Semua Bab Sibunian Tongga - Kitab 2: Teratai Abadi: Bab 31 - Bab 40
341 Bab
Jaring Jerat Naga
Para penduduk yang berjumlah tak lebih dari sepuluh orang itu sama berteriak kaget, dentuman kencang itu seolah mampu menggetarkan tanah di bawah kaki mereka masing-masing.Puti Bungo Satangkai terpental ke belakang, ia berjumpalitan sedemikian rupa, dan menjejak tanah dengan posisi setengah berlutut. Ia tersenyum dengan sorot mata di bawah bayangan caping itu begitu tajam kepada Antaguna.Sedangkan Antaguna sendiri tersurut beberapa langkah, terdesak oleh gelombang ledakan dua tenaga dalam yang pecah barusan.Begitu terhenti, Antaguna melenguh pendek, tersedak namun ia masih mampu menahan itu. Lalu, terlihat lelehan darah muncul dari salah satu sudut bibirnya.“Katakan padaku,” ujar Antaguna dengan sorot mata menegang di balik kain pengikat. “Aku pernah mengenal seorang wanita sakti yang sudah sangat sepuh, di Bukik Siriah.”Bungo menyipitkan pandangannya terhadap Antaguna. ‘Apa maksudnya itu?’“Dan pernah sekali dua mendapat ‘pelajaran’ dari beliau,” kata Antaguna. “Apakah kau punya
Baca selengkapnya
Tangkapan Besar
Dengan terperangkapnya Puti Bungo Satangkai di dalam jaring merah, senjata dari Antaguna itu, maka para penduduk kembali dilanda ketakutan yang besar. Satu-satunya harapan yang sempat membersit di dalam hati mereka kini hilang musah entah ke mana.Sementara itu, Antaguna sendiri yang telah merasa mendapatkan ‘tangkapan besar’ tertawa-tawa. Ia bisa membayangkan hal-hal menyenangkan yang akan ia lakukan pada gadis tersebut.“Kau tidak akan bisa menghindari Jaring Jerat Nagaku ini,” ujarnya.Lalu, ia mengangkat sang gadis, memanggulnya di bahu kanan. Ia melirik ke arah kudanya, dan sekali lompatan saja, ia telah berada di punggung kudanya dengan membawa serta sang gadis.Husni dan para penduduk lainnya kembali berlutut dengan kepala tertunduk kepada Antaguna. Gemetar pada tubuh mereka tak dapat mereka sembunyikan sebagai rasa takut pada apa yang akan diperbuat si pimpinan Kawanan Berbaju Hitam itu kepada mereka, juga terhadap gadis bercaping dan berjubah di bahunya itu.“Dengar!” ucap An
Baca selengkapnya
Hal yang Berbeda
Selama di perjalanan itu, dalam panggulan Antaguna, Puti Bungo Satangkai selalu mencoba untuk bisa bebas dari belitan benang-benang halus berwarna merah itu. Tapi sebelum itu, ia harus bisa melepaskan pengaruh totokan pada tubuhnya terlebih dahulu.Meskipun ia menyesal karena sempat menganggap enteng senjata berupa jaring merah itu sebelumnya, namun hal itu sudah tidak berguna lagi. Bungo tetap memantapkan tekadnya untuk bisa lepas dari cengkeraman Antaguna.Sudah sedari beberapa saat yang lalu, ketika kuda hitam tunggangan Antaguna meninggalkan kawasan hutan di belakang, lalu berbelok memasuki kawasan ke arah barat. Bungo tidak lagi mendengar suara tawa pria berbada besar tersebut.Sang gadis semakin yakin bahwa Antaguna memang membawanya ke arah barat sebab dari posisi mereka itu, ia sudah bisa mendengar deburan ombak memecah di tepian, atau aroma garam yang terbawa embusan angin malam ke daratan.Sekian lama ia berada di bahu kanan Antaguna dengan kuda hitam besar yang menerabas se
Baca selengkapnya
Rumah di Dalam Tebing
