Semua Bab Halo, Kisah Lama Belum Kelar!: Bab 41 - Bab 50
125 Bab
41. Sore Bersama Valdi
Aroma kafein mengudara, menaikkan semangat para penikmatnya. Tak nampak namun cukup menggoda jejeran manusia yang telah bertandang di toko kopi. Menyesap kopi di sore hari sepertinya menjadi candu bagi kebanyakan orang. Apalagi di cuaca dingin karena hujan deras tengah melanda diluar sekarang. Bibir Dinara melengkung tipis ketika coklat panas yang dia pesan akhirnya mendarat di meja. Sebagai salah satu dari jutaan orang yang sering kumat asam lambung, Dinara tak mau ambil resiko. Yah, minum coklat panas ditengah gempuran semerbak kopi dari berbagai penjuru sepertinya cukup lah ya. Heels tingginya sesekali mengetuk lantai sembari mengamati hujan deras diluar yang dapat dia saksikan melalui jendela disampingnya. Dinara menghela nafasnya pelan sembari sesekali mengalihkan pandang pada tas bahu miliknya yang sedikit basah. Tadi sempat terkena air hujan saat ia berlari menyebrang dari gedung kantor menuju kafe kecil ini yang biasa menjadi tempat nongkrongnya bersama rekan kerja lainn
Baca selengkapnya
42. Cemburu
Dinginnya sore usai hujan tak sebanding dengan pancaran tatapan dingin yang Sandi Arsena tampilkan. Sisa kehangatan coklat panas tadi seolah tak tersisa lagi akibat suasana yang mendadak saja terasa berbeda. Ini baru kali kedua Sandi bertemu Valdi. Tapi siapapun bisa tahu bahwa Sandi menguarkan aura permusuhan disana. "Kamu pulang sama aku," ucap Sandi lagi seolah menegaskan. Tatapan matanya masih belum lepas dari Valdi yang memandang keduanya dalam diam. Namun tangan kanannya sudah bergerak mencekal pergelangan tangan Dinara. Sedikit kasar namun Dinara masih bisa merasakan bahwa lelaki itu masih mengontrol kekuatannya. "Gue udah pesen grab," sahutnya sembari menunjukkan layar ponselnya yang mana informasi pemesanan terpampang disana. Sandi berdecak lalu seolah tanpa dosa membatalkan pesanan. "Belum dapet driver. Udah, balik sama aku aja. Tuh Dikta di mobil," Sandi menunjuk kendaraannya. Dinara memicing saat menemukan benar bahwa Dikta di depan pintu mobil melambai kear
Baca selengkapnya
43. Gosip Pagi
Mungkin selang tiga hari setelah perbincangan kecil di mobil Sandi. Selama tiga hari itu juga Dinara benar- benar hilang kontak dengan lelaki sebaya yang katanya mengaku serius dengannya itu. Sandi benar- benar seolah hilang dari peradaban. Jika biasanya dia akan berada setidaknya satu kali sehari di rumah Dinara dengan alasan bertemu Dikta, belakangan ini laki- laki itu justru sama sekali tak menginjakkan kaki disana. Jangankan bertandang ke rumah tetangga, deru kendaraan atau bahkan derap lari paginya pun tak pernah terdengar. Mobil dan motor sport yang kerap dikendarai laki- laki 187cm itu masih terparkir sempurna di garasi —sejauh yang berhasil Dinara lirik. Tapi seolah tak ada tanda- tanda kehidupan di kediamannya. Sandi juga tak pernah lagi sekedar menyapanya melalui obrolan di aplikasi w hijau seperti biasanya. Apakah Sandi ada urusan mendadak diluar kota? Tapi mengapa tumben tak mengabarinya sama sekali? Atau bagaimana jika Sandi sakit dan di rumah sendirian sehingga tak a
Baca selengkapnya
44. Tawaran Alana
