All Chapters of Diblokir Tetangga: Chapter 21 - Chapter 30
129 Chapters
21. Petaka Hubungan yang Salah
Hubungan yang tak pernah diridhoi itu menghasilkan sebuah petaka. Firasat istri pertama selalu benar. Keluarga yang tak baik-baik saja selalu ada gelenjar rasa yang berbeda. Satu hari, Ani menemukan selembar foto pernikahan Handoko bersama Sarah. Perempuan itu muntab, dengan membabi buta ia marah. Namun, kuasa tetap ada di tangan Handoko. Pilihan yang diberikan hanya satu. Tetap menjadi istri pertama atau ditendang dari rumah. Lagi-lagi materi mendominasi. Memilih bertahan dengan rasa sakit. Dari pada terlantar juga tak punya apa-apa. Ani pasrah dengan keadaan dirinya. Tepat di usia pernikahan ke lima Handoko bersama Sarah. Saat istri keduanya itu melahirkan. Sang pemilik mengambil semuanya. Merebut habis Sarah dan juga bayi yang dikandungnya. Duh, balasan menyakiti istri pertama begitu kejam, bukan? Selang beberapa tahun, Arman dan Istrinya mengalami kecelakaan hebat. Tertabrak sebuah kendaraan besar saat mereka menyebrang. Nyawa kedua orang itu pun tak bis
Read more
22. Permintaan Bram
Pagi itu, usai semalaman Bram membujuk. Aku akhirnya kalah, anakku itu ternyata sudah jatuh hati pada gadis yang bernama Inamah."Dia cantik lagi shalihah. Lulusan pondok pesantren. Dia juga mau menerima Bram apa adanya.""Dia bisa menjadi menantu yang baik untuk Ibu." "Dia sebatang kara. Tak punya siapa-siapa." Bram terus saja meyakinkan. Kutatap kedua manik hitam putraku dalam-dalam. Ada binar penuh harap di sana. Ia sudah menemaniku bangkit dari keterpurukan. Dan ia juga ingin bahagia.Kuembus napas pelan. Aku tak boleh egois bukan? Dengan berat hati kuizinkan ia menikahi gadis yang bernama Inamah itu. Walau sejujurnya luka hati yang tersimpan masih cukup dalam. Ya, Inamah. Setiap menyebut namanya. Terbesit sesuatu berlabel pengkhianatan di benakku. Gadis yang keluarganya telah menghancurkan pondasi rumah tanggaku. Merebut kasih dari seorang pria yang kusebut suami. Ah, andai ia bukan dari keluarga perusak itu. Mungkin ... aku tak akan me
Read more
23. Awal Kedatangan Lastri
Sore hari, tepatnya pukul empat. Bram dan Inamah mendatangi rumahku. Mereka berpamitan. Katanya akan pergi ke suatu tempat. Mungkin liburan, atau honeymoon ke dua. Kusindir menantuku itu. Tepat di hadapan suaminya. "Honeymoon terus. Tapi nggak hamil-hamil. Buat apa?" ketusku. "Bu, sudahlah." Bram membela. "Sudah apanya? Kamu ini cari istri nggak bener. Buat apa coba hanimun hanimun segala! Bisanya ngabisin duit suami mulu!" cecarku. Inamah mengangkat wajah. Aku tahu ia terluka. Biarkan saja! Yang penting aku puas. Sebagai pelampiasan atas kekesalanku pada keluarganya. "Sudah, Dek. Jangan dihiraukan." Bram berdiri. Ia menatapku penuh kecewa. Sejak menikah ia terus saja membela Inamah. Sudah jarang sekali menemuiku. Jika bukan karena ada maunya. "Inamah pamit dulu, Bu." Aku melengos. Malas bicara dengannya. Ia dan Bram lantas berjalan menuju pintu. Meninggalkan rumahku. Tak lama mereka berlalu. Pintu rumah terdengar diketuk dari l
