All Chapters of Kapokmu Kapan, Mas?: Chapter 61 - Chapter 70
79 Chapters
Bab 45a
Kapokmu Kapan, Mas? (45)Aku memandangi Ira dan Pak Arsyad secara bergantian. Apakah mereka saling kenal? Di mana dan bagaimana?"Kalian saling kenal?" tanyaku pada akhirnya.Bukannya menjawab, Ira dan Pak Arsyad malah saling melempar tawa. Aku jadi bingung dibuatnya. Apa sebenarnya hubungan mereka?"Udah, ayo masuk dulu!" ajak Ira.Kami lantas duduk di ruang tamu rumah nenek Ira. Emak dan Nining datang membawakan minuman dan camilan. Mereka juga ikut duduk setelahnya."Kalian saling kenal?" Aku kembali menanyakan status hubungan Ira dengan Pak Arsyad."Banget, Ti!" jawab Ira."Di mana? Gimana?" Entah mengapa aku sangat penasaran dengan kedekatan mereka."Ehm. Ada yang cemburu." Celetukan Ira membuat Pak Arsyad yang sedang menyesap tehnya jadi tersedak.Dengan sigap aku menyodorkan air mineral dari dalam tasku."Apaan, sih, Ra. Gak lucu!" Aku mencebik."Aku sama Mas Yayat ini tetanggaan dulu waktu di kampung, Ti. Gak usah cemburu gitu, dong." Ira terus saja menggodaku."Siapa yang cem
Read more
Bab 45b
Kapokmu Kapan, Mas? (45b)Setelah semua selesai didiskusikan, aku pamit pulang ke rumah Bude Ningsih. Kubiarkan Emak dan Nining tinggal bersama Ira dulu. Pak Arsyad juga ikut pamit pulang.Pak Arsyad memesan dua taksi online untuk aku dan dirinya. Arah kami berlawanan. Jadi, tidak memungkinkan kami menumpang satu mobil yang sama. Kami berpisah saat taksi online pesanan kami datang.Aku berjanji akan menghubungi Ira dan Pak Arsyad begitu diriku sampai di rumah Bude Ningsih. Mereka berdua begitu mencemaskanku. Begitu juga dengan Emak dan Nining.Dalam perjalanan pulang ke rumah Bude Ningsih, entah mengapa aku menjadi gelisah. Aku seperti mendapat firasat buruk. Berulang kali aku beristigfar dan memohon perlindungan Allah.Macet panjang semakin membuatku gelisah."Kok, macet di sini, ya, Pak? Biasanya jalur sini bebas macet, loh," ucapku ke sopir taksi onile."Wah, gak tau juga saya, Bu. Tapi ini panjang banget kayaknya macetnya. Gak bergerak sama sekali juga mobil-mobil di depan."Hampi
Read more
Bab 46a
Kapokmu Kapan, Mas? (46)Seketika itu juga perawat datang dan mengajakku pergi dari sana. Beberapa orang perawat lain dan dokter bergegas menuju tempat Bude Ningsih. Firasatku buruk tentang itu.Pak Arsyad yang menunggu di depan ruang ICU, segera menghampiriku saat aku keluar ruangan itu."Bagaimana, Ti?" tanyanya.Aku menggeleng.Hampir saja aku limbung terjatuh ke lantai kalau Pak Arsyad tidak segera menadah tubuhku. Segera saja aku dituntunnya untuk duduk di kursi tunggu yang letaknya tak jauh dari depan ruangan itu. Pak Arsyad juga memberiku air minum setelah aku duduk."Ada apa?" tanyanya kemudian."Bude Ningsih suruh saya sembunyi, Pak," ucapku lirih."Kenapa?""Kata beliau, mereka sudah tau saya masih hidup.""Lalu, Bude Ningsih bilang apa lagi?"Aku menggeleng."Bude gak bilang apa-apa lagi, Pak. Bude ...." Setelah mengatakan itu, aku refleks memeluk Pak Arsyad dan menumpahkan tangis dalam pelukannya.Pak Arsyad mencoba menenangkanku dengan mengelus dan menepuk pelan pundakku
Read more
Bab 46b
