Semua Bab Diblokir Tetangga: Bab 41 - Bab 50
129 Bab
41. Musuh Dalam Selimut
[Mas. Aku mau ke rumah. Kamu tunggu di ruang tamu, ya.]Satu pesan masuk dari nomor tanpa nama. Lastri. Bram tersenyum. Ia lalu bergegas menuju ruang tamu rumahnya. Berpura sedang menyalakan televisi. Inamah yang tengah menyiapkan air hangat untuk Kia mandi. Tak melihat gerak-gerik mencurigakan suaminya. Tok! Tok! Tok!"Assalamualaikum." terdengar suara seseorang dari balik daun pintu. Bram menoleh. Ya, itu adalah Lastri. Seperti pesannya tadi. Ia hendak bertamu ke rumah Inamah. "Wa alaikumussalam warahmatullah wabarakatuh. Iya?" Dibukanya pintu sambil menjawab salam dari dalam. Hati Bram berdesir kala kedua matanya menangkap satu wajah di ambang pintu. Lastri. Ia datang bersama Hasan. Perempuan itu tampak cantik dengan baju yang melekat di badannya. Pemberian Bram kemarin sore. Secara diam-diam. Tanpa sepengetahuan Rudi maupun Inamah. "Mbak Inamahnya, ada?" tanya Lastri sambil tersipu. Ia tahu, Bram tengah memperhatikan dari atas kepa
Baca selengkapnya
42. Kamuflase Bunglon?
"Dari mana kamu, Dek?"Tepat di ambang pintu. Rudi berdiri dengan muka memanas. "Nggak ada urusan sama kamu." Melenggang pergi. Tak menjawab pertanyaan Rudi. Lastri gegas memasuki kamar. Ingin menemui Hasan. Satu tarikan tangan membuat Lastri terhenti. "Ini apa?!" Rudi mendelik. Ditunjukkannya layar gawai yang menyala. Begitu banyak baris chat dari satu nomor tanpa nama. Lastri memicingkan ke dua matanya. Melihat dengan seksama. Dalam hati ia tersenyum. Tapi, mimikk wajahnya menunjukkan hal yang berbeda. "Ini nomor Mbak Inamah? Ya Allah. Dia godain, Mas?" Lastri terkejut. Ia membelalakkan matanya lebar-lebar.Mendustai diri sendiri. Padahal ia dalang dibalik semuanya. "Jawab! Aku tahu Inamah bukan perempuan seperti ini. Kamu ... Kamu punya rencana apa untuk dia? Jawab!" Rudi setengah membentak. "Aku nggak tahu, Mas. Mungkin dia benar suka sama kamu." Lastri membela diri. Begitu banyak baris pesan yang Inamah kirim ke nomor Ru
Baca selengkapnya
43. Dendam
Menyimpan dusta. Menjalin hubungan lain diatas pernikahan yang suci. Apa yang hendak diraih? Kepuasan semata. Mengikuti hawa nafsu sendiri. Sudah pasti merugi. Sungguh, tak ada yang menghentikan rasa ketidak puasan kecuali bersyukur atas apa yang telah Allah berikan. Tak akan pernah puas. Jika secuil rasa syukur, tak tersimpan dalam hati. Sebab, rasa itu akan terus menuntut untuk dipenuhi. [Seperti biasa. Aku tunggu di dekat lampu merah. Jangan lupa pamit sama Rudi.]Satu pesan terkirim. Ke nomor Lastri yang sudah Bram hafal di luar kepala. Tak pernah menyimpan nomor tersebut. Karena khawatir Inamah curiga dan memergokinya. [Oke.]Satu kata balasan dari Lastri. Cepat, bukan? Betapa kedua orang itu sangat keterlaluan. Mempermainkan sebuah pernikahan. "Mandi dulu, Mas." Inamah membisik lembut. Gerimis tipis siang hari membuat hasrat Bram ingin dipenuhi. Mereka baru saja memadu kasih."Nanti dulu, Sayang. Masih ingin bersama kamu." Meraih
