Semua Bab DINGINNYA SUAMIKU: Bab 81 - Bab 90
122 Bab
Tuduhan
"Pinjem handphone-mu!" pinta Mas Arsya tiba-tiba saat baru saja pulang bekerja. Wajahnya tampak tegang. Hari Sabtu ini memang dia izin untuk ke kantor sampai jam makan siang. Padahal, dia sudah janji untuk mengajakku ke spa. "Ada apa, sih, Mas? Tumben pengen pinjen handphone-ku?" Aku yang baru saja menidurkan Afkar, sontak mengerutkan kening. Tidak biasanya Mas Arsya bersikap seperti itu Suaranya pun terdengar tidak bersahabat. Apa aku sudah melakukan kesalahan? Entahlah? "Mana handphone-mu?" desaknya dengan nada datar, tapi memaksa. Aku pun segera mencari ponsel. Ah, aku lupa pula meletakkan benda itu di mana. Di kasur, bawah bantal, nakas, laci nakas, meja rias, di semua tempat itu tidak ada. "Loh, handphone-ku di mana, ya, Mas? Kok, nggak ada?" Aku sedikit bingung karena ponsel dengan wallpaper wajah Afkar itu belum ketemu juga. "Jangan pura-pura. Cepet bawa sini!" ucapnya ketus. Mas Arsya tampak menahan marah. "Nggak ada, Mas. Aku—""Mulai pandai berbohong kamu, Nda?" Mas A
Baca selengkapnya
Siapa Tersangkanya?
Aku terus bersin-bersin sejak bangun tidur pagi ini. Aku sepertinya mengalami flu. Memang sejak kemarin, aku sudah merasa kurang nyaman di kerongkongan. Rupanya, pertanda aku akan terkena flu. Untuk urusan Afkar, kuserahkan sepenuhnya kepada Mas Arsya karena tidak ingin anak itu tertular. Namun, aku juga meminta tolong kepada Bi Narti untuk mengawasi. Mas Arsya tidak bisa diandalkan saat Afkar buang air. Aku pun berpindah ke kamar atas dan berusaha untuk istirahat setelah minum obat. Namun, gelisah justru membuat kedua mata enggan memejam. Aku waswas dengan cara Mas Arsya menjaga Afkar. "Sayang demamnya tinggi banget," ucap Mas Arsya saat baru saja menarik termometer dari ketiakku. "Sampe tiga sembilan koma lima ini. Kita ke dokter saja, ya. Obat flu biasa takutnya nggak mempan." Mas Arsya lantas memegangi keningku. Dia juga tampak khawatir. "Nggak usah, nanti juga sembuh kalau buat istirahat. Mas fokus aja sama Afkar. Aku nggak pa-pa," jawabku sembari menaikkan selimut. Aku kedin
Baca selengkapnya
Serangan Mendadak
"Aku takut ketemu Mbak Eni sama Pak Jamal, Mas. Di rumah cuma ada Bi Narti. Gimana kalau mereka mulai macem-macem," keluhku saat Mas Arsya akan pergi bekerja. "Di rumah sudah dipasang CCTV. Sayang nggak usah takut. Nanti, aku bakal awasin terus dari tempat kerja. Sayang nggak usah keluar-keluar kamar. Semua perlengkapan buat susu Afkar, bawa ke kamar semua. Terus buat makan siang, aku akan minta Bi Narti yang bawa ke kamar aja." Mas Arsya mencoba menenangkanku. Sungguh, aku takut dan khawatir sekarang. Apalagi, kondisiku belum seratus persen pulih dari flu kemarin. Masih sedikit pilek. Afkar juga pasti bosan di kamar terus. Saat siang, aku biasanya mengajak bocah itu bermain di ruang tengah sambil menonton televisi. Aku pun menurut dengan perintah Mas Arsya untuk tidak keluar dari kamar. Laki-laki berkulit sawo matang itu juga terus mengirim pesan untukku setiap satu jam atau saat dia longgar. Hingga tengah hari, aku merasa semua baik-baik saja karena tidak ada suara mencurigakan
Baca selengkapnya
Biang Kerok
