Semua Bab DINGINNYA SUAMIKU: Bab 91 - Bab 100
122 Bab
Tidak Mau Pulang
Aku mengeratkan pelukan pada laki-laki di samping. Pagi di Puncak rasanya sangat dingin. Bahkan, tanpa AC pun, hawanya sudah melebihi menggunakan AC saat di rumah. Bergemul selimut memang sangat nyaman untuk sekarang. Namun, bunyi alarm ponsel membuatku harus memaksakan diri untuk bangkit. "Sayang mau ke mana? Dingin ini." Mas Arsya kembali menarik tanganku saat baru saja akan duduk. Dia juga mengeratkan pelukan hingga aku kesulitan bergerak. "Udah masuk waktu subuh ini, Mas. Nanti, ketiduran lagi kalau aku ikut rebahan," sanggahku sambil sedikit memberontak. Namun, tidak membuahkan hasil. "Sebentar lagi, Sayang. Masih pewe," ucapnya manja. Ah, tidak ada gunanya melawan. Tenagaku jelas kalah total dengannya. Aku pun meniup-niup wajah yang masih memejam di hadapan dengan harapan bisa lepas dari jeratan suami. Namun, Mas Arsya justru memajukan wajah dan tampak bibirnya dimonyongkan. Aih, seperti bebek yang mau nyosor makanan! Aku menahan tawa sambil sebisa mungkin menjauhkan kepala
Baca selengkapnya
Kabar Baik atau Buruk?
Aku sedikit bingung dengan datang bulan kali ini. Saat aku buang air sore hari, bekas darah di pembalut hanya sedikit. Padahal, aku yakin tadi keluar darah cukup banyak saat mandi. Apa maksudnya? Lagi pula, tubuh juga lemas seperti sedang anemia dan pinggang masih terasa nyeri. Pun keram di bagian perut bawah seperti biasanya saat sedang haid. Kepalaku kembali pusing saat memikirkan itu. Apa aku sakit? Namun, sakit apa? Mungkin saat Mas Arsya pulang nanti, aku akan minta diantar untuk periksa selagi Mama Astri dan Papa Farhan akan menginap. Jadi, aku bisa meninggalkan Afkar dengan oma dan opanya. Aku tidak ingin sakit. Aku tidak ingin selalu merepotkan orang lain. Tepat saat aku keluar dari kamar mandi, Mas Arsya sudah berada dalam kamar. Dia sepertinya baru saja pulang. Saat aku memanggil, dia langsung menoleh dan mendekat. Disentuhnya keningku, lalu dia berkata, "Iya, sekarang agak demam. Sayang tadi nggak ngapa-ngapain lagi, 'kan? Gendong-gendong Afkar, nggak?"Aku menggeleng se
Baca selengkapnya
Perhatian
Setelah satu pekan aku bedrest total, hari ini aku memberanikan diri keluar dari kamar. Rasa rindu dengan Afkar membuatku tidak betah terus berbaring saja. Meskipun Mas Arsya atau Mama selalu membawa Afkar menemuiku saat anak itu terbangun, tetap saja kurang puas. Aku dikejutkan dengan kedatangan Ibu dan Ayah yang tiba-tiba. Namun, ternyata tidak hanya mereka. Ada juga Mas Danu dan Kaniya yang mengikuti. Empat orang yang kusayangi itu tersenyum lebar melihatku dan Afkar yang sedang bermain di ruang tengah. Gegas aku berdiri untuk menghampiri mereka. Namun, kepala terasa pusing dan berputar-putar saat akan melangkah. Kedua tangan refleks memegang sandaran sofa. "Kamu kenapa, Nda?" Mas Danu sudah ada di samping sambil memegangi kedua lenganku. "Mas Danu kayak Ninja Hatori aja, cepet banget jalannya," kataku mengalihkan perhatian. "Malah bahas Ninja Hatori, sih? Kamu sakit?" sahutnya sedikit kesal. "Manda kenapa, Nak? Iya, wajahmu pucet, Nak. Suamimu mana?" Ibu ikut-ikutan cemas ja
Baca selengkapnya
Salah Paham
