Semua Bab Kukembalikan Suamiku pada Istri Pertamanya: Bab 51 - Bab 60
86 Bab
Bab 51
Sore ini, aku, ibu, dan bapak sama-sama duduk di belakang rumah. Menikmati segarnya udara di sore hari ditemani beberapa tumbuhan yang melambai-lambai. Meski sesekali bau yang ditimbulkan dari ayam-ayam bapak mengganggu penciumanku. "Lun, sepertinya Nak Zidan itu suka sama kamu," celetuk bapak tiba-tiba. "Bapak sih suka sama dia. Meskipun orang berada tapi ramah dan sopan.""Ibu juga berpikiran sama." Ibu ikut menimpali."Bu, Pa, Aluna itu baru saja bercerai. Belum kepikiran untuk cari pengganti Mas Rayan. Luna juga masih trauma. Mas Rayan juga kan dulu baik banget. Ramah juga sopan. Cocok banget lah buat dijadikan pendamping hidup. Siapa sangka sekarang akan berakhir seperti ini? Intinya, kita harus benar-benar mengenal orang itu luar dalam.""Iya, sih. Kamu benar. Tapi, tadi Nak Rayan nawarin bapak untuk menjaga peternakan miliknya. Katanya, kalau bapak suka berternak, dia akan bikin peternakan sendiri. Kebetulan punya lahan yang cukup luas. Bapak biar yang mengelolanya. Gimana men
Baca selengkapnya
Bab 52
Aku masih memandang layar ponsel yang masih menyala di hadapanku. Deretan huruf yang Mas Zidan kirim di pesannya yang terakhir membuatku dilanda kebingungan. [Boleh, Mas. Insyaallah kapan-kapan, ya. Tapi bukan sekarang-sekarang ini karena aku juga baru menyandang status janda. Mas tau sendiri kan yang namanya janda itu selalu dipandang sebelah mata.] Setelah menimbang-nimbang, akhirnya aku beranikan diri untuk menolaknya.[Siap. Aku akan menunggu selama apapun itu.] Mas Zidan kembali membalas dengan waktu yang cepat.Adzan isya pun berkumandang. Aku kembali meletakkan ponsel dan langsung melaksanakan solat isya.***Tiga bulan berlalu setelah perceraian, aku mulai terbiasa dengan status baruku sebagai seorang janda. Jika biasanya aku tersinggung dengan gurauan para karyawan lain yang menyebutku jamu alias janda muda, kini aku tak lagi memasukannya ke hati. Toh itu memang kenyataannya. Aku masih muda tapi aku sudah berstatus sebagai seorang janda. Setiap hari, ada saja lelaki yang me
Baca selengkapnya
Bab 53
Rara mengentikan langkahnya. Lalu menatapku. "Sering, Bu. Aku kasihan sih lihatnya. Setiap pagi dan sore, Bu Ida pasti berdiri di depan rumahnya menunggu kepulangan Rayan. Terkadang ditemani menantunya, terkadang ditemani Hasan, tapi seringnya seorang diri." Rara berkata dengan sendu.Dalam hati, aku pun turut prihatin pada keadaan Bu Ida. Mudah-mudahan saja dia mendapatkan pelajaran berharga dari peristiwa yang terjadi ini. Mudah-mudahan juga Mas Rayan cepat kembali dan segera berkumpul bersama wanita yang melahirkannya itu."Makasih infonya ya, Ra. Aku duluan kalau gitu. Ada perlu dulu. Happy weekend!" Aku menepuk pundak Rara pelan seraya berlalu menuju motor milikku.Aku melajukan kuda besiku menuju butik Karin. Berjibaku dengan padatnya jalanan di sore hari. Sesekali mataku melirik ke arah kiri dan kanan jalan. Siapa tau aku melihat keberadaan Mas Rayan. Meski aku tak yakin dia masih berada di kota ini.Aku langsung memarkirkan motorku saat sampai di depan butik Karin. Suasananya
Baca selengkapnya
Bab 54A