Hasil penyelidikan pihak berwajib, orang-orang yang ditangkap kemarin itu tidak ada satu pun yang membuka mulut tentang siapa yang menjadi dalang. Namun, pelacakan Edo tentang orang yang membajak nomor Whatsapp-ku sudah ditemukan dan mau mengakui jika yang memerintah adalah perempuan. Dan kalian tahu siapa itu? Sheren orangnya. Mas Arsya dan Edo menduga jika perempuan itu tidak terima jika semua kerja sama dengan perusahaannya digantikan oleh perusahaan Pak Zaidan. Ya, persaingan bisnis memang sekejam itu. Bahkan, cara kriminal pun ditempuh. Mas Arsya juga mengira jika dalang penyerangan kemarin adalah Sheren. "Lalu, apa Sheren akan keseret hukum, Mas?" tanyaku penasaran. "Dia punya uang, Sayang. Kemungkinan, dia lolos." Mas Arsya menerangkan dengan nada biasa saja. "Ah, enak, ya, Mas, kalau orang berduit dan punya kuasa. Apa-apa bisa diselesaikan pakai uang," selorohku kesal. Rasanya tidak terima jika orang jahat tidak menerima hukuman dari yang dilakukan. "Jangan kaget. Aku sek
Baca selengkapnya
Menikah
Pak Jamal bersimpuh di lantai dengan Mbak Eni di sampingnya. Satpam itu mengiba, meminta belas kasihan serta maaf untuk sang istri kepadaku dan Mas Arsya. Rupanya, perempuan berusia empat puluh tahunan itu menghilang saat lima orang laki-laki yang menyerang rumah ini datang. Dia mengendap-endap menghindari pantauan CCTV depan rumah. Itu sebabnya keberadaannya tidak terendus. Mbak Eni mengaku disuruh oleh perempuan cantik dan seksi untuk mengambil ponselku hanya untuk mengetahui nomorku. Mas Arsya langsung menebak satu nama, Sheren. "Aku harus ketemu sama Adam. Aku yakin Adam bukan orang jahat. Semua pasti hanya akal-akalan Sheren dan dia hanya menggunakan Adam sebagai alat." Mas Arsya terlihat sangat geram. Tangan kanannya mengepal dan sempat meninju sisi sofa. Mas Arsya pun memutuskan untuk memberhentikan Mbak Eni, tapi masih mempertahankan Pak Jamal. Satpam itu tidak terlibat dan dia juga menjadi korban saat kejadian penyerangan itu. Jadi, Mas Arsya masih mempertimbangkan. Mulai
Baca selengkapnya
Malam Pertama (Lagi)
Bahagia tentu saja melihat Mas Danu akhirnya mendapatkan tempat melabuhkan hati. Kakak terbaik di dunia versiku memang pantas mendapatkan gadis sebaik Kaniya. Mereka seharusnya cocok jika sudah saling mencintai. Paling tidak, aku tahu cinta Kaniya untuk Mas Danu. Gadis itu pasti bisa meluluhkan Mas Danu secepatnya. Aku dan Mas Arsya ingin pamit, tapi Mas Danu melarang. Dia mungkin masih sungkan dengan keluarga baru karena malam ini harus menginap di rumah sang istri. Namun, rupanya keluarga Kaniya yang lain pun melarang kami pergi. Kata mereka, ini sudah malam dan kasihan dengan Afkar. Aku pun menunggu keputusan Mas Arsya. Dia pasti akan memilih opsi terbaik. Lagi pula, ada Damar juga. Di mana dia akan tidur? "Kami akan menginap di hotel saja, Pak, Bu," ucap Mas Arsya kemudian. "Kalau begitu, boleh titip anak saya? Kalau di rumah, mereka mungkin akan malu-malu. Bawa Kaniya dan suaminya ke hotel. Biar mereka bisa lebih dekat dan segera memberi saya cucu." Ayah Kaniya berucap sangat
Baca selengkapnya
Teman Lama
"Ehm, maaf, Bu Manda ... boleh saya tanya sesuatu?" Damar membuka obrolan. Mungkin dia jenuh juga menyetir dan butuh teman bicara. "Eh, iya, Mas Damar. Mau tanya apa? Silakan saja," jawabku ramah. Beberapa saat, Damar justru terdiam. Namun, dia lantas bertanya lagi. "Apa Bu Manda berasal dari Jogja?""Memangnya kenapa?" Aku balik bertanya. "Nggak apa-apa, Bu. Cuma Bu Amanda seperti teman saya waktu SMA. Namanya Amanda juga, tapi kami beda kelas. Awalnya, saya ragu, tapi sejak lihat Mas Andar, saya yakin kalau saya nggak salah orang," ucap Damar ragu-ragu. Mas Andar? Dia kenal Mas Danu dengan sebutan Andar? Hanya teman sekolah Mas Danu yang memanggil kakakku dengan nama itu. Lalu, siapa Damar? Aku tidak bisa mengingatnya. "Bu Amanda mungkin lupa sama saya. Kita memang nggak kenal dekat, cuma saya tahu Bu Amanda." Damar menjelaskan. Aku masih mencoba mengingat-ingat. Sepertinya, memang aku cukup familier dengan nama Damar. "Damar yang pernah maju olimpiade Fisika bareng aku, bukan
Baca selengkapnya
Bekerja Sama dengan Fahira?
