All Chapters of Menaklukkan Suami dan Mertua Super Dingin: Chapter 51 - Chapter 60
68 Chapters
51. Aku dan Tekadku
( Nafia)"Selamat ya, Pak. Istri Anda telat," ucap dokter muda berwajah ramah itu menyalami Deva."Telat?" Deva mengernyit, "maksudnya Nafia sakit karena selalu telat makan?"Dokter itu tersenyum. Aku sendiri masih mencerna ucapannya."Bukan begitu maksud saya, Pak.""Lantas?" Deva kian penasaran."Istri Anda telat datang bulan. Istri Anda tengah mengandung.""Apaaah ... hamil?!" Bagai sehati aku dan Deva kompak berseru. Lalu saling bersitatap."Sa-saya hamil, Dok?" Karena tidak percaya, aku mengulangi pernyataan dokter di hadapan.Dokter mengangguk dan tersenyum. "Benar, Ibu. Umur kandungannya baru sembilan minggu. Yahhh ... dua bulan lebih sedikit, Bu."Aku menatap Deva. Pemuda itu mengendikan bahu. Masa bodoh."Kalau boleh tahu apa keluhan Ibu sekarang?" Dokter bertanya lagi dengan santun."Akhir-akhir ini memang sering mengeluh pusing dan cepat lelah, Dok.""Tidak mengalami mual-mual?""Kadang, tapi tidak sering," jawabku jujur, "saya pikir mual itu akibat saya masuk angin karena
Read more
52. Bertemu Deva
Setelah mengetahui sedang hamil, anehnya morning sick itu mulai menyerang setiap pagi. Padahal kemarin-kemarin tidak. Hanya pusing dan sedikit mual.Beruntung napsu makanku tidak mengalami penurunan. Hanya sekarang jadi tidak suka nasi. Tapi, justru suka makan-makan yang dulu dibenci. Kata orang aku sedang ngidam.Ternyata lumayan menyiksa juga ngidam ini. Belum lagi kadang tiba-tiba terbesit keinginan yang sedikit aneh, semisal ingin melihat pasar malam di siang hari. Pernah juga mendadak ingin makan bakso rasa strawberry. Padahal dari kecil tidak suka karena rasanya terlalu masam. Tapi, sekarang mendadak jadi tergila-gila pada buah tersebut.Merasa mustahil terwujud, aku kreatif buat sendiri. Daging baksonya aku ganti dengan buah merah asam itu."Kok ... akhir-akhir ini Mbak Naf aneh ya? Kayak orang lagi ngidam," tegur Lina suatu siang. Lina adalah tetangga kontrakan yang menjadi pegawaiku."Saya memang sedang hamil, Lin," jujurku sambil menikmati bakso strawberry ini. Buatan sendi
Read more
53. Semua Menyalahkan
(Arzen)"Arzen, sekali lagi papa tanya, apa keputusanmu sekarang?" cecar Papa tenang, tetapi juga dingin.Sebulan setelah terbongkarnya rahasia kepergian Nafia, aku menemui Papa di rumahnya. Sebenarnya sudah dari kemarin-kemarin pria itu memanggil, tetapi tidak kuhiraukan. Aku masih belum bisa mengambil keputusan.Mungkin karena sudah kehilangan kesabaran, Papa memaksa untuk berbicara. Dan aku tidak bisa mengelak lagi.Suasana terasa mencekam. Bagai tengah diinterogasi, aku menghadap Papa yang menatap tajam. Di sampingnya duduk Mama dengan ekspresi yang tidak kalah menyeramkan."Aku akan terus mencari Nafia. Tapi, janji pada Aliya tetap juga akan kupenuhi, yaitu mengawalnya hingga sembuh," jawabku datar. Tidak perlu meledak-ledak menghadapi sikap dingin Papa. Tidak akan menang."Tidak jadi menikahi dia?" Dahi Papa terlipat."Janji bagi seorang laki-laki adalah harga diri," sahutku tenang, "aku siap memenuhi janji itu jika Aliya mendesak."Papa dan Mama saling bersitatap. Ekspresi kece
Read more
54. Bertengkar Dengan Aliya