Read more
24. Kebaikan Hati Inamah
Pov Bram Kutemukan lagi duniaku. Rasa yang pernah hilang, terbenam hingga ke dasar hati. Kutemukan ia dalam penyesalan panjangku. Gadis yang ... entahalah. Aku tak cukup memiliki banyak kosakata untuk mendiskripsikan rasaku untuknya. InamahAwal melihat ia. Kutangkap parasnya dengan dua mataku. Dibalik selembar foto yang diberikan Bapak. Inamah, terbingkai indah di sana.Saat melihatnya, aku bahkan tak yakin jika ia akan mau denganku. Mengingat, aku bukanlah pria yang baik. Tapi, di sisi lain, ia adalah amanah yang Bapak berikan. Meski aku tak pernah tahu. Apakah Inamah mau menikah denganku. Aku ... hanya berusaha datang untuknya. Berusaha menjalankan amanah. Ya ....Hanya itu. Namun, sepertinya aku salah. Karena tanpa sengaja. Hati ini justru bergetar saat berjumpa. Menginginkannya lebih dari apa pun.Aku jatuh cinta. Pada sosoknya yang teduh lagi sederhana. *** "Setiap orang punya masa lalu yang kelam. Hanya tinggal
Read more
25. Maaf Berdusta
Satu tahun berselang. Ibu, masih saja tak menyukai keberadaan Inamah. Ditambah, pernikahan kami yang belum juga dikaruniai buah hati.Aku sempat merasa kecewa. Bukan pada Inamah. Tapi, pada diriku sendiri. Mungkinkah ini akibat dari dosa masa laluku? Hingga aku tak bisa memiliki keturunan?Berbagai cara sudah kami lakukan. Namun, Inamah tak juga ada tanda-tanda kehamilan. Hingga tiba di mana aku berencana mengajaknya untuk honeymoon yang ke dua. Inamah menyambut penuh suka cita. "Ke mana, Mas?" tanyanya lugu. Istriku memang gadis yang sangat polos. "Ke mana aja. Yang penting kita nikmati surga dunia bersama," bisikku lembut. Inamah tersenyum. Aku sangat senang sekali melihat garis lengkungan itu di bibirnya. Pintaku hanya satu. Agar ia sentiasa bahagia saat hidup bersamaku. Itu saja. Tak sampai hati jika harus membuatnya terluka.*** Seminggu pasca aku dan Inamah pulang dari hanimun ke dua. Ibu tiba-tiba saja menelvonku. Tak sepert
Read more
26. Permintaan Ibu
Melepaskan dekapan lantas bergerak ragu menuruni ranjang. Pikiran Bram sedang tidak fokus. Niat hati ingin menemui Lastri. Namun lidahnya justru berdalih ingin mengunjungi sang Ibu. Dusta pertama pun terucap. "Hati-hati, ya, Mas?" ujar Inamah sebelum punggung suaminya itu menghilang di balik daun pintu kamar. Bram menoleh. Ia yang tengah meraih knop pintu mendadak menghentikan langkah. Hati berkata ingin pergi, tapi seruan Inamah membuatnya harus berpikir lagi dua kali. Masih menoleh dengan hati yang berdegub takut-takut. Tidak. Aku tak boleh menyakitinya! Untuk apa menemui Lastri? Urusan anak itu, aku harus punya cukup bukti. Ya, aku tak boleh gegabah. "Mas!" Inamah kembali mrnyeru. Membuat pikiran Bram berpendar seketika. "Ah, iya. Nggak jadi, Dek." Bram berbalik arah. Kembali dikuncinya pintu kamar. Ia lalu bergerak menuju tempat peraduan bersama Inamah. "Kenapa, Mas?" tanya Inamah bingung."Nggak jadi, Dek. Sudah malam. Mungkin, ibu juga sudah tidur." Bram menatap dalam.
