Semua Bab Menjadi Istri Putera Mahkota : Bab 31 - Bab 40
45 Bab
31. Kukilo Pekso Wani
Rebecca langsung turun saat mobil sudah berhenti. Mendahului ibu dan tantenya, ia langsung masuk ke dalam mansion. Kamar adalah tujuan utamanya untuk menyembunyikan tangan dan bahkan seluruh tubuhnya yang gemetar semenjak berada di Talise Spa tadi. Seusai melakukan perawatan, Rebecca duduk di ruang tunggu Talise Spa. Menunggu ibunya yang sedang belanja di Armani mall yang terletak di lantai lima belas Burj Al Arab. Daripada berdiam diri, Rebecca mengambil sebuah majalah dari atas meja. Matanya mengerjap saat ia melihat sebuah majalah dengan sampul yang menarik perhatiannya. Tajuk berita ditulis besar-besar dalam bahasa arab dengan sampul bergambar Rebecca dan Hamdan. Dengan rasa ingin tahu yang besar, Rebecca memberanikan diri untuk bertanya pada seorang wanita yang duduk tidak jauh dari tempatnya. Rebecca menghampiri wanita berjilbab yang ternyata juga sedang memerhatikannya diam-diam. Wanita itu tersenyum ramah dan dia mengenali Rebecca sebagai calon istri dari Putera Mahkota Dub
Baca selengkapnya
32. Mahar dan Rania
Hamdan tersenyum lebar. Sejak tadi ia tidak bisa berhenti tersenyum. Ali yang sedari tadi mengoceh tak dihiraukannya. Bahkan Hamdan tak marah saat Ali menghabiskan jatah kambing panggangnya. Sudah hari kelima dan hatinya sangat berbunga-bunga. Nanti sore ia akan bertolak dari Ajman dan kembali ke Dubai. Jantungnya berdetak kencang seiring dengan semakin dekat waktu pernikahannya dengan Rebecca. Namun sesungguhnya rasa gugup telah menghajar habis rasa percaya dirinya.Hatinya selalu bergetar setiap mengingat jika sebentar lagi ia akan mengambil alih seluruh tanggung jawab atas Rebecca, wanita yang dicintainya. Wanita asing yang tiba-tiba muncul di hidupnya. Mengacaukan hidup sempurnanya dan sanggup menggetarkan jiwanya, bahkan berhasil memunculkan sisi konyol dirinya. "Hei! Kau mendengarku tidak?" Ali menepuk pundak Hamdan dengan keras. Kemudian terkekeh saat Hamdan menatapnya kesal."Jangan melihatku seperti itu. Salah sendiri kau tidak mendengarkan aku dan justru melamun. Kenapa? Ka
Baca selengkapnya
33. Tentang Rania Al Khalifa
Rebecca tersenyum lalu ia mengulurkan tangan dan segera dibalas oleh Rania. Dari sudut matanya Rebecca dapat melihat Shaikha yang sedang menyiku lengan Maryam, kakak kembarnya. Rebecca menunduk, perasaan tidak enak dan was-was kembali ia rasakan. Rasa percaya dirinya kembali merosot ke titik nol. Ia terus menunduk hingga Shaikha menariknya lembut dan menjauh dari Maryam serta Rania.Rebecca tetap diam hingga ia tak sadar kalau mama Noura dan Ghaida sudah menggambar sulur-sulur cantik menggunakan henna di permukaan tangan dan kakinya. Hari ini adalah malam terakhir ia sebagai perempuan bebas. Besok siang ia akan menyerahkan seluruh hidupnya untuk seorang lelaki yang akan menjadi suaminya. Bukankah seharusnya malam ini ia bahagia? Tapi kini yang Rebecca rasakan justru sesak yang teramat di dadanya."Nona, apa anda ingin menulis nama Sheikh Hamdan di tangan anda?" tanya Ghaida. Dan Rebecca mengangguk begitu saja. Pikirannya melantur kemana-mana hingga ia tidak memerhatikan penjelasan Gha
Baca selengkapnya
34. Awal Perjalanan