Aku menggeleng lemah. "Sudahlah, Yaz, aku dewasa. Aku sudah bisa membuat keputusan sendiri," putusku bulat.Diaz mendengkus. Dia meraup kasar wajahnya. "Semoga aku bisa cepat segera menemukan Nafia. Dan semoga saja dia masih sudi memaafkanmu.""Kita memang harus menemukan Nafia. Aku ingin Nafia tahu, bahwa kaburnya dia membuat semua orang menjadi susah."Diaz bergeming. Dia tidak menyahut lagi. Dirinya hanya berlalu menuju kamarnya tanpa bersuara. Aku pun melakukan hal yang sama. Kutuju kamar untuk mengambil barang-barang dan baju.Aku dan Diaz keluar kamar pada waktu yang sama. Kami sama-sama menggendong ransel. Tanpa bicara kami menuju taksi. Di dalam mobil Diaz menyebut alamat rumahnya.Lima belas menit kemudian, kami telah tiba di rumahnya. Di teras Bapak Eko dan istrinya menyambut kami dengan heran."Ini serius Mas Arzen mau tinggal di sini?" tanya ibu Diaz.Aku agak tersinggung mendengarnya. Kelihatannya mereka tidak menghendaki aku tinggal di sini."Untuk sementara, Bu. Nanti k
Read more
55. Deva dan Aliya
(Arzen)Tiga hari sudah aku meninggalkan rumah. Tidak ada yang bisa dikerjakan di rumah Diaz selain mengurung diri di kamar. Keluarga Diaz mengurusku dengan baik. Diaz bahkan terus berusaha mencari keberadaan Nafia tanpa sepengetahuanku.Hanya Aliya yang berubah. Semenjak perdebatan waktu lalu, gadis itu belum lagi menemui. Ketika kutanyakan pada Diaz, pemuda itu menjawab jika Aliya sudah kembali bekerja."Ya mungkin dia sibuk," jelas Diaz santai.Jenuh berdiam terus di rumah, aku berinisiatif untuk menjemput Aliya. Demi Aliya, aku sudah kehilangan Nafia. Maka mengalah adalah satu-satunya jalan agar hubungan kami tidak kandas.Berbekal motor pinjaman punya Diaz, kubelah jalan ibu kota. Di sebuah mini market, aku berhenti. Dua batang cokelat almond kubeli untuk gadis itu.Motor kulajukan lagi. Bibir ini melukis senyum. Aliya pasti suka aku datang menjemput sambil memberinya cokelat.Namun, kenyataan tidak seindah ekspetasi. Di tempat Aliya bekerja aku mendapati gadis itu tengah berbinc
Read more
56. Pencarian
"Ck, Arzen! Kenapa kamu gak nyegah kepergian Deva sih?!" omel Aliya terlihat geram."Untuk apa?" Aku membalas dengan kesal. Kenapa Aliya sampai segitu marahnya ditinggal Deva. "Kamu milih pulang dianter cowok itu yang pake mobil dari pada bareng aku?"Aliya ternganga, lalu dia menggeleng pelan. "Aku kecewa sama piciknya pikiran kamu, Zen.""Picik gimana? Emang kenyataannya begitu." Aku menyergah kesal, "kamu menjauh saat tahu aku miskin.""Stop!" sentak Aliya tajam. "Kamu tahu? Aku tadi itu sedang ngorek keterangan dari Deva tentang keberadaannya Nafia.""Apaaah?""Dengar! Aku tuh curiga jika Deva tahu keberadaan Nafia." Aliya menjelaskan. "Tadi Deva datang dan berkonsultasi tentang obat yang ia beli "Aku masih melongo karena tidak paham."Deva bertanya obat flu yang tepat untuk orang hamil. Dan aku yakin itu pasti Nafia.""Kenapa ... kenapa ka-kamu bicara seperti itu?""Deva itu tidak punya saudara perempuan. Kamu tadi lihat kan dia beli susu hamil? Gak mungkin itu buat mamanya.""A
Read more
56. Musibah
"Nafiaaa!" jeritku saat melihat tubuh Nafia terguling-guling pada tangga jalan itu. Jantungku berhenti berdetak saat melihat ada banyak darah yang keluar dari pahanya.Seketika gemparlah seisi mal. Para wanita menjerit ngeri melihat keadaan Nafia. Ada juga yang sigap mendekati wanita malang itu. Begitu juga dengan Deva. Secepatnya dia berlari menuruni tangga jalan. "Nafia, bertahanlah," dukungnya sambil menggenggam erat tangan Nafia. "Cepat tolong telepon ambulans!" teriak Deva pada orang-orang.Seorang sekuriti yang mendekat gegas mematuhi perintah Deva. Dia langsung mengambil ponselnya."Ayo kita tolong Nafia!"Aku tersadar dari bengong ini saat Diaz menyenggol lengan. Dia bergegas turun. Aku pun mengikuti."Aghhhh!" Nafia meringis. Matanya terpejam. Sementara wajahnya telah basah oleh air mata dan keringat. "Sa-kiiit, Dev." Dia merintih sambil menyembunyikan parasnya pada dada Deva."Bertahanlah," bisik Deva lembut."Aku ... aku takut. Takut anak ini ... ti-tidak selamat," isaknya