Tatapan Puti Bungo Satangkai pada pria berbadan besar dan berotot itu semakin tajam laksana mata pedang yang terasah dengan sempurna. Tapi pria tersebut menanggapi tatapannya dengan tawa halus.“Sudah kukatakan, bukan?” ujar Antaguna. “Aku tidak ingin melihatmu mati kehausan.”Antaguna membuang daun talas begitu saja setelah air di dalamnya habis. Ia duduk begitu saja di tanah, menghadap ke arah sungai dengan dua lutut bertekuk ke atas. Untuk sesaat, ia memejamkan matanya demi meresapi embusan angin yang sepoi-sepoi.“Ke arah hilir sungai ini,” ia membuka matanya, melirik pada Bungo, lalu memandang ke arah kiri, arah hilir sungai. “Ada sebuah kawasan yang berdekatan dengan pantai. Cukup tersembunyi.”Antaguna kembali memandang pada gadis di atas gundukan tanah, ia tersenyum lagi, dan menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.“Sungguh,” ujarnya. “Jika menurutkan keinginanku, aku akan memperkosamu di sini, saat ini, sekarang juga.”Bungo menyipitkan pandangannya, laksana sepasang pedang kemb
Baca selengkapnya
Sifat yang Tak Terduga
“Apa kau tetap akan diam seperti ini, hah?!” Antaguna mengguncang-guncang bahu Puti Bungo Satangkai. “Katakan sesuatu padaku, gadis sialan!”Sebab tidak bisa lolos dari cengkeraman Antaguna, Bungo hanya bisa berdoa demi keselamatannya meskipun hal itu mustahil akan terjadi mengingat bagian kiri pakaiannya telah robek besar, dan Antaguna sendiri yang sepertinya telah sangat berahi.Lalu, doa-doa itu menjadi sesuatu yang sangat menyesakkan dadanya hingga Bungo tak mampu menahan kepedihan akan nasib buruk yang sekejapan mata lagi saja menimpanya. Rasa sesak yang pada akhirnya memancing air matanya untuk berderai, bergulir perlahan menuruni pipinya.Antaguna menyipitkan matanya, ia melihat air mata yang bergulir itu.“Argh…!” saking kesalnya, ia mendorong begitu saja sang gadis hingga tertelentang di atas dipan berlapis beledu tersebut. “Sialan! Sialan! Apa kau bisu, hah? Kenapa tidak menjawab kata-kataku?!”Semakin kesal dan bertambah kesal, Antaguna merasa tengah dipermainkan sang gadis
Baca selengkapnya
Pria Baik yang Menjadi Jahat
Mendengar kata-kata Antaguna yang cukup tajam itu, Puti Bungo Satangkai akhirnya tidak tahan untuk bereaksi. Setidaknya, ia ingin membalas kata-kata kasar pria tersebut andai ia bisa bicara.Tapi, tidak masalah! Pikirnya.Entah terhasut oleh apa, Bungo justru mendekati Antaguna, lalu menggunakan kedua tangannya untuk berbicara kepada Antaguna meskipun ia tidak yakin bahwa pria itu akan paham.‘Memangnya kenapa jika aku pasrah pada perbuatanmu? Kau sudah jelas berniat memperkosaku, dan aku berada dalam pengaruh totokanmu!’Antaguna membelalak, ia mengubah posisi duduknya dengan lebih baik. Memandang tak berkedip pada Bungo yang berhenti sekitar lima langkah di hadapannya.“Kau—”‘Kenapa?’ Bungo mendelik. Kata-kata Antaguna tadi itu sangat menyingung perasaannya. ‘Aku memilih pasrah saja sebab aku tidak bisa bicara! Apa kau buta? Tidak bisa melihat kekuranganku?’Bahkan sang gadis sampai terengah-engah sebab merasa sangat emosi dalam menyampaikan kata-katanya dengan gerakan isyarat tang
Baca selengkapnya
Bukan Seorang Musuh
‘Tentang kemampuanku,’ ujar Puti Bungo Satangkai dengan gerakan isyarat tangannya kepada Antaguna.“Maksudmu,” Antaguna menghela napas dalam-dalam. “Sabai Nan Manih?”Bungo menunjuk Antaguna sembari mengangguk-angguk. ‘Lalu apa?’“Apanya yang apa? Jangan membuatku pusing, gadis sialan!”‘Hubunganmu dengan Inyiak Gadih? Dasar gila!’“Jangan mengejekku gila, berengsek!” Antaguna mendengus.Dengan langkah santai, Bungo mendekati dipan berlapis beledu itu lagi, lalu duduk manis di tepiannya.Antaguna malah mengernyit, mendesah panjang dan berat demi menanggapi tingkah sang gadis.“Berengsek!” makinya. “Jika aku tahu akan begini jadinya, lebih baik aku membunuhmu saja di dusun tadi itu!”‘Kau tidak akan melakukan itu kepadaku.’“Jangan sok yakin!” sahut Antaguna. “Kau tidak mengenalku sama sekali.”‘Itukah yang kau pikirkan?’Paling tidak, dengan mewarisi kesaktian dan ilmu silat Sabai Nan Manih alias Inyiak Gadih, Bungo juga mendapat keterampilan untuk membaca satu gelagat sebagaimana den