Aku tersenyum menyeringai menatap Karin. Bibirnya nampak mengerucut tanda ngambek."Kamu gak asik. Bikin malu aja." Karin berbisik di telingaku."Makanya jangan mulai duluan," jawabku tak mau kalah."Iya deh iya. Maaf," timpalnya. Akhirnya, kami pun ceria lagi sepanjang perjalanan.Mobil melaju lumayan kencang. Melewati jalan tol yang lumayan padat karena libur panjang. Mas Zidan dan Mas Azam pun sudah bergantian memegang kemudi. Karena jika dipaksakan mengemudi lebih dari dua jam perjalanan, ditakutkan akan kelelahan atau malah mengantuk.Aku dan Karin yang duduk di belakang, tak hentinya bercerita sambil sesekali diselingi makan cemilan yang dibeli tadi di minimarket berlogo huruf A."Eh. Mas Rayan beneran hilang ya? Dia gak balik-balik apa gak kangen sama ibunya? Udah lumayan lama, kan?" Karin malah membahas Mas Rayan. Padahal dari tadi, sedikitpun aku tidak menyinggung soal dia."Gak tau. Tapi setahuku sih, Mas Rayan emang gak pernah pulang," jawabku. "Rin, kamu tau belum sih, aku
Baca selengkapnya
Bab 54B
"Itu Mas Azam, Bu. Teman kantornya Kak Zidan. Biar gantian nyetirnya." Belum sempat Mas Zidan bersuara, Karin keburu ngejawab duluan. Sepertinya Karin takut kalau kakak laki-lakinya itu akan bicara yang macam-macam pada ibunya. "Ya, sudah. Kalian istirahat dulu, ya. Pasti cape setelah perjalanan jauh. Habis istirahat, nanti kita makan. Ibu dapat nasi berkat banyak dari Mamang," tutur Tante Risma. Karin pun mengajak aku untuk ikut ke kamarnya."Saya mau ke mesjid aja, Tante. Sebelah mana, ya?" Aku masih bisa mendengar Mas Azam berbicara pada Tante Risma."Oh, di situ. Gak jauh, kok. Jaraknya cuma sekitar dua ratusan meter." Tante Risma menjawab. Suaranya semakin lama semakin samar hingga benar-benar tak terdengar lagi karena aku dan Karin sudah sama-sama masuk ke dalam kamar."Duh, calon suami idaman banget. Lagi capek aja yang ditanyain duluan malah mesjid. Keren gak tuh?" Aku menggoda Karin. "Issshhh. Apaan sih? Mulai lagi, kan?" Karin kembali merajuk. "Apa aku perlu bilangin seka
Baca selengkapnya
Bab 55A
Bukan hanya Tante Risma, tapi semua yang ada di sana menatap Mas Zidan. Mereka seolah begitu penasaran dengan wanita yang dimaksud Mas Zidan tersebut."Rahasia," jawab Mas Zidan membuat Tante Risma dan Om Doni mendesah pelan."Kakak gak asik. Main rahasia-rahasia segala. Iya, kan, Bu? Harusnya kasih tau aja mumpung kita semua lagi ngumpul. Siapa tau didoain biar cepat naik pelaminan." Karin berkata dengan nada kecewa."Ya, sudah, gak apa-apa. Mungkin kakakmu itu masih nunggu waktu yang tepat buat ngasih tau orang yang dimaksud. Mungkin juga tiba-tiba kakakmu nanti langsung nikah gak pake lama. Kalau memang jodoh gak akan ke mana kok." Tante Risma berkata bijak."Benar apa kata ibumu. Malah ayah sama ibu dulu cuma ketemu beberapa kali langsung nikah. Enakan pacaran setelah nikah daripada sebelum nikah. Semuanya sudah halal dan berpahala. Benar tidak?" Om Doni berbicara menirukan suara seorang ulama yang ditampil di TV. Hingga aku dan yang lainnya ikut tergelak.Namun, jika diresapi, ap
Baca selengkapnya
Bab 55B
"Lagi nangkring aja, Mas. Bete di dalam rumah. Di sini enak. Cuacanya adem. Anginnya juga sepoi-sepoi. Ditambah musik dari rumah sebelah. Komplit deh." Aku tersenyum lebar. "Mas Zidan sudah pulang? Karin mana?" Aku mengedarkan pandangan ke belakang Mas Zidan."Karin belum pulang. Masih bercengkrama sama calon manten. Aku pulang duluan. Mau siap-siap buat ke mesjid. Sebentar lagi magrib. Benar kan, Zam?" Mas Zidan melirik Mas Azam."Iya. Betul sekali. Saya juga mau siap-siap. Mau ambil wudhu dulu." Mas Azam bangkit dari kursinya kemudian berjalan masuk ke dalam rumah."Aku juga siap-siap dulu, ya, Lun," tutur Mas Zidan. Aku hanya mengangguk seraya tersenyum. Mas Zidan pun masuk ke dalam rumah menyusul Mas Azam.Kini tinggal aku seorang diri. Duduk dengan kedua kaki terayun memperhatikan orang yang berlalu-lalang. Tak berselang lama Mas Zidan dan Mas Azam keluar rumah bersamaan. Keduanya mengenakan baju koko dipadukan dengan bawahan kain sarung."Aku ke mesjid dulu, ya, Lun!" pamit Mas