Read more
57. Penyesalan
"Zen!" Diaz mengguncang tubuhku. Aku tergagap karenanya."Se-selamatkan is-istri saya, Dok," mohonku dengan suara bergetar. Baru kali ini kurasakan ketakutan yang teramat."Baik." Dokter mengangguk patuh."Kami akan melakukan operasi Caesar guna mengeluarkan janinnya," terang Dokter sopan."Lakukan apa saja yang terbaik demi menyelamatkan jiwa Nafia, Dok," pinta Diaz mewakili aku berbicara."Insya Allah kami akan mengupayakan hal yang terbaik," janji Dokter kalem, "silahkan Bapak menuju ruang administrasi untuk urus data dan prosedurnya," suruhnya sopan. Setelah itu dokter pun berlalu.Diaz sendiri menarik lenganku menuju bagian administrasi. Di sana penjelasan petugas sama sekali tidak tertangkap oleh telinga. Pikiran ini hanya tertuju pada ekspresi kesakitannya Nafia."Tanda tangan di sini, Zen."Saat Diaz menyuruh untuk tanda tangan, aku hanya manut saja. Benar-benar aku bagaikan orang linglung. Yang ada di dalam otak ini adalah kenapa Nafia bisa hamil tanpa sepengetahuanku? Kenapa
Read more
58. Kemarahan Nafia
"Naf." Aku menyapa lirih.Wanita itu menoleh. Begitu melihat wajahku, Nafia langsung buang muka."Naf, aku--""Pergi!" Dia memerintah dingin."Tapi, Naf, aku mau--""Aku mau kamu pergi, Zen!" titah Nafia tersedu lagi, "pergiiii!""Naaaf." AKu tubruk wanita yang lengannya masih terdapat selang infus itu. "Tolong maafkan aku," pintaku sambil menggenggam jemarinya."Lepas! Tolong jangan sentuh aku!" maki Nafia sambil meronta."Naf, aku tahu aku salah, tapi aku gak ada maksud menyakiti kamu," terangku terus menggenggam tangan mungil itu. "Aku gak tahu kalo kamu hamil.""Kamu jahat, Zen!" Nafia berseru ketus. Panggilan Mas tidak lagi ia gunakan. "Dasar pembunuh! Aku gak mau lihat wajah kamu. Aku benci kamu, Zen!" maki Nafia dengan pandangan jijik. Mungkin di matanya aku laksana hewan yang tidak berharga. "Aku bilang pergiiii!" Kali ini Nafia menjerit histeris. Hal itu membuat seorang perawat dan sekuriti tergopoh-gopoh masuk."Tolong bawa dia pergi!" perintah Nafia pada satpam rumah saki
Read more
59. Aliya yang Sesungguhnya
Sudah empat hari Nafia dirawat. Keadaannya berangsur-angsur membaik. Namun, hingga sekarang wanita itu belum sudi dikunjungi olehku. Padahal ketika Aliya datang, Nafia menerima kedatangan gadis itu dengan baik. Walau pedih, tapi kuterima. Konsekuensi dari berbagai kesalahanku padanya.Namun, ada yang mengganjal hati. Sudah lebih dari sekali aku melihat Aliya datang menjenguk Nafia pasti bersama Deva. Aku tahu mereka berteman. Tetapi, cara pandang Aliya tampak berbeda pada Deva."Aku lihat-lihat, sekarang lengket banget sama bosnya Nafia," sindirku suatu sore. Aku sengaja main ke rumahnya. Masalahnya aku tidak bisa langsung menegurnya di rumah sakit. Itu karena Aliya tidak mau lepas dari Deva. Sementara aku, masalah berdebat lagi dengan pemuda beganjulan itu."Memangnya kenapa?" Aliya membalas tenang. "Kami sama-sama single," imbuhnya santai."Oh ... jadi sekarang kamu sudah ikhlas jika aku lepas?" Walau emosi, tetapi kuikuti permainannya. Tenang."Zen, sadar dong! Kamu baru saja ken
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status