Baca selengkapnya
Topeng
Sembari menunggu Antaguna yang entah sedang melakukan apa di dalam ruangan yang ada di ujung sana itu, Puti Bungo Satangkai memandang keseluruhan ruangan tersebut dengan melangkah santai, dari titik yang satu ke titik lainnya.Ruangan luas yang dipahat di dalam sebuah tebing ini terasa lebih sejuk, pikir sang gadis. Mungkin karena berdekatan dengan kawasan pantai, dan di sekitar tebing itu tadi ia sempat melihat pepohonan masih cukup rimbun, juga di bagian atas tebing itu sendiri.Lalu, Bungo mendengar suara cipratan air, ia tersenyum. Dugaannya, Antaguna pasti sedang mandi di dalam ruangan di ujung sana.Merasa pria tinggi besar dan berotot itu akan lama di dalam kamar mandinya, Bungo memutuskan untuk keluar saja.Angin laut yang berembus langsung menyapa sang gadis ketika ia baru saja berada di luar. Ia melihat kuda hitam bernama Sikumbang, sedang asyik mengunyah rumput di sisi kanan.Karena berada di tepi laut, tentu saja tanah di sekitar sana tertutup oleh pasir putih. Bungo melih
Baca selengkapnya
Di Balik Hal yang Buruk
Selama pria berbadan besar dan berotot melakukan hal tersebut, selama itu pula Puti Bungo Satangkai memerhatikan. Bukan tentang ia yang takut diracuni atau sejenisnya, tapi lebih kepada ekspresi pria itu sendiri yang cukup menggelikan baginya.“Kau lihat?” ujar Antaguna sembari mengusap mulutnya dengan punggung tangannya. “Tidak ada racun dalam makanan itu, gadis sialan!”Lalu, Bungo tertawa-tawa sembari menunjuk-nunjuk Antaguna. Ia sudah tidak bisa lagi menahan tawanya, terlebih pada saat itu mulut Antaguna belepotan.“Berengsek!” dengus Antaguna. “Kau malah menertawaiku.”‘Kau sangat lucu!’Antaguna membelalak. “Hei, jangan sembarangan menilaiku. Aku ini penjahat, seorang pemimpin penjahat pula. Jangan seenaknya menganggapku sebagai seorang pelawak! Kau menjatuhkan harga diriku, kau tahu itu?!”Tapi wajah kesal pria tersebut justru semakin membuat tawa sang gadis berderai, seperti ia sulit untuk menghentikannya.“Berengsek!” dengus Antaguna.Dan ia memilih untuk diam sampai gadis it
Baca selengkapnya
Pria Aneh
“Ya, ya,” ujar Antaguna tanpa melirik sebab ia sudah paham dengan apa yang hendak ditanyakan oleh sang gadis. “Kau bertanya apakah aku mengenali benda yang menjadi liontin kalungmu itu, bukan?”Bungo mengangguk-angguk.“Maaf-maaf saja, gadis aneh,” ujar Antaguna. “Aku tidak tertarik dengan benda-benda seperti itu. Aku lebih suka merampas permata, emas, berlian, atau perak. Jadi, yah,” ia mengendikkan bahunya. “Aku tidak tahu.”Bungo mendesah panjang, ia memerhatikan liontin di tangannya itu untuk sesaat sebelum ia simpan kembali ke balik bajunya.Antaguna menyadari perubahan yang sesaat di wajah sang gadis, ia menghela napas dalam-dalam.“Hei,” ujarnya, lalu ia duduk di bangku panjang itu, di samping kiri Bungo, dipisah oleh piring tembikar. “Apakah kau turun gunung untuk mencari sesuatu yang ada hubungannya dengan liontinmu itu?”Bungo mengangguk.“Lalu, kemana tujuanmu sebenarnya, sampai-sampai kau rela meninggalkan makam Sabai Nan Manih dan suaminya itu?”Sang gadis meraih sebuah r
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
35
DMCA.com Protection Status