Mas Danu, Ayah, dan Ibu kembali tanpa Kaniya. Saat kutanya, Mas Danu menjawab jika Kaniya ingin tinggal di Bandung beberapa hari lagi sehingga tidak ikut. Sementara kakakku itu harus mengantar Ayah dan Ibu kemari dulu. Apalagi, Mas Arsya hanya punya satu mobil. Jadi, dia tidak enak juga jika meminjam terlalu lama. Sebenarnya, berulang kali Mas Arsya bilang akan membeli mobil baru untukku, tapi selalu kutolak. Untuk apa tambah mobil kalau tidak pernah digunakan? Jadi, Mas Arsya pun tidak memaksa. Lagi pula, mobilnya sudah baru, hasil tukar-tambah dari mobil lamanya yang sering mogok. "Mas Danu langsung mau balik ke Bandung? Aku pesenin taksi," tawar Mas Arsya. Mas Danu memang masih di kamarku setelah memberikan kunci mobil kepada Mas Arsya. Sementara Ayah dan Ibu sudah pamit keluar untuk menengok Afkar yang sedang bersama Mbak Resti di kamar atas. "Aku di sini dulu, deh. Capek habis nyetir. Nanti, aku bisa pesen taksi sendiri." Mas Danu yang masih berdiri itu, kini memandangku deng
Baca selengkapnya
Rahasia Kaniya
Ketakutanku saat tengah malam masih saja berlanjut. Namun, mimpi yang kualami sama sekali tidak bisa diingat. Untuk kali ini, aku membangunkan Mas Arsya karena suasana hati sangat tidak baik. Apalagi sejak setelah mendengar cerita dari Mas Danu. Itu masih saja membuat tanya. Meskipun kakakku itu sudah pergi siang tadi untuk menyusul Kaniya, nyatanya bayangannya masih melintas di benak. Aku merasa seperti akan ada hal buruk yang terjadi. Mas Arsya sudah terbangun dan dia langsung menyalakan lampu utama kamar ini sehingga suasana menjadi benderang. Aku pun langsung memeluknya sambil berusaka menenangkan diri. Detak jantung yang terpacu begitu cepat bersamaan dengan napas yang memburu, membuat keringat bercucuran meskipun AC kamar ini menyala. "Sayang kenapa?" Mas Arsya mengeratkan pelukan. "Aku takut, Mas. Aku takut ...." Hanya itu yang bisa kuucapkan. Namun, apa sebab ketakutan itu, aku juga tidak tahu. "Ada aku di sini. Jangan takut," ucapnya menenangkan.Setelah cukup tenang, ak
Baca selengkapnya
Perjalanan Hidup
Aku ingin sekali ke Jogja untuk sekadar menjenguk dan memberi support untuk Mas Danu dan Kaniya, tapi kondisiku tidak memungkinkan untuk pergi. Mas Arsya juga sudah memberiku penjelasan agar tidak terlalu khawatir. Semua terjawab sudah. Ketakutanku setiap malam memang ada hubungannya dengan Kaniya. Aku tiba-tiba saja bisa mengingat apa yang terjadi dalam mimpi itu. Aku melihat Kaniya yang berlari kencang di jalan dalam keadaan gulita dan ada satu laki-laki yang mengejarnya. Namun, aku hanya bisa menjadi penonton dan entah kenapa tidak bisa menolong sama sekali. Aku hanya berharap, Mas Danu dan Kaniya bisa hidup bahagia setelah ini. Mungkin, aku tidak perlu menghubungi mereka karena hanya akan membuat hati Mas Danu terbagi. Biarlah mereka menyelesaikan masalah bersama dan akan membuat cinta mereka tumbuh bersama dengan berjalannya waktu. "Salat Magrib dulu, yuk! Sayang harus ingat, nggak boleh stress." Mas Arsya meraih tanganku dan kami berjalan bersama masuk ke rumah. Afkar juga s
Baca selengkapnya
Terong Balado
Aku sangat kesal karena pagi ini, Mas Arsya susah sekali dibangunkan. Sejak tidur lagi selepas salat Subuh, dia seperti beruang yang sedang hibernasi. Padahal, sebelumnya dia tidak pernah seperti itu. Sedikit aneh memang. Entah tidur jam berapa dia semalam. Yang kutahu, Mas Arsya masih berkutat dengan laptop di sampingku saat jam di dinding sudah menunjuk pukul sepuluh malam. "Mas, bangun, dong! Anterin aku beli sayur!" seruku sambil mengguncang lengannya. "Masih ngantuk, Sayang. Sebentar lagi, ya." Setelah berucap, dia menutupkan bantal ke telinga. Menyebalkan, bukan? Aku pun memilih pergi sendiri dan meninggalkan pesan di aplikasi Whatsapp. Namun, semoga saja dia belum bangun sampai aku kembali. Lagi pula, aku hanya pergi sebentar ke warung penjual sayur di luar kompleks karena satu bahan yang aku cari stoknya kosong di kulkas. Ya, terpaksa aku pergi sendiri karena Bi Narti belum pulang dari pengajian Ahad pagi. Sementara Mbak Resti, masih sibuk mengurus Afkar. Untuk menyuruh sat
Baca selengkapnya
Berenang
Waterboom terdekat dengan rumah menjadi tujuan Mas Arsya mengajakku dan Afkar. Suasananya cukup ramai di hari Ahad, tapi bisa kulihat Afkar yang sangat senang. Dua laki-laki beda usia itu berenang dengan tawa yang sangat lebar. Di usia Afkar yang masuk bulan kesepuluh, anak itu sudah terlihat cukup besar. Bahkan, dia sudah mulai belajar berjalan tanpa berpegangan. "Bunda!" Mas Arsya mencipratkan air ke arahku yang hanya duduk di tepian kolam. Tak apalah basah karena aku tidak berani masuk ke air kecuali hanya kaki. Aku masih ingat betul saat hamil Afkar dulu yang tiba-tiba justru terjadi kontraksi palsu. Di sini pun, aku bisa leluasa mengabadikan moment ayah dan anak di ponsel. Cukup lama kami tidak menghabiskan waktu bersama di luar rumah. Mas Arsya tampak mendorong pelampung bebek yang dinaiki Afkar mendekatiku. Tangan anak itu sesekali berkecipak di air sambil dia tertawa riang. "Seneng, ya, Nak?" kataku sembari menjawil pipi gembulnya saat sudah dekat. "Sayang sudah capek apa
Baca selengkapnya
Kejadian tak Terduga
Sudah dua hari ini aku menginap di vila karena Mas Arsya memaksa agar aku ikut menghadiri acara pembukaan resort esok hari. Selain itu, dia juga ingin memperkenalkanku kepada semua karyawan sebagai istrinya. Memang, selama ini, aku belum pernah sekali pun menunjukkan diri di perusahaannya. Ini juga salah satu rencananya sebagai hadiah ulang tahun untuk Afkar. Kali ini, Mbak Resti juga ikut karena kami memang membutuhkan bantuannya untuk menjaga Afkar yang sudah sangat aktif. Anak itu selalu berlarian tak kenal waktu saat membuka mata. Siang ini, Mas Arsya pergi ke resort bersama Damar. Katanya, ada pertemuan sesama pemilik resort di sekitaran Puncak juga. Entah akan membahas apa, aku juga tidak paham. Aku sedikit jenuh kalau sendirian seperti ini. Apalagi, Afkar sedang tidur bersama Mbak Resti di kamar lain. Bi Leha dan Mang Diki juga masih terlalu sungkan kuajak mengobrol. Mereka memilih menyibukkan diri dengan pekerjaan masing-masing. Aku akhirnya menyibukkan diri dengan bersela
Baca selengkapnya
Saingan Bisnis
PoV ArsyaAku sangat teledor saat menjaga Manda. Setelah turun dari panggung, aku masih menggandeng tangannya. Namun, entah sejak kapan, dia sudah tidak ada di samping saat aku sudah selesai mengobrol dengan beberapa kolega bisnis. Aku pun mencari keberadaannya, mungkin saja dia ke toilet, tapi dia tidak ada. Aku kemudian mencarinya ke luar, mungkin bersama Afkar, tapi dia juga tidak ada bersama putra kami. Ada ketakutan yang tiba-tiba datang. Saat mengedarkan pandangan, aku mendapati Manda bersama seorang laki-laki di belakangnya dan dia seperti dipaksa untuk masuk ke mobil hitam. "Manda!" Aku sontak berlari, tapi mobil yang membawa Manda langsung tancap gas. "Mar, ambil mobil! Mbak Resti, jaga Afkar dan mendekat ke petugas keamanan!" teriakku, kemudian berusaha mengejar mobil yang membawa Manda. Tak lama, sebuah mobil pun berhenti setelah beberapa kali membunyikan klakson. Itu mobilku dan Damar ada di dalamnya. "Belok kiri, Mar. Cepat!" Aku harus berpacu dengan waktu. Jangan sa
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status