All Chapters of Tawanan Mertua Kakak: Chapter 141 - Chapter 150
178 Chapters
Bab 141
Bab 141 “Pa, Papa Eril dengerin Ayang, gak?” tanya Ayang berulang kali. Tidak ada jawaban dari seberang. “Halo, kamu siapa?” Ayang terkejut, karena yang menjawab teleponnya seorang perempuan. “Ini siapa? Ayang mau bicara Papa Eril,” kata Ayang. Tidak ada jawaban, hanya bunyi kresek – kresek. “Halo, halo!” “Ayang menelpon siapa?” tanya Amina yang matanya masih sembab. “Papa Eril, Bu. Tadi ada suara perempuan, setelah itu tidak ada,” kata Ayang. Amina terperanjat. “Coba Ibu yang menelpon.” Ia segera berlari ke kamar dan mengambil telepon. Telpon Eril sudah tidak aktif. Ia mencoba berkali – kali dan hasilnya tetap sama. Wanita itu mengeluh panjang. “Telponnya tidak aktif,” kata Amina. “Apa Ayang yakin, tadi menelpon Papa Eril?” Ayang memberikan ponselnya pada Amina untuk diperiksa. Anak itu betul, dia menelpon nomor pribadi Eril. “Ngomong – ngomong, kenapa Ayang menelpon Papa Eril?” Ayang menunduk. Ekor matanya melirik Bik Susi dan Fahri yang turun ke bawah. “Ayang kangen Papa
Read more
Bab 142
Bab 142 “Kenapa Tante melimpahkan semua masalah ke sini?” tolak Amina tegas. “Saya sudah pusing dengan masalah saya sendiri!” Iswati memijit kepalanya yang pening. Masalah kehamilan Dokter Kartika membuat pikirannya buntu. “Saya tidak mau tahu, Eril pergi gara – gara kamu! Sekarang kalian berdua yang harus tanggung jawab membawa Eril kembali kepada saya!!” teriaknya membabi buta. “Terserah Tante! Saya tidak mau!!” Saking kesalnya, Amina meninggalkan Iswati dan pergi ke kamarnya dengan wajah bersungut – sungut. Reynard menarik napas. Ia melihat Iswati. Meski dalam hatinya kesal, ia masih bisa menahan emosinya. “Amina benar. Ini tidak adil baginya. Beban dia banyak. Dia harus melunasi hutang bapaknya yang pinjam ke rentenir 300 juta. Kemudian kepergian Eril. Asal Tante tahu, uang Amina yang dipegang Eril tidak main – main lho. Lebih dari 5 Milyar! Bisa saja Amina melaporkan Eril melakukan penggelapan uang, tapi dia tidak melakukannya. Sekarang ditambah lagi dengan kehamilan Dokter
Read more
Bab 143
Bab 143 "Ngagetin saja kamu," canda Reynard, saat melihat Amina melangkah ringan ke dapur. "Tante Iswati tidak mau pulang, dia bersikeras mau menginap di rumahmu." "Apa aku harus panggil satpam untuk mengusirnya?" Reynard mengintip Iswati dari balik tirai yang menghubungkan rumah makan dan dapur. Perempuan setengah baya itu, menyandarkan badannya ke sofa, sedangkan matanya terpejam. Entah dia tidur atau tidak. "Biarkan saja dia menginap di sini," kata Amina seraya membuka kulkas dan mengambil buah apel. Ia lalu menggigitnya dalam gigitan besar. "Ngapain kamu memasukkan singa ke dalam rumahmu? Apa kamu belum puas mendengarkan cemohannya?" Reynard geregetan mendengar jawaban Amina. "Aku hanya mau membalas perbuatan Tante Iswati," kata Amina pelan, ia melenggang anggun ke kamarnya. Reflek, Reynard mengikuti langkah Amina ke kamarnya. "Kamu jangan bikin aku deg – degan! Beri tahu aku sekarang apa yang mau kau lakukan?" tuntut Reynard. Suaranya sengaja ia pelankan supaya Iswati tid
Read more
Bab 144