Bekerja langsung dibawah Alana Yasmin selama belum genap setahun sudah memberikan gambaran cukup jelas bagi Dinara tentang perangai wanita cantik tersebut. Tampilan anggun dan citra profesional yang selama ini dia tunjukkan turut terbentuk dari hasil kerja cerdasnya sejak muda. Kalau Dinara boleh jujur, atasannya itu menjadi salah satu role model yang banyak menginspirasinya. Alana ditunjuk sebagai Kepala Utama Divisi Kreatif sejak usia 26 tahun. Itu merupakan pencapaian besarnya bahkan saat baru tahun keduanya di perusahaan ini setelah berhasil menamatkan studi masternya di Inggris. Sekarang bukan hanya Kepala Divisi, Alana bahkan banyak terlibat dalam berbagai proyek gebyar perusahaan yang turut memberi sumbangsih pada kenaikan citra perusahaan hingga masuk dalam jajaran big four tahun ini. Sudah rahasia umum bahwa kinerja Alana memang sangat dibanggakan oleh Pimpinan Perusahaan hingga bahkan ia diisukan akan segera naik jabatan, entah menjadi Manajer Umum ataupun masuk d
Baca selengkapnya
45. Cafe Kelana
"Masalah cewek nih pasti?!"Nada mengejek terdengar menyebalkan—setidaknya bagi telinga merah Sandi Arsena. Sang barista yang juga merangkap sebagai pemilik kedai itu melepaskan apron miliknya lalu melipatnya asal sebelum akhirnya duduk dihadapan Sandi yang sudah berada disini selama tiga puluh menit lebih. "Gue gak kesini buat dengerin ledekan lo, Yan!" Sandi meletakkan puntung rokok yang mulai pendek ke dalam cekungan asbak.Sandi masih mengenakan kemeja hitam dan celana jeans kesayangan yang biasa ia gunakan ke kampus. Selepas mengurus beberapa surat keperluan wisuda, ia melipir masuk kedalam Kelana Cafe. Tempat ngopi hits yang terletak tak jauh dari kampus yang juga milik Adrian, salah satu sobat karibnya. Tak heran kalau ia menemukan banyak manusia yang dikenal disini. "Kalo masih sibuk, handle aja dulu, Yan! Gue cuma butuh tempat tenang buat nyebat!" Ujar Sandi. Sedikit tak enak sebenarnya karena melihat pengunjung masih lumayan ramai tapi si owner sudah melipat apron lebih
Baca selengkapnya
46. Tawaran Makan Malam
"Lo gak bisa ngatur siapa aja yang boleh deketin Dinara. Daripada fokus sama hal- hal yang gak ada ujungnya, mending realistis aja! Fokus bikin Dinara percaya dan nyaman sama lo. Sebagai tetangga, lo udah punya privilege lebih. Setidaknya lo menang jarak dan waktu yang memungkinkan buat ketemu Dinara lebih sering. Masa begitu aja mesti gue ajarin sih, San?"Kali ini Sandi merasa habis mengantongi ilmu dari barat. Hasil godok pikiran dengan Adrian mungkin terdengar receh, padahal setelah ia timang lagi isinya daging semua. Adrian benar. Mengapa Sandi harus risau memikirkan laki-laki lain yang masih berjuang masuk kedalam hidup Dinara? Itu sama saja seperti merendahkan dirinya sendiri."Masa iya, Sandi Arsena yang konon katanya mantu idaman para mertua justru merasa insecure sama cowok lain? Chin up, dude! Lo udah selangkah lebih maju daripada mereka!"Poin dari Adrian seakan kembali mencerahkan kegelapan di otak Sandi Bukan hanya selangkah, Sandi bahkan percaya diri bahwa dia sudah ja
Baca selengkapnya
47. Barter
"Kalian mau ini, gak? Kak Sandi yang bawain, nih!" Dinara mengangkat tinggi bungkusan plastik yang di tangannya. Mengajak dua bocah sekolah menengah beda tingkat yang masih sibuk belajar di ruang keluarga kediaman Dinara. Dikta yang duduk di depan meja lipat serta Sean yang mengerjakan tugas sambil rebahan diatas karpet wol. Sean menoleh lebih dulu. Raut antusiasnya memudar saat menyadari apa yang dipegang Dinara. "Sean nggak suka itu, kak!" balasnya. Dahi Dinara setengah berkerut. Bisa- bisanya ada yang tidak suka wedang ronde, minuman legendaris yang jadi favoritnya Dinara sejak dulu."Kenapa gak suka?" Tanya Dinara lembut. Sean mengendikkan bahunya, "pedas kak, gak suka yang banyak jahe gitu," balasnya. Sesuatu yang harus Dinara maklumi karena tidak mungkin memaksakan anak orang untuk makan sesuatu yang tidak disukai. Maka setelah mendapat penolakan dari Sean, Dinara sekali lagi beralih pada adiknya yang masih fokus berkutat pada kertas folio di meja. "Buat kakak aja biar gak