Kapokmu Kapan, Mas? (46b)Sebenarnya aku hanya berbasa-basi guna mencairkan suasana canggung yang mulai kurasakan. Sayangnya, Pak Arsyad malah menanggapinya serius. Dia malah sibuk menjelaskan tentang pelacak rahasia yang dipasangkan ke mobilnya oleh perusahaan asuransi yang diikutinya.Jarak rumah sakit dengan rumah orang tua Pak Arsyad menjadi dekat karena kami melewati jalan tol. Jadi hanya butuh waktu kurang lebih setengah jam, kami sampai di rumah itu. Seorang satpam menyambut kedatangan kami dengan membukakan gerbang rumah.Aku turun setelah Pak Arsyad terlebih dulu turun dari mobil. Kami lalu berjalan beriringan masuk ke dalam rumah. Di ruang tamu rumah itu, kami disambut seorang wanita yang kutaksir adalah salah satu pekerja di sana."Tolong siapkan kamar kosong buat dia, ya, Mbak!" perintah Pak Arsyad kepada orang itu."Baik, Den," jawab wanita itu."Kamu tunggu di sini dulu, ya! Nanti langsung masuk kamar aja kalau sudah siap. Saya mau siap-siap dulu. Ada meeting penting seb
Read more
Bab 47a
Kapokmu Kapan, Mas? (47)"Bapak serius?" tanyaku."Apa saya terlihat sedang bergurau?" Pak Arsyad balik bertanya.Aku menggeleng."Saya serius. Tapi ... sepertinya kamu yang tidak serius.""Ma-maksud Bapak apa?""Saya pikir selama ini kamu belum benar-benar serius memberi Robi pelajaran. Seperti kamu terlalu takut menyakitinya. Padahal, sudah secara terang-terangan dia menyakiti kamu berulang kali."Kata-kata Pak Arsyad rasanya seperti sebuah tamparan keras bagiku. Selama ini aku memang seperti yang dikatakannya. Takut-takut dalam menjalankan niatku memberi Bang Robi pelajaran."Apa karena kamu masih terlalu mencintainya?"Pertanyaan Pak Arsyad berhasil membuatku yang tadinya menunduk, jadi menengadah. Lalu, cepat-cepat kuberikan sebuah gelengan kepadanya sebagai jawaban."Tidak!" tegasku."Saya sudah tidak mencintainya. Entahlah ... rasa itu sudah terlalu lama hilang untuknya. Saya juga tidak yakin pernah merasakan itu."Pak Arsyad tak membalas kata-kataku. Dia malah berlalu berjalan
Read more
Bab 47b
Kapokmu Kapan, Mas? (47b)"Kamu jangan pergi sendiri! Nanti saya antar saja," sela Pak Arsyad."Tunggu saya selesai meeting. Jam sepuluh paling lama," lanjutnya.Aku mengiakan saja perintahnya. Sementara ayah dan ibu Pak Arsyad tampak senang dengan itu. Entah karena apa.Pak Arsyad berangkat kerja bersamaan dengan kedua orang tuanya pergi.Benar saja, Pak Arsyad menepati janjinya. Tepat jam sepuluh pagi, pria itu kembali ke rumah untuk menjemputku. Kami pergi bersama menjenguk Bude Ningsih.Syukurlah, kondisi kesehatan Bude Ningsih berangsur membaik. Kalau tidak ada halangan, aku bisa membawa pulang beliau dalam waktu dekat. Bude Ningsih sangat senang saat kuceritakan sekarang aku tinggal bersama keluarga Pak Arsyad.Setelah dari rumah sakit, Pak Arsyad mengajakku makan siang bersama di sebuah restoran yang letaknya tak jauh dari rumah sakit."Saya sudah mulai meneror Robi. Sepertinya berhasil," ucap Pak Arsyad di tengah kegiatan makan kami."Memang, Mas ngapain dia?""Saya mengirimi
Read more
Bab 48a
Kapokmu Kapan, Mas? (48)Aku dan Pak Arsyad langsung pulang ke rumah orang tuanya."Jangan begadang lagi malam ini! Kamu harus istirahat yang cukup!" perintah Pak Arsyad sesaat sebelum kami turun dari mobil."Nyuruh aku gak begadang padahal sendirinya begadang telponan sama cewek," gumamku lirih."Apa kamu bilang?"Aku jadi salah tingkah karena pertanyaannya."Ah, bukan apa-apa, Pak," kilahku."Ya sudah, turun!""Iya ...."Aku langsung mengunci diri di kamar setelah masuk rumah. Kurebahkan tubuh setelah membersihkan diri sebelumnya. Aku sangat lelah sehingga membuatku terlelap dengan mudah.Pagi hari, aku terbangun oleh alarm yang kusetel sebelum Subuh. Kubersihkan diri dan menunaikan kewajibanku. Lagi dan lagi, kutumpahkan semua resah dan gelisah lewat panjatan doa.Tepat setelah aku selesai melipat mukena, ponselku berdering. Panggilan masuk dari Pak Arsyad. Entah ada perlu apa sampai dirinya meneleponku di pagi buta."Assalamualaikum ....""Waalaikumsalam. Ada apa, ya, Mas?""Kamu
