Semua Bab Fitnah Menjadi Janda: Bab 21 - Bab 30
41 Bab
Pandu
"Bu Laras ...." Suara Winda membuatku tersentak."Iya," sahutku salah tingkah, tidak biasanya aku tercengang sedemikian rupa bertemu dengan seseorang.Winda menatapku dengan pandangan penuh tanya, dia pasti heran dengan sikapku. Tapi aku tidak bisa mengontrol ekspresi wajahku yang terkejut dengan fakta bahwa Pandu adalah manager baru yang menggantikan Pak Hadi."Ah, maaf. Selamat bergabung Pak Pandu, semoga betah bekerja di tempat ini," ucapku mengulurkan tangan ke arah Pandu.Pandu hanya menggangguk tak membalas uluran tanganku dan malah menangkupkan kedua telapak tangannya di depan dada, "Terima kasih, Bu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin melakukan tugas saya dengan sangat baik."Aku langsung menarik tanganku mendapat respon seperti itu, "Baiklah, silahkan kembali ke ruangan anda Pak Pandu. Jika ada yang perlu ditanyakan silahkan menghubungi Ibu Winda.""Baik, Bu. Terima kasih banyak. Kalau begitu saya permisi." Pandu langsung membalikkan badan dan melangkah pergi dari ruang ke
Baca selengkapnya
Aroma Parfum
Hari sudah menjelang malam, gerimis yang turun kecil, tapi kini mulai semakin turun dengan deras. Air hujan semakin turun membasahi bumi.Aku mendesah karena lupa tidak membawa payung, kini aku tidak bisa berjalan membelah hujan untuk sampai di mobilku yang terparkir di depan restoran.Aku bisa basah kuyup jika nekat membelah hujan. Padahal aku orang yang tidak bisa terkena air hujan, aku bisa langsung demam jika sampai hujan-hujan walau cuma hanya sebentar saja.Aku baru saja mampir ke sebuah restoran kecil, karena aku tiba-tiba ingin makan di restoran tersebut. Semenjak hamil, kadang-kadang membuatku tiba-tiba ingin memakan sesuatu. Bahkan keinginan itu terkadang menyusahkanku. Kata Winda, itu bawaan bayi yang ada di dalam kandunganku, dan sebagian besar ibu hamil selalu mengalaminya.Kata Winda hal itu disebut ngidam, dan aku harus mengikuti apa yang tiba-tiba aku inginkan itu, jika tidak kau anakku nanti ileran jika sudah lahir.Membayangkan anakku ileran membuatku takut, aku pun
Baca selengkapnya
Kedatangan Indra
"Baik-baik di rumah, Ras. Sebelum malam kami pasti akan sampai di rumah. Bila kamu kesepian, ajak Winda ke sini untuk menemanimu," ucap ibu sembari menenteng tas yang berisi makanan. Sementara ayah sedang memeriksa mobil, karena mereka akan menempuh perjalanan yang cukup jauh.Mereka akan pergi ke rumah saudara ayah satu-satunya, semalam ayah dapat kabar kalau Tante Mia tiba-tiba pingsan dan dilarikan ke rumah sakit.Rencananya mereka ingin menjenguk Tante Mia, sudah lama juga ayah dan ibu tidak mengunjungi Tante Mia karena kesibukan ayah. Jika saja aku tidak dalam keadaan hamil, tentu saja aku akan ikut dengan mereka. Tapi aku tidak diperbolehkan ikut, ayah dan ibu khawatir jika aku akan kecapekan menempuh perjalanan yang cukup jauh. Dan akan berdampak buruk pada kesehatan janinku."Iya, Bu. Tidak usah khawatir padaku, aku akan menelfon Winda nanti," sahutku."Baiklah, sekarang ayah dan ibu berangkat dulu.""Iya, Bu." Aku meraih tangan ibu dan mencium punggung tangannya.Setelahnya,
Baca selengkapnya
Fitnah Indra