Rebecca menghela napas panjang lalu mengembuskannya dari mulut. Masih dengan mata terpejam ia mencoba menikmati hangat nan nyaman yang melingkupi tubuhnya. Sepagi ini mama Noura dan beberapa pelayan wanita berhasil membuat Rebecca rela berendam di bath up bersama air susu dan mawar. Setelah sebelumnya Salamah memijat seluruh tubuhnya serta mengoleskan krim dingin yang sudah dicampur dengan serbuk emas. Dengan semangat berlebih Salamah menjelaskan kalau serbuk emas akan membuat kulit Rebecca halus, kencang dan bersinar. Rebecca hanya bisa menggelengkan kepala dibuatnya.Mata Rebecca terbuka saat ia mendengar derit pintu kamar mandi yang dibuka. Rebecca mendengus pelan, merasa kesal karena ada yang menginterupsi ketenangannya. Dilihatnya Salamah yang menghampirinya dengan membawa bathrobe warna putih. "Silahkan membilas tubuh di shower, setelah ini anda harus dirias," jelas Salamah."Bukankah zaffeh baru dilaksanakan menjelang sore nanti?" tanya Rebecca. Salamah tidak menjawab pertanya
Baca selengkapnya
35. Jumeirah di Bawah Kaki
Beberapa jam yang lalu Hamdan mengucapkan ikrar yang membuatnya mengambil alih seluruh tanggung jawab atas Rebecca. Ikrar berisi perjanjian yang sanggup mengguncang arsy karena janji langsung kepada Allah tersebut telah merubah hal-hal yang dulu haram menjadi halal. Dari kejauhan Hamdan dapat melihat adiknya, Ahmed bersama beberapa teman lelakinya berdiri di depan pintu ballroom hotel Atlantis The Palm. Ada alasan tersendiri yang membuat Hamdan memilih hotel ini sebagai venue pernikahannya. Bukankah Hamdan pernah berkata bahwa kalau Rebecca mau, dia bisa membawa pantai Jumeirah tepat di bawah kaki Rebecca. Dan sekarang ini buktinya. Atlantis The Palm berdiri tepat di atas pantai Jumeirah. Ahmed bertugas membukakan pintu untuk pengantin. Tugas yang diterima Ahmed dengan menggerutu karena menurut Ahmed, Hamdan sangat konyol. Meskipun sudah ada event organizer, tapi saudara dan saudarinya juga ikut andil dalam pernikahan Hamdan dan Rebecca. Dan tidak satupun dari mereka yang menerima tu
Baca selengkapnya
36. Badai Pertama
Dering ponsel yang kontinu membuat Hamdan tak lagi menikmati tidurnya. Tidur ternyenyak yang pernah ia alami seumur hidupnya. Masih dengan mata terpejam, Hamdan meraba-raba side table di sisi ranjang. Setelah menemukan ponselnya, Hamdan menggeser tombol hijau tanpa melihat siapa si penelepon. "Ada apa?" tanya Hamdan langsung saat ia mendengar suara Ahmed."Kau terdengar marah. Maaf, sepagi ini aku sudah mengganggu kalian," sahut Ahmed penuh penyesalan. Hamdan dapat membayangkan wajah Ahmed yang sedang tertekuk di seberang sana."Ya kau sangat mengganggu," gumam Hamdan. Matanya terbuka dan langsung menatap Rebecca yang masih tertidur di sampingnya. Mengulum senyum, Rebecca tidur lelap dengan lengan Hamdan sebagai bantal. Hamdan kembali tersenyum lalu mengeratkan pelukannya pada Rebecca."Sebenarnya aku juga tidak ingin mengganggumu. Tapi ini darurat. Dan apakah kau sedang bersama istrimu?""Ya aku sedang bersama Rebecca," jawab Hamdan dengan berbisik. Tak ingin Rebecca terbangun dari
Baca selengkapnya
37. Semua Akan Baik - Baik Saja
Hamdan duduk terpekur di meja kerja. Kedua tangannya terkepal di atasnya. Tadi ia dan Ahmed datang langsung ke Burj Al Arab dan secara pribadi menemui Mr. Robin. Manager F&B yang menurut berita memiliki hubungan khusus dengan Rebecca. Mr. Robin memang terlihat sedikit janggal untuk ukuran seorang lelaki. Mr. Robin nampak klinis, lembut dan emm... gemulai. Tapi sambutan Mr. Robin sangat jauh dari bayangannya. Mr. Robin menyambutnya dengan ramah bahkan penuh hormat yang tidak dibuat-buat. Mr. Robin juga menanyakan kabar Rebecca seperti sedang menanyakan kabar puteri kesayangannya. Dari sini Hamdan dapat menyimpulkan kalau Mr. Robin memang tidak ada hubungan apapun dengan Rebecca. Seperti yang Rebecca katakan, mereka berdua hanya sebatas rekan kerja, dan ayah-anak saat di luar tempat kerja. Sampai disini Hamdan bisa bernapas lega. Kemudian Hamdan menyampaikan maksud kedatangannya. Dan kabar baiknya adalah Mr. Robin bersedia melakukan konferensi pers untuk klarifikasi. Namun sepertinya