Bab 144 “Awas!!” teriak Amina dan Bik Susi yang melihat Dokter Kartika berlari ke tengah jalan dan hendak menubrukkan badannya ke mobil yang ditumpanginya. Dengan sigap Reynard memutar kemudi mobil, dan membelokkannya ke taman. Laju mobil sedikit oleng sebelum menabrak perosotan. BRAK Semua yang berada di dalam mobil menahan napas. Sedangkan orang – orang yang lewat di situ berhenti dan mulai mengerubungi mobil. “Dasar perempuan gila!” maki Reynard seraya memukul tangannya ke kemudi. “Dokter itu sengaja mau mencelakakan kita semua!” Ia lalu membuka pintu mobil dengan wajah masih tegang. Ia bisa menghindari aksi bodoh Dokter Kartika dan akibat perbuatannya, mobil baru Amina rusak. Bagian depannya penyok parah. Amina mendekati Reynard. “Gak usah dipikir, yang penting kita selamat,” ujar Amina menepuk pundak Reynard. “Aku sebaiknya naik taksi ke RTV bersama Bik Susi, dan tolong telpon dealer mobilnya untuk mengurusi ansuransi.” Amina kembali ke mobil. “Bik, kita naik taksi.” Wan
Read more
Bab 145
Bab 145Tangan Amina gemetar membaca screenshoot yang diberikan Bu Hesti. Di sana ada nomor dan foto dirinya yang mengekspos bagian – bagian vital tubuhnya. Matanya mengamati dengan jeli dan menemukan keganjilan. Andai ada Eril, pria itu pasti akan menolongnya.“Semua ini salah paham dan saya menduga ada orang yang sengaja mau menfitnah saya,” ucap Amina dengan suara bergetar.“Tidak usah muter – muter, jelaskan semuanya pada saya sekarang!” perintah Bu Hesti.Amina menarik napas dan menghembuskannya pelan. Berat rasanya menceritakan sebagian masalahnya pada orang lain. Meski itu kepada Bu Hesti. “Saya tidak pernah pinjam kepada rentenir, Bu. Yang meminjam uang itu adalah Bapak. Dia meminjam uangnya dari Jazuli, lelaki yang menyekap saya.”Suara Amina tercekat di tenggorokannya. “Sayangnya, uang saya dibawa Eril, dan dia tidak bisa dihubungi.” Ia menyusut air mata yang mulai menggenang di sudut matanya. “Saya sangat bodoh, saya amat percaya kepada Eril, dan saya tidak pernah mengira k
Read more
Bab 146
Bab 146Eril melirik dan hatinya tergerak melihat foto seorang wanita sedang memeluk anak perempuan di sebuah taman. Keduanya tersenyum manis. Ingatan- ingatan Eril melesat memenuhi otaknya.Lelaki itu menelungkupkan kepalanya pada kedua kaki. Ia lalu menangis tergugu teringat senyum yang membuat hatinya meronta – ronta rindu.Amina mengusap pundak Eril. Ia tak pernah melihat pria itu menangis sebelumnya. “Are you okay, Ril?”Eril mendongak, matanya masih basah oleh air mata. “Iya, aku baik – baik saja.”“Apakah kamu ingat sesuatu?” tanya Adrien lagi dengan penuh perhatian.Pria itu tidak menjawab, sebagai gantinya ia menarik napas berat. “Aku sangat mencintai wanita itu. Aku mau menikahinya, sayangnya…” Eril terdiam.“Apakah karena ada pria lain?” tanya Adrien hati – hati.“Tidak ada. Dia setia.” Eril menunduk dan mengambil ranting pohon yang terjatuh di sampingnya. Ia lalu memainkan ranting itu dengan memutarnya.“Kalau kalian sama – sama saling mencintai dan setia, kenapa kalian ti
Read more
Bab 147
Bab 147Adrien berbalik dan melangkah perlahan ke mejanya, kemudian meneruskan pekerjaannya.Sikap diam Adrien membuat Eril tidak nyaman. Lelaki itu pergi ke kamarnya yang berjarak 8 meter dari living room, dan sengaja membuka pintu lebar – lebar, membiarkan udara pantai bebas masuk.Lelaki itu diam tanpa melakukan apa - apa, ia hanya merebahkan badannya di atas dipan kayu seraya berpikir.Sampai malam, Eril berbaring di sana, dengan mata nanar menatap dinding bambu. Berulang kali ia terlihat mendesah, terasa berat sekali beban yang ia pikirkan.KRIEKLamat – lamat telinga Eril mendengar suara langkah kaki masuk. Pria itu waspada. Kamarnya gelap dari tadi, dan ia tidak tahu jam berapa sekarang.“Ril?” Apa kamu di situ?” tanya suara perempuan yang sangat dikenal Eril.“Iya,” jawab Eril pendek.“Apa lampunya mati? Aku tak bisa melihat apapun,” keluh Adrien.Eril menyalakan saklar lampu yang berada di sebelahnya. Kamarnya sudah terang sekarang. Dia bisa melihat Adrien sedang membawa rant