"Terkejut dengan kedatanganku, Mbak?" tanya Indra dengan senyum menyeringai.Aku secara tidak sadar memundurkan langkah, menatap ngeri ke arah Indra yang semakin melebarkan senyumnya yang mengerikan. Dengan cepat pula Indra menerobos masuk ke dalam rumahku saat aku belum sepenuhnya tersadar dari keterkejutanku."Apa yang kamu lakukan? Keluar dari rumahku! Aku tidak mengijinkanmu masuk ke rumahku!" seruku dengan suara yang meninggi."Jangan berteriak, Mbak. Aku hanya ingin bertamu, apa di rumah ini tamu tidak diperbolehkan masuk?" tanya Indra dengan senyumnya yang memuakkan.Aku melirik jam yang menggantung di dinding, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. "Kenapa ayah dan ibu belum juga pulang?" batinku.Padahal tadi ibu memberitahuku bahwa mereka akan pulang sebelum malam hari, tapi nyatanya jam segini ayah dan ibu belum tiba, padahal hari sudah beranjak malam."Tidak mau mempersilahkan aku duduk, Mbak? Atau Mbak Laras ingin berbicara sambil berdiri begini?" tanya Indra menaik
Baca selengkapnya
Kemarahan Ayah
"Ayo kita bernegosiasi, Mbak. Aku jamin kedekatanmu dengan lelaki itu tidak akan ada yang tahu. Aku akan menyembunyikannya untukmu.""Apa maumu?" tanyaku pada Indra, jujur aku sudah muak berhadapan dengan Indra. Tapi aku tidak punya pilihan lain. Akan aku coba untuk mendengarkan apa yang dia inginkan.Indra melangkah mendekat padaku, tangannya terulur hendak menyentuh wajahku. Tapi buru-buru aku menepis tangannya dengan kasar, sebelum menyentuh wajahku. Aku tidak akan membiarkan tangan kotornya menyentuh wajahku."Jangan galak-galak, Mbak. Mbak Laras akan menyesal jika aku sudah marah," ucap Indra mengelus tangannya yang aku tepis.Aku bergeming, menatap nyalang ke arah Indra yang menatapku dengan tatapan yang menjijikkan. Andai aku tidak dalam keadaan hamil, tentu aku sudah berlari menghindar dari Indra. Aku tidak mungkin membahayakan janin yang ada dalam kandunganku.Aku harus bisa menghadapi Indra dengan tenang, sembari menunggu ayah dan ibu pulang ke rumah. Indra akan pergi sendir
Baca selengkapnya
Jujur
"Katakan apa yang sebenarnya terjadi selama ini, Ras? Sudah cukup ayah menunggumu untuk jujur, situasi sudah tidak bisa kamu kendalikan sendiri, Ras," ucap ayah yang sedang duduk di sofa.Setelah kepergian Indra, ayah memintaku untuk berbicara dengan beliau. Kami bertiga pun akhirnya duduk bersama di ruang tamu. Suasana nampak tegang, aku sedari tadi hanya menunduk tidak berani menatap mata ayah, sedangkan ibu terus saja mengelus punggung ayah, seolah mencoba menenangkan ayah agar menahan diri dari amarahnya."Maaf, Yah. Aku hanya tidak mau membuat ayah kepikiran, bahkan sampai kesusahan karena aku. Aku hanya merasa menjadi beban ayah selama ini," lirihku."Jangan pernah bicara seperti itu, Ras. Kami orangtuamu, selamanya kami akan selalu memikirkanmu. Kamu putri kami satu-satunya, Ras. Sudah sepantasnya kami mengutamakan kebahagiaan dan ketenanganmu." Kini ibu yang bersuara, aku sungguh merasa menjadi putri yang beruntung sedunia, kedua orangtuaku sangat peduli padaku.Akhirnya aku p
Baca selengkapnya
Tamparan
"Kamu tidak usah ke kantor dulu, Ras. Istirahat saja di rumah hari ini," ucap ibu yang sedang sibuk menyiapkan sarapan."Aku harus pergi ke kantor, Bu. Hari ini aku akan ada rapat. Mau tidak mau aku harus ke kantor," sahutku sembari menyesap segelas susu ibu hamil yang telah ibu buatkan."Winda bisa menghandel semuanya, Ras. Kamu bisa menyerahkan rapat padanya." Ganti ayah yang membuka suara.Memang benar apa yang ayah ucapkan, Winda sangat mampu menghandel semua pekerjaanku. Apalagi semenjak aku menikah dengan Mas Haris, Winda mengerjakan semua pekerjaanku sendiri.Winda termasuk orang yang sangat gila kerja, dia mengalihkan rasa jenuhnya dengan bekerja. Tapi aku tidak mau selalu bergantung pada Winda, dia akan segera menikah jika Wira mendapat restu dari orangtua Winda. Tentu aku tidak mau membuat Winda kesusahan karena mengurus pekerjaanku."Aku tidak mau merepotkan Winda terus, Yah. Mungkin sebentar lagi dia akan menikah, aku tidak mau terlalu bergantung padanya," ucapku."Benarka