Baca selengkapnya
38. Logika yang Dangkal
"Oh Rebecca! Demi Tuhan! Apa yang membuatmu berani menemuiku?" Sylvenia menggeram marah. "Syl...," lirih Rebecca. Sinar matanya semakin redup. Sesaat setelah ia masuk ke dalam ruangan Sylvenia, wanita berdarah Inggris tersebut langsung menyambutnya dengan dua tanduk di kepalanya. Rebecca meringis, saat ia menyadari kemarahan Sylvenia belum reda. "Apa?" hardik Sylvenia. "Kau sudah membelikan pesananku?" tanya Rebecca dengan senyumnya yang dipaksakan. Sylvenia membuka laci mejanya. Dengan alis yang bertaut Sylvenia melemparkan beberapa strip ke atas meja. "Ini yang kau inginkan? Tapi jangan harap aku akan membiarkanmu membawanya sebelum kau menjelaskan alasanmu." Suara Sylvenia naik sampai tujuh oktaf. Membuat Rebecca merasa gentar karenanya. "Cepatlah Syl... Hamdan menungguku di depan. Aku tidak ingin dia curiga," sambung Rebecca. Sekuat tenaga ia mengeraskan hatinya. Sekuat tenaga ia berusaha menjadi wanita yang tak punya hati di hadapan Sylvenia."Jadi Hamdan ada di depan? Bagu
Baca selengkapnya
39. Sebuah Penyaluran
"Kau masih belum bisa disentuh, ya habibty?" bisik Hamdan tepat di telinga Rebecca. kepalanya menyusruk di ceruk leher Rebecca. Diam-diam menghirup wangi tubuh Rebecca. Hal ini membuat Hamdan teringat saat beberapa bulan lalu menghabiskan waktu bersama Rebecca di Uzbekistan. Ia juga diam-diam membaui jaketnya karena aroma Rebecca tertinggal disana. Rebecca memejamkan matanya getir. Samar ia mengangguk. Dan langsung dibalas dengan dengusan oleh Hamdan. Sesak di dada hampir saja membuat Rebecca menangis untuk kesekian kalinya.Ini masih hari kedua ia mengkonsumsi progesterone, setidaknya masih ada satu hari lagi agar hormon tersebut bekerja dengan baik. Tapi sejak ia pertama kali meminum pil itu Rebecca selalu menangis diam-diam. Namun ia selalu mengeraskan hatinya dan tetap meminumnya diam-diam tiap pagi, meski setelahnya ia tak akan keluar dari kamar mandi hanya untuk menyembunyikan tangisannya.Sekuat tenaga Hamdan menahan dirinya sejak hari pertama menikah. Rebecca mengaku sedang b
Baca selengkapnya
40. Pembelaan Pembelaan Kecil
"Dia memang kurang ajar, baru kemarin menikah tapi bertingkah konyol dan membuat istrinya menangis. Bukankah seharusnya ia bermesraan dengan istrinya? Kenapa dia justru kencan dengan parasut kuning menjijikkan itu?" Ahmed mencibir namun dengan nada bicara yang penuh humor. Dan berhasil. Guyonan garingnya menimbulkan senyum tipis di bibir Rebecca.Sekuat hati Rebecca menahan diri agar tidak menghambur dan memeluk Hamdan. Ada Sheikha Hind disana. Sejak mendengar pembicaraan suami dan ibu mertuanya, Rebecca menjadi lebih segan kepada Sheikha Hind. Menit demi menit Rebecca tetap bertahan dengan posisinya. Bahkan ia tidak menyingkir sedikitpun saat teman-teman Hamdan pamit untuk pulang. Yang Rebecca lakukan hanya merapal doa, memohon agar Hamdannya baik-baik saja. Ahmed pun sudah lelah karena kakak iparnya selalu menolak permintaannya agar duduk di sofa. Dalam diam mereka memerhatikan Hamdan yang masih belum sadar. Perlahan kelopak mata Hamdan bergerak-gerak. Sekian detik berikutnya Hamd
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status