Read more
Bab 48b
Kapokmu Kapan, Mas? (48a)Sesampainya di apartemen, Pak Arsyad langsung mengeluarkan laptop yang dibawanya di mobil dan menyalakannya. Pria itu lantas menyambungkan sebuah flashdisk dari dalam amplop cokelat tadi.Pak Arsyad membuka sebuah file dan menyalakan video dalam file tersebut. Dalam video itu, terlihat Bang Robi bangun tidur di sebuah ruangan dengan keadaan tertutup selimut. Di sana juga ada seorang wanita yang tidur di sampingnya.Bang Robi terlibat perdebatan dengan perempuan itu. Ternyata Bang Robi tidak menggunakan busana atasan. Entah bagian bawahnya aku tak melihat karena tertutup selimut. Sementara wanita itu tampak menutup tubuhnya dengan selimut.Melihat itu, membuatku menoleh ke Pak Arsyad."Dia siapa?" tanyaku seraya menunjuk wanita di dalam video."Orang yang sengaja saya sewa untuk menjebak Robi. Kenapa? Kamu cemburu?""Tidak. Buat apa cemburu? Kejadiannya kapan?"Pak Arsyad lantas bercerita tentang apa yang dilakukan anak buahnya kepada Bang Robi, Bang Anton, se
Read more
Bab 49a
Kapokmu Kapan, Mas? (49)Ucapan Pak Arsyad seperti sebuah tamparan bagiku. Aku terlalu lembek untuk seseorang yang ingin memberi pelajaran kepada orang lain. Mungkin itu juga yang membuatku dengan mudah disakiti berulang kali.Aku harus berubah! Tidak boleh lemah terus seperti itu. Aku punya tujuan yang harus dicapai. Memberi pelajaran dan menyebloskan orang-orang jahat itu ke tempat seharusnya mereka berada. Kami lalu melanjutkan perjalanan dalam diam. Selama makan siang di restoran pun kami lebih banyak diam. Hal itu tentu saja membuatku merasa canggung.Selepas makan siang, kami langsung pulang ke rumah. Pak Arsyad masih bersikap dingin setelah kata-kata tamparannya sebelumnya. Aku jadi merasa sesuatu yang tidak nyaman di hati.Sepanjang siang sampai sore, aku diliputi perasaan tak menentu. Aku sangat takut Pak Arsyad marah kepadaku. Berulang kali aku berjalan bolak-balik dalam kamar untuk memikirkan cara agar Pak Arsyad bisa memaafkanku.Sebuah ide muncul begitu saja. Aku akan me
Read more
Bab 49b
Kapokmu Kapan, Mas? (49b)"Robi undang saya dan Nining ke acara pertunangannya."Oh."Momen itu akan saya gunakan untuk menyebarkan video dan foto-foto dia sama wanita itu.""Kamu diem aja dari tadi. Kenapa?""Gak papa.""Oya, karena Nining hari itu gak bisa pergi, kamu yang gantiin datang sama saya.""Kenapa harus saya?""Kamu memangnya gak mau nyaksiin pertunjukan seru nantinya?""Mau.""Ya udah."Setelah martabak keju habis, kami kembali ke kamar masing-masing.Pagi harinya aku izin pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Bude Ningsih. Pak Arsyad menawarkan diri untuk mengantarku sebelum dirinya ke kantor. Sudah pasti orang tuanya setuju dan mau tidak mau aku bersedia diantarnya."Kalau ada apa-apa, jangan lupa kabari saya, ya!" pesan Pak Arsyad saat mobilnya sampai di lobi rumah sakit.Aku hanya memberikan anggukan sebagai jawaban sebelum melangkah turun dari mobil. Selanjutnya aku langsung menuju ruang rawat Bude Ningsih."Assalamualaikum ...." Aku mengetuk pintu ruang rawat Bude N
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status