Baca selengkapnya
44. Pion Menyerang Sendiri
Hujan lebat membasuh Kota Pahlawan. Malam beranjak semakin matang. Tampak sangat gelap karena rembulan tertutup awan. Angin dingin menerobos melalui celah-celah kecil jendela. Malam yang sangat dingin. Inamah tertidur pulas di atas ranjang. Ia kelelahan karena Kia sedikit rewel hari ini. Sore tadi, seperti kata Bram. Inamah akhirnya pergi ke rumah Ibu mertua. Seperti yang sudah-sudah. Ibu mertuanya itu lebih sering mendiamkannya. Meski berusaha terus berbakti. Namun, Inamah jarang sekali dibalas kebaikannya. Di sisi ranjang. Bram mengusap kepala Inamah. Dipandanginya perempuan yang sangat ia cintai itu dalam-dalam. "Maaf, Dek." Pelan bahkan nyaris tak terdengar. Bram mengucap dua kata itu. Bagaimana pun ia tahu apa yang dilakukannya selama ini adalah salah. Tapi, ia tak bisa memilih. Hatinya telah kembali terbagi. Merasakan sentuhan di kepalanya. Inamah lantas terbangun. Ia mengerjap pelan. "Belum tidur, Mas?" tanyanya saat melihat Bram s
Baca selengkapnya
45. Tukar Pasangan
[Mas Rudi sudah mentalakku. Ia pasti tergoda oleh istrimu itu. Lihat, betapa banyak pesan dan foto genit yang ia kirim ke pada Mas Rudi. Mungkin, bertukar pasangan adalah jawaban terbaik. Ceraikan Inamah, Mas. Berikan hakku secara utuh.] Satu pesan masuk di gawai Bram. Ia yang baru selesai mandi tampak sangat terkejut. Tak menyangka. Semalaman ia kepikiran. Karena Lastri dan Rudi mendadak meninggalkan rumah. Pindah tanpa sedikit pun berpamitan. Benarkah semua karena ulah Inamah? Bram bertanya dalam hati. Pada siapa? Entahlah. Ting!Ting!Ting!Ting! Bunyi gawai berdenting. Bertubi-tubi, dengan nomor yang Bram kenali. Rudi. Ada banyak sekali pesan yang masuk dari nomor pria itu. Dengam satu sentuhan, Bram membuka isi pesan di dalamnya. Matanya terbelalak. Dadanya bergemuruh. Panas. Didapatinya tangkapan layar berisi foto-foto Inamah juga baris chat yang seperti sengaja menggoda Rudi. Ia naik pitam. "Inamah? Sejak kapan kam
Baca selengkapnya
46. Pesan Misterius
Sudah satu minggu berlalu sejak kepindahan Lastri. Bram sering berlaku kasar pada Inamah. Demi menutupi kesalahannya sendiri. Juga cemburu saat melihat kembali isi pesan dari nomor Rudi. Antara ingin percaya atau mengabaikannya. Bram masih mencerna segala keganjilan yang ada. Inamah bukan perempuan gampangan. Apalagi sampai membuka hijab dan menunjukkan di depan lelaki yang bukan mahram. Bukan. Istriku bukan perempuan seperti itu! Bram meyakinkan diri. Sore hari saat Bram pulang kerja. Inamah menunjukkan satu wajah yang berbeda. Bram merasa risih dan tak nyaman. Biasanya Inamah selalu menemani ia saat makan malam. Tapi, kali ini. Ia tampak mendiamkan.Sudah?" Inamah bertanya tepat saat Bram mengakhiri ritual makan malamnya dengan segelas air. "Iya," jawab Bram tenang. Hatinya berdetak tak keruan. Seperti ada firasat tak enak. Deg!Mata Bram berhenti berkedip. Inamah mengeluarkan sebuah mini recorder. Lalu menyerahkan langsung pada Bram.
