All Chapters of Istri 3 Juta Dolar Tuan Gavin: Chapter 41 - Chapter 50
58 Chapters
Luka Terdalam Mereka
Sampai saat Laysa mulai siuman, dokter meminta seorang wali untuk proses administrasi. Laysa yang datang seorang diri ke rumah sakit pun sempat kebingungan, siapa yang harus dihubunginya?Dia sendiri tanpa ada orang yang memedulikannya dengan sebuah ketulusan. Tidak. Masih ada orang yang tulus peduli padanya di dunia ini, dia adalah seorang lelaki yang cukup sering membantunya tanpa menginginkan imbalan apa pun. Laysa pun segera menghubungi lelaki itu, tanpa mengingat siapa pun.“Laysa, apa itu kau?” tanya Xavier ketika Laysa melakukan panggilan video ke nomornya. “Lama sekali sejak aku memberikan nomorku, akhirnya kau bisa menelepon juga. Apa yang terjadi? Apa kau menangis? Apa yang sudah dilakukan Gavin padamu?”Pertanyaan lelaki itu seperti tidak ingin berhenti, Laysa sendiri memang sengaja menyimpