sakit terdekat, Manda langsung ditangani oleh dokter. Sementara aku hanya bisa melihat dari jarak sedikit jauh di ruang UGD ini untuk memberi ruang gerak kepada dokter dan perawat yang sedang melakukan tindakan. Satu perawat yang baru saja keluar setelah mengambil darah Manda,
Read more
Harapan Baru
Aku mendengar tangis bayi berulang kali, tapi kedua mata ini sulit terbuka. Rasanya seperti ada batu besar yang menindih tubuh sehingga aku tidak bisa bergerak sama sekali. Namun, saat ada yang memanggil, mata ini sontak terbuka. Aku melihat pemandangan di hadapan. Hanya ada sesuatu yang menggantung, lalu bola lampu yang menyala. Aku tiba-tiba linglung, tidak tahu ini di mana, lalu kenapa bisa ada di tempat ini. "Manda! Sayang!"Aku berusaha menoleh ke arah suara. Wajah laki-laki yang sangat familier tampak tersenyum dan dia juga menggenggam tanganku. Namun, aku kesulitan mengenalinya. Aku kenapa? Dia siapa? Manda? Apa itu namaku? "Manda ... akhirnya kamu sadar juga, Sayang." Laki-laki itu seperti akan menangis. Aku bisa melihat matanya yang berkaca-kaca. Saat aku masih mencoba mengingat, dua orang perempuan berbaju putih mendekat dan memeriksaku. Mata, mulut, tangan, semuanya menjadi sasaran. Ah, aku mengenali pakaian putih itu. Dia pasti seorang dokter. "Bu Manda bisa melihat
Read more
Kedatangan Kaniya
Tiba di rumah, aku langsung mencari Afkar. Hanya anak itu yang membuatku bersemangat untuk segera sembuh dan bisa membersamainya setiap saat. Bayi menggemaskan itu ada dalam gendongan sang nenek dan menyambutku dengan hangat. Aku yang berjalan pelan setelah turun dari mobil dengan dipapah Mama Astri, tersenyum semringah bisa kembali menjejak rumah ini lagi. Rasanya ini seperti keajaiban. "Bunda pulang, Nak." Ibu berucap dengan binar cerah di wajahnya saat melihatku mendekat ke pintu rumah. "Assalamu'alaikum," ucapku pelan. Semua menjawab salamku dengan cepat. Mas Danu pun menerobos dari belakang Ibu dan memberikan usapan lembut di kepalaku. Dia tersenyum penuh arti. Aku masih bisa merasakan cinta yang berlebih dari sorot matanya. Namun, kuanggap itu cinta untuk seorang adik. "Selamat datang, Nyonya Arsya. Jangan lagi buat orang-orang yang sayang sama kamu khawatir, ya. Caramu itu kurang berkelas," ucap Mas Danu dengan senyum. "Emangnya, yang berkelas, yang kayak gimana, Mas?" sah
Read more
Goresan Luka yang Terasa Lagi
Menjadi orang pertama yang mengetahui setiap perkembangan Afkar memang sangat membahagiakan. Bayi berpipi gembul itu sekarang sudah bisa tengkurap di usia tiga bulan. Sampai sekarang pula, Ibu masih tinggal bersamaku di rumah Mas Arsya. Sementara Ayah sudah dua kali bolak-balik Bekasi-Jogja. Untuk Mas Danu, aku dan dia sedikit lebih jauh sekarang. Sejak pulang ke Jogja bersama Ayah, dia belum ke sini lagi. Bahkan, sekadar berkirim pesan juga tidak pernah. Aku dan Kaniya juga putus kontak. Dia tidak bisa dihubungi sejak terakhir berkunjung. Kondisiku pun sudah normal seperti sedia kala. Mas Arsya juga mulai sibuk di kantor meskipun jadwal kerjanya dibuat teratur. Berangkat pukul delapan pagi dan sampai rumah sebelum pukul lima sore. Kami punya banyak waktu untuk bersama. Bahkan, di hari Sabtu dan Ahad, dia membebaskan diri dari semua pekerjaan kantor. Seperti hari ini, Mas Arsya menemaniku membawa Afkar ke baby spa. Untuk kali ini, Ibu memilih tidak ikut, katanya sedikit lelah. Kare
Read more
Kejailan
Bayanganku tentang apa yang terjadi di sore hari tepat. Bahkan, lebih heboh. Mas Arsya berteriak-teriak memanggil namaku sambil sesekali hampir muntah. Seisi rumah pun menjadi ikut panik mendengar suara laki-laki itu. Kasihan sekali suamiku. Ibu pun menegur, sehingga aku langsung menggantikan tugas Mas Arsya untuk membersihkan Afkar, sekaligus memandikan bocah imut itu. Sementara Mas Arsya, dia sudah melarikan diri keluar dari kamar. Seharian tadi, aku juga tidak berdiam diri saja dan membiarkan Mas Arsya mengurus Afkar sendirian. Tetap aku menemani, tapi urusan menggendong bayi itu, kuserahkan kepada sang ayah. Selesai aku mendandani Afkar usai memandikannya, kubawa anak manis itu keluar dari kamar dan memberikannya kepada Mas Arsya. Aku akan membuatkan susu dulu karena memang setiap selesai mandi, Afkar akan menghabiskan satu botol susu. "Yey, anak ayah sudah wangi!" seru Mas Arsya sambil menerima tubuh gembul Afkar. Afkar pun tertawa dan entah mengatakan apa kepada sang ayah.
Read more
Tidak Rela
Di rumah sebesar ini, aku kembali kesepian. Mas Arsya sibuk dengan pekerjaan dan Ibu sudah pulang ke Jogja. Beliau bilang kalau kangen dengan Ayah dan tidak tega membayangkan Ayah yang sendirian di rumah. Aku sebenarnya tidak rela Ibu pulang, tapi kembali lagi alasan jika Ayah tidak ada teman menjadikanku melepas kepergian beliau ke tanah kelahiran. "Masmu jarang pulang, Nak. Ibu kasihan sama Ayah. Nggak ada yang masakin juga. Di sini, kamu sudah ada Afkar dan suamimu sangat perhatian. Ibu sudah lega karena melihat kamu bahagia." Begitu perkataan Ibu saat memberitahuku keinginannya untuk pulang kampung. Memang benar aku sudah bahagia dengan Mas Arsya dan Afkar, tapi nyatanya ada yang hilang dari hidupku. Ibu tidak ada gantinya sama sekali oleh apa pun dan siapa pun. Aku sudah sangat merindukan beliau meskipun baru sekitar lima hari tidak melihat sosok cantik itu. Aku mulai menyibukkan diri saat Afkar tidur. Entah membereskan kamar, menyapu, bahkan mengepel lantai. Tidak peduli jik
Read more
PREV
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status