Baca selengkapnya
47. Meminjam Ponsel
[Besok jam sembilan kita ketemuan. Mbak harus tahu semuanya. Ini penting! Tolong, jangan abaikan pesan ini. Demi kebaikan Mbak dan semuanya. Aku tunggu di taman edukasi.] Baris pesan itu membuatku semakin yakin. Ada yang tak beres memang antara suamiku dan mantan tetangga tak tahu diri itu. Kecurigaanku tentang berbalas komen Mas Bram dan Mbak Lastri. Juga akun watsapp Mas Bram yang tak juga diblokirnya. Aku butuh jawaban dari itu semua. "Ya, aku harus datang!"Kusentuh lagi layar gawai. Mengetik balasan untuk pesan barusan. "Dek, lagi liatin apa?" Deg!Kuangkat wajah menatap ke arah Mas Bram. Ia memandangiku dengan intens. Juga sorot mata yang setengah memicing. Dia, dia terbangun?Tapi, sejak kapan? Kenapa aku tak menyadarinya?"A--anu, Mas. Ini lagi balasin pesanan customer," kilahku. Aku menelan saliva. Gugup mendera. Membuat tengkuk leherku seketika merinding. Jemariku kaku. Bahkan mematikan layar yang menyala saja aku tak sang
Baca selengkapnya
48. Pembicaraan Rahasia
Kulangkahkan kaki melewati jalanan yang becek lagi basah. Sisa hujan semalam. Mas Bram bilang ingin sarapan nasi pecel. Kuturuti keinginannya itu. Membawa diri ini menuju kedai Bulek Siti. Penjual nasi pecel di persimpangan gang. "Bungkus berapa, Mbak?" tanya Bulek Siti."Tiga Bulek. Yang satu bumbunya dipisah saja, nggih. Buat Ibu," ujarku."Siap!" Ya, mau bagaimana pun perlakuan tak sukanya Ibu padaku. Aku harus berbakti bukan? Apalagi beliau tinggal seorang diri. Usai dilayani. Kuserahkan lembaran uang berwarna hijau pada Bulek Siti. Satu porsi nasi pecel seharga lima ribu rupiah. Murah sekali."Makasih, ya, Mbak.""Nggih, sama-sama, Bu." Kutinggalkan kedai Bulek Siti menuju rumah Ibu mertua lebih dulu. Mengantar sarapan untuknya.Sepanjang jalan kulihat beberapa orang yang lalu lalang. Kami saling menyapa satu sama lain. Meski hanya dengan seulas senyum. Atau menyapa dengan memanggil nama. Tapi, rasanya senang sekali. Langkahku t
Baca selengkapnya
49. Andin
Bagaimana jika ini hanya sebuah tipuan? Atau ... mungkin Mas Rudi ingin menjebakku seperti yang istrinya lakukan kemarin-kemarin? Tidak! Aku tidak mau tertipu lagi! "Maaf, Mbak. Saya pulang saja!" Aku menghentikan langkah untuk mengekori Andin. Berbalik cepat berlawanan arah dengannya. Teringat kembali kejadian kapan hari. Saat Ibu mertua bilang bahwa Mas Rudi mengakui, aku telah menggodanya. Juga saat Mas Bram bilang bahwa Mas Rudi sudah menceritakan semuanya. Terkait chat dan foto tanpa hijabku itu. Astagfirullah! Bahkan ... suamiku sampai menatapku penuh rasa jijik. Aku tak sudi. Jelas, ini pasti jebakan. Aarrgh! Aku frustasi!"Mbak, tunggu!" Andini terus memanggil.Abaikan Inamah!Abaikan!Kupercepat langkahku. Semakin jauh meninggalkan perempuan itu. "Mbak! Mbak!" Ia masih terdengar mengejar. Tak peduli. Aku takut jika ini semua sengaja direncanakan untuk menjebakku.Jika saja tak ada Mas Rudi di sana. Mungkin, aku akan tet
Baca selengkapnya
50. Mencoba Berdamai
"I-ini ...,"Lidahku kelu. Tak berani aku mengungkapkan dugaanku. Tatapan yang semula jelas mendadak keruh. pandanganku kabur. Aku ... aku tak sanggup. "Benar, Mbak. Mas Bram dan Lastri. Mereka--""Sudah. Hentikan!" Aku menatap tajam ke arah Mas Rudi. Kuseka sudut mata dengan jari sendiri. Bagaimana bisa istrinya berbuat seperti itu pada suami orang? Di mana perannya sebagai seorang suami? Memalukan!"Mbak! Dengar, apa yang Mbak pikirkan tidak seberapa dari apa yang sebenarnya terjadi." Lagi-lagi Mas Rudi berucap. Ia cerewet sekali. Kuamati lagi foto-foto itu. Mencermati dengan detil isi di sana. Berharap ada kejanggalan di foto-foto itu. Bisa saja, Andini dan Mas Rudi sengaja mengeditnya. Lelah membolak-balik. Hasilnya tetap sama. Foto itu bisa dipastikan asli. Tanpa editan maupun efek kamera yang disamarkan.Rabbi ....Kenyataan apa ini.Kurasakan Kia menggeliat tak nyaman. Mungkin, ia sama gelisahny sepertiku. "Biar anak mbak
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status