Read more
27. Mulai Terbiasa
Teringat Ani akan kisah Lastri tadi sore. Membayangkan berada di posisi Lastri, perempuan tua itu sesak sendiri. "Kamu pengecut," tandasnya. "Bukan salah Bram. Ia juga terlalu gampangan." "Gampangan? Ah ... Entahlah. Kalau sudah seperti itu, jangan hanya menyalahkan satu pihak. Bagaimana pun. Kamu sudah merusak kehormatannya." "Bu ...," kalimat Bram tertahan di tenggorokan. Dilihatnya wajah Ani berubah tak suka. Ibunya itu sudah pasti terbawa cerita Lastri. "Kalau Hasan benar anakmu, bagaimana?" tanya Ani menantang. "Entahlah. Bram bingung.""Ceraikan Inamah!" Degh!Bram terbelalak. Sampai hati sang Ibu menyuruhnya melakukan perbuatan keji itu. Menceraikan Istrinya. "Ibu sudah sangat keterlaluan! Inamah tidak ada sangkut pautnya dengan hal ini. Dia istri sah, Bram. Sampai kapan pun, aku tak akan menceraikannya." Bram bersungguh-sungguh. Kesal ia mendengar titah Ibunya. Perceraian adalah hal yang paling ia takuti. Baginya, han
Read more
28. Harapan Lastri
Ranting-ranting yang patah. Juga dedaunan yang berserak tersapu angin. Menjadi saksi bisu di mana sebuah jalinan lama baru saja dimulai kembali. Bergerak turun dari dalam mobil. Bram, Lastri dan Hasan. Mereka bertiga baru saja pulang mengambil hasil tes DNA di Rumah Sakit. Setelah menunggu beberapa waktu. Ya, sudah terbaca dari awal. Walau tanpa tes sekalipun. Jelas terlihat garis wajah Hasan yang begitu mirip dengan Bram. Namun, demi memuaskan hati serta meyakinkan diri. Tes pun dilakukan. Dan, benar saja. Bocah tiga tahun yang belum jelas bicaranya itu memang benar anak Bram. Sama sekali tak terbantahkan. Bukan sekadar kebingungan yang melanda. Tapi, begitu banyak aksara yang tak mampu Bram ucapkan. Nanar ia memandangi Hasan. Wajah lugunya, membuat hati Bram seketika meleleh. "Dia ... putraku." Terasa kelu lidah Bram mengeja dua kata itu. Ia sungguh tak menyangka. Benih yang ia tanam. Telah tumbuh sedemikian rupa. Menjadi seorang manusia. Hingga tiga tahun usianya.*** Sor
Read more
29. Teror Masa Lalu
Bram menoleh cepat, ia membuang pandang. Debaran di hatinya tiba-tiba hadir. Pun dengan gelenjar rindu yang melesak tak tahu diri.Bram mencoba menepisnya.Hati manusia sering terbolak-balik bukan?  "Maksud hak di sini apa?" tanya Ani tak mengerti."Agar ia bisa lebih dekat dengan Mas Bram. Tanpa harus membuat Inamah tahu jati diri Hasan siapa sebenarnya. Juga ... agar Ibu, mau menerima bahwa Hasan adalah cucu Ibu." Hening menjeda. Hanya sebentar sebab satu suara kembali membuka mulutnya."Maksudnya bagaimana?" Kali ini Bram menyahut. Ia masih belum memahami. Dalam benaknya ia menebak-nebak. Barangkali Lastri ingin agar Hasan tinggal bersamanya. Begitu? "Seperti kata Ibu kemarin. Ingat? Terkait kontrakan? Lastri akan tinggal di samping rumah Mas Bram." Kalimat yang diucapkan Lastri barusan benar-benar tak terduga. "Jangan khawatir, Lastri tak akan mengun
Read more
30. Takut Ketahuan
Keesokan harinya. Tepat hari Minggu pagi. Saat Bram sedang libur tak bekerja. Mentari di luar memang cerah, namun, mendung di hati Lastri belum juga ada kesudahannya. Ya, bukan mudah ia menata diri. Menemui kembali kisah masa lalu. Yang rupa-rupanya, tengah menikmati kehidupan baru. Lastri ....Benar-benar merasa tercampakkan. Terbuang.Juga dalam pesakitan. Ia ingin merebut kembali. Semuanya. Secara bertahap. Tanpa ada yang mengetahui.Harapannya hanya satu.Lebah penghisap madunya, turut merasakan pahit sama sepertinya. *** Di sudut ruangan. Sebuah televisi menyala. Menampilkan acara di dalamnya. Tampak pula  gambar-gambar bergerak juga suara yang berbunyi. Namun, manusia di depannya justeru tak acuh. Menatap dengan pikiran kosong. Tahu bagaimana rasanya gelisah? Makan tak selera. Tidur tak nyenyak. Diliputi
Read more
PREV
123456
...
13
DMCA.com Protection Status