Baca selengkapnya
48. Flirty Talk
Tiba-tiba saja hujan beriak jatuh dari langit. Benar- benar deras sampai terdengar cukup berisik saat bergesekan dengan kanopi di depan rumah. Pun beberapa kali kilat menciptakan efek kejut yang cukup nyata. Mungkinkah hebohnya hujan malam ini adalah bentuk balas dendam langit terhadap manusia bumi yang mengeluh panas gerah siang tadi?Masih terjebak di rumah Dinara Jeandra saat hujan deras disertai angin kencang itu melanda. Sebenarnya Sandi bisa saja berlari ke rumahnya yang hanya berjarak kurang dari sepuluh langkah itu. Atau mungkin meminjam payung dari Dinara agar setidaknya tidak terlalu basah kuyup. Namun suara hatinya mungkin terdengar lebih keras daripada gemuruh malam ini—sebentar saja, bolehkah ini jadi alasan untuk setidaknya memandang Dinara setelah tiga hari tak bersua?Sandi tak tahu sejak kapan ia berubah jadi setengah memalukan begini. Rasanya baru kali ini ia mengejar seorang gadis bahkan sampai tumbuh rasa ketakutan sendiri. Dia belum memiliki, namun sudah merasa
Baca selengkapnya
49. Morning Blush
"Good morning putri tidur!" Sapaan tak biasa dari sang ayah membuat Dinara yang baru turun dari kamarnya memanyunkan bibirnya. Gadis itu memang sedikit kelabakan tadi dan bahkan harus dibangunkan oleh sang mama. Tapi menurutnya masih tidak cukup untuk mengkategorikannya dalam golongan putri tidur. Masih menjinjing tas kulit berwarna coklat dan blazer nude di tangan kanannya, gadis itu kini ikut duduk disebelah ayahnya yang sesekali masih memandangnya jenaka. Rasanya ada sesuatu yang salah. Apalagi kini Dikta dan mamanya yang baru bergabung di meja makan ikut bertukar tatapan mencurigakan. "Sean mana?" tanya Dinara pada Dikta sembari meraih selembar roti tawar lalu mengolesi selai coklat diatasnya. Dinara ingat semalam bocah itu tidur di kamar Dikta. Usai meneguk susu, Dikta membalas dengan santai. "Dibawa pulang sama abangnya subuh tadi," ujarnya. Bibirnya membulat membentuk huruf o sembari mengangguk paham. Selanjutnya Dinara memilih untuk kembali diam dan fokus denga
Baca selengkapnya
50.Undangan Jalur Orang Dalam
"Arsena!"Keduanya kompak menoleh saat mendengar sapaan berat namun juga halus pria bertubuh tinggi yang nampak rapi nan klimis. Terdengar setengah asing namun Dinara yakin sempat mendengar ayah Sandi juga memanggil putranya begitu. "Ngapain disini?" Pria itu super tampan dan punya gurat wibawa di wajahnya. Dia kelihatan familiar namun Dinara lupa pernah melihatnya dimana. Sandi tersenyum sembari membalas pelukan hangat dari lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya itu. "Kebetulan lagi ketemu temen," ia melirik Dinara. "Nar, kenalin ini kakak sepupuku yang baru pulang dari London."Dinara menjabat tangan besar yang terulur dari pria tinggi itu. "Arka," ucapnya singkat saat memperkenalkan dirinya. Dinara tersenyum kikuk saat pria matang itu melirik kearahnya dan tersenyum kecil, bergantian melirik adik sepupunya yang nampak tak terganggu sama sekali. Dari setelan yang digunakan dan aroma parfum yang menyeruak, Dinara makin sadar bahwa kasta keluarga besar Sandi itu lumayan
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status