Baca selengkapnya
Bab 56A
Semakin dekat, jantungku semakin berpacu dengan cepat. Laki-laki berpakaian layaknya ustad itu hendak naik ke dalam mobil. Namun, saat jarak kami tak kurang dari dua puluh meter, laki-laki itu keburu naik mobil dan sedetik kemudian melesat dengan mobilnya. Ingin aku berlari, tapi pakaian dan sepatu selop yang kugunakan membuat langkah kakiku terbatas. Akhirnya, aku hanya bisa berjongkok dengan napas tersengal. Melihat kepergian mobil yang membawa orang tersebut dengan mata yang berkabut. "Kamu ngapain di sini?" Karin yang ternyata menyusulku sudah ada di belakang. Aku berdiri. Melonggarkan sejenak napas yang memburu dan mengendalikan dadaku yang masih berkecamuk. Setelah sedikit lega kemudian menjawab pertanyaan Karin. "Aku tadi ngelihat orang yang mirip Mas Rayan. Gak lihat wajahnya sih. Tapi entah kenapa aku yakin aja itu Mas Rayan." Karin celingukan. Memperhatikan sekeliling. "Mana?" "Sudah pergi naik mobil. Tapi kayaknya rombongan gitu. Banyakan." "Kamu salah lihat kali. Se
Baca selengkapnya
Bab 56B
Aku dah Karin menyusuri jalanan perkampungan berdua. Menikmati udara sore di kala langit sudah mulai senja. Beberapa orang yang berpapasan dengan kami tersenyum seraya membungkukkan badan. Ada juga yang sekedar menyapa."Kita mau ke mana sih, Rin?" tanyaku saat langkah kaki tak kunjung berhenti meskipun sudah berjalan cukup lama bahkan terasa sudah jauh dari rumah."Sebentar lagi sampai," jawab Karin seraya memilah-milah jalan untuk dipijak karena kami mulai memasuki jalanan kecil yang hanya tanah. Suara gemercik air yang mengalir mulai terdengar. Karin semakin mempercepat langkah. Aku pun menambah laju kakiku menyusul langkahnya. Hingga tubuh kami sama-sama berhenti saat melihat sungai kecil yang jernih dan bening."Masya Alloh. Indah banget, Rin." Aku berkata tanpa mengedipkan mata. Suasana di sini benar-benar sejuk dan indah. "Ini tempat aku sama Kak Zidan main waktu kecil. Dulu tidak seindah ini. Sekarang sepertinya lebih terawat," jawab Karin. Gadis cantik berkulit mulus itu d
Baca selengkapnya
Bab 57A
"Bagaimana?"Mas Zidan bertanya lagi setelah cukup lama aku hanya terdiam. Bagiku ini terlalu mendadak. Dan tentu saja terlalu mengejutkan. "Boleh aku minta waktu, Mas?" Aku menoleh. Menatap sorot matanya yang penuh pengharapan.Mas Zidan tersenyum kecil. "Tentu saja. Bahkan aku sudah menunggu lebih dari setahun lamanya. Jadi, berapa lama lagi kiranya aku harus menunggu?" "Aku tidak bisa memastikan berapa lamanya. Hanya saja, aku akan berusaha memberikan jawaban setelah hatiku benar-benar yakin akan pilihanku." Aku menjawab tanpa kepastian."Sebulan lagi, perusahaan akan mengadakan syukuran dan kebetulan bertepatan dengan hari ulang tahunku. Boleh aku meminta jawabanmu di hari itu?" pinta Mas Zidan. Ada binar-binar harapan dari sorot netra indahnya.Aku tak langsung menjawab. Tapi berpikir sejenak. Apa mungkin aku bisa menemukan jawabannya hanya dalam waktu satu bulan? Apa hati bisa semudah itu untuk berpaling atau melupakan? Namun, kata-kata Karin juga terus terngiang di telingaku.
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
456789
DMCA.com Protection Status