Baca selengkapnya
Fitnah Status Janda
"Lepaskan tanganku!" sentak Risa sembari mencoba melepaskan tangannya dari cengkraman Winda.Aku masih terpaku di tempatku, rasa panas masih terasa di pipiku. Perlahan tanganku meraba pipiku yang ditampar oleh Risa. Aku mendesis merasakan perih, pipiku terasa perih ketika tanganku menyentuhnya."Aku tidak akan melepaskan tanganmu sebelum kamu meminta maaf pada Laras!" bentak Winda nampak tidak mau kalah dari Risa."Aku tidak sudi! Aku tidak sudi meminta maaf pada janda gatal macam dia!" teriak Risa membuatku melebarkan mataku.Deg.Ucapan Risa bagai belati yang menusuk hatiku. Aku tidak pernah menyangka jika Risa bisa mengucapkan kata-kata yang tidak pantas seperti itu padaku."Jaga bicaramu! Laras adalah kakak iparmu, tidak pantas kamu berbicara seperti itu tentangnya." Winda nampak tidak terima dengan tindakan kurang ajar Risa. Dapat kulihat jika Winda sedang berusaha menahan amarahnya dari kepalan tangan kirinya. Sementara tangan kanannya masih mencengkram lengan Risa."Kakak ipar
Baca selengkapnya
Kembali Terpuruk
"Kamu mau apa lagi, Sa? Masih kurang mempermalukanku di kantor?" tanyaku begitu melihat Risa sudah berdiri di depan pintu rumahku.Aku baru saja pulang dari kantor dan belum sempat masuk ke dalam rumah. Tapi Risa sudah berdiri di depan rumahku, sepertinya dia menungguku pulang.Mau apa lagi dia datang ke rumahku? Bukankah tadi dia sudah mempermalukan aku habis-habisan, apa masih kurang lagi?"Aku belum selesai membuat perhitungan denganmu, Mbak. Bukannya tadi kamu bersembunyi di balik temanmu itu? Sekarang tidak akan ada yang bisa menghalangiku untuk berurusan denganmu, Mbak," ucap Risa tajam.Aku bergeming, aku melipat tangan di depan dada, menatap datar Risa. Jika tadi aku tidak bisa membalas ucapan Risa, sekarang aku sudah cukup siap untuk membalasnya.Tadi aku masih dalam keadaan terkejut dan takut jika sampai mempermalukan ayahku, tapi sekarang aku sudah sangat siap untuk menghadapi Risa.Dari dulu Risa sangat keras kepala, dia pun terlalu mencintai Indra. Aku yakin, apapun yang
Baca selengkapnya
Hamil Bukan Aib
"Kamu tidak perlu ke kantor dulu, Ras."Aku tercengang mendengar suara Ayah yang bernada tegas. Aku menatap Ayah yang sedang menyesap secangkir kopi di tangannya."Apa maksud Ayah?" tanyaku mencoba mencari jawaban dari sorot mata tua Ayah.Ayah meletakkan cangkir kopi ke atas meja, beliau memandangku dengan pandangan yang aneh. Aku tidak mau menebak-nebak apa yang ada di dalam pikiran Ayah. Tapi aku sangat yakin kalau Ayah memintaku untuk tetap di rumah karena kejadian kemarin.Ayah pasti sudah mendengar kabar tentang keributan di kantor kemarin. Beliau pasti dengan sangat mudah mendengar berita tersebut dari para karyawan."Kamu tidak perlu ke kantor terlebih dahulu, Ras. Untuk sementara waktu biar Winda yang menghandel semua pekerjaanmu," ucap Ayah membuatku membulatkan mata."Kenapa, Yah?" tanyaku dengan suara sendu.Ayah menghela nafas panjang, beliau nampak ragu menjawab pertanyaanku, "Kamu fokus saja pada kehamilanmu, Ras. Kamu tidak perlu memikirkan urusan kantor lagi.""Aku ma
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status