Read more
Bab 148
Bab 148 “Saran dealer, mobilnya lebih baik dijual. Pihak ansuransi menolak memberikan konpensasi, karena menurut mereka itu akibat kelalaian kita.” Reynard menarik napas panjang. Mukanya kelihatan kesal sekali. “Siapa yang mau membeli mobil yang sudah rusak parah?” tanya Amina getir. Ia masygul menerima berita tak mengenakkan di pagi hari. “Pasti ada, tapi harganya jauh dari pasaran.” Pria itu memandang Amina dengan sedih. “Menurut perkiraanku, mungkin harganya sekitar 50 sampai 60 juta.” Mata Amina mendelik! “Apaaaaa!! Aku membeli mobil itu seharga 400 jutaan, dan sekarang aku hanya dapat 50 juta? Ini tidak masuk akal sama sekali!!” katanya marah. Ia memukul cushion yang ada di sampingnya. Perempuan itu kesal sekali. Saat ini keuangannya tidak baik – baik saja. Sedangkan masalah muncul bertubi – tubi. “Bagaimana kabar Eril? Apa kamu sudah bisa menghubunginya?” tanya Amina kalut. Reynard menggeleng. “Telponnya tidak aktif. Aku sudah memberi tahu mamanya supaya menghubungi kita
Read more
Bab 149
Bab 149 “Bagaiaman Jazuli tahu alamat rumahku,” kata Amina dengan suara sangat pelan, hingga hampir tak terdengar. “Aku yakin dia tahu dari preman yang ia suruh,” kata Reynard memegangi tangan Amina yang gemetaran. “Tolong kamu temui Jazuli, aku mau masuk ke dalam.” Amina enggan menemui lelaki gaek yang telah merenggut hidupnya. Akan tetapi Reynard mencegahnya. “Jangan pergi! Aku mau kamu menemui Jazuli. Kamu harus berani dan tak lagi menghindar darinya!” kata Reynard. Tatapan lelaki itu seperti elang, tajam dan keras. “Tidak! Aku tidak mau!” bantah Amina. Suaranya terdengar terdengar. Ia mau menangis dan merasa Reynard memaksanya. “Jangan membantah! Kamu harus dengar kata – kataku! Temui Jazuli dan selesaikan masalahmu dengannya sekarang! Atau dia akan menerormu sepanjang sisa hidupmu dan Ayang!” Reynard memandang Amina lekat. “Tapi… a-aku…” Amina menunduk. Ia tak berani menatap mata Reynard. “Yakinlah, kamu bisa!” Pria itu menepuk lembut punggung Amina. “Aku akan menemanimu.
Read more
Bab 150
Bab 150 Jazuli melongo. “Eh, gak bisa. Hutang ya hutang, cinta ya cinta. Amina jangan mencampur adukkan dong. Ini kan nggak fair sayang?” Amina mencibir, kedua tangannya ia silangkan di depan dada. “Katanya tadi cinta, mau memberikan apa yang saya minta. Halah, embel! Baru uang 300 juta saja Anda tidak mau memberikannya pada saya.” Jazuli nyengir. “Bukan begitu. Maksud Om, Amina akan mendapatkan semua yang Amina mau, asal mau menikah sama Om.” Jazuli mencondongkan badannya pada Amina yang duduk di depannya. “Termasuk warisannya anak lanang yang tak berbakti ini.” Dia menunjuk Wahyu yang cemberut. “Terus… terus,” sindir Wahyu. “Awas lho ya, setibanya di Jember, terus badannya meriang. Jangan minta pijitin sama saya. Gak mau saya mijetin,” sungutnya. “Diam kamu, jangan ganggu Bapak ngomong,” kata Jazuli. “Gimana? Apa kamu mau? Ini tawaran besar buatmu. Kamu bisa membeli mobil baru. Saya denger mobilmu rusak. Kamu gak mampu membeli baru, karena uangmu dibawa kabur sama Eril.” Jazuli
Read more
PREV
1
...
131415161718
DMCA.com Protection Status