"Maunya Sayang gimana? Sayang minta aku untuk terima tawaran Papa. Lalu, saat aku terima, Sayang nggak ikhlas karena ada Fahira. Setelah itu, nama aku alihkan ke Sayang dan Sayang nggak mau kerja sama dengan Fahira. Aku harus gimana? Sepertinya, semua opsi salah di mata Sayang." Mas Arsya seperti sebisa mungkin menahan emosi. Dia pasti sudah tahu bagaimana akhirnya jika meluapkan marah kepadaku. "Aku nggak tahu." Aku pun mulai terisak. Sangat perih rasanya jika harus berhubungan dengan mantan istri suamiku. Itu seperti menggores lagi luka yang baru saja mengering. Aku tidak munafik karena memang rasanya sesakit itu. Meskipun Mas Arsya sudah mencintaiku, hati ini tidak bisa berbohong untuk baik-baik saja. Apalagi, aku mengetahui rahasia itu karena tidak sengaja dan dari mulut perempuan itu, bukan dari awal sebelum menikah dengan Mas Arsya. Aku yang baper, aku yang lebay, dan aku yang egois. Mungkin julukan itu memang tepat untukku. Cemburu ini membutakan dan membuat semua yang berka
Baca selengkapnya
Minta Gendong
Aku tidak bisa bebas bergerak karena kaki yang sempat cedera. Meskipun gips sudah dilepas, aku masih belum bisa berjalan normal dan masih harus pelan-pelan. Pun, untuk menggendong Afkar, masih dilarang oleh dokter, apalagi Mas Arsya. Padahal, sudah dua pekan dari kejadian jatuh itu. Tersiksa? Pasti iya. Aku rindu bisa bercanda bebas dengan Afkar, juga melayani Mas Arsya saat akan berangkat dan pulang kerja. Melihat Mas Arsya yang akhir-akhir ini melakukan semuanya sendiri, aku seperti istri yang tidak ada gunanya. Untuk masalah dengan Fahira, aku akan pikirkan ulang bagaimana cara akan berdamai dengan orang itu. Bagaimanapun, dia adalah saudara tiri Mas Arsya, yang berarti iparku juga. Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Afkar masih tidur dengan Mama Astri di lantai atas. Semuanya masih takut jika anak itu tidur denganku, yang ada malah insiden terjadi lagi karena kaki yang belum pulih sempurna.Aku duduk selonjoran di tempat tidur sambil menyilangkan kedua tangan di depa
Baca selengkapnya
Di Puncak
Hari pernikahan Mas Danu dan Kaniya pun tiba. Aku merasa sangat bahagia sekarang. Kakak dan sahabatku akhirnya benar-benar bisa bersatu dan hanya senyum mereka yang ingin kulihat seterusnya. Keduanya orang baik dan dijodohkan dengan sangat baik oleh Sang Pencipta. Ballroom sebuah hotel bintang lima tertata sangat megah dengan dekorasi dominan bunga lili putih. Yang kutahu, itu memang bunga kesukaan Kaniya sejak kecil. Mas Danu bahkan menyiapkan semuanya dengan sempurna. Setelah usai akad nikah ulang di depan penghulu dan wakil dari KUA setempat, acara memang dipindahkan ke hotel untuk resepsi. Banyak tamu undangan yang datang karena rupanya, nama Mas Danu sudah dikenal banyak orang, terutama pelanggan EO miliknya. Kebanyakan pula para tamu itu dari kalangan menengah ke atas. Semua tetangga di rumah pun diundang tak pandang bulu. Mas Danu memang sangat low profile orangnya, sehingga banyak yang belum tahu kalau kakakku itu sudah menjadi pengusaha sukses. "Aku minta maaf, ya," ucap M
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
13
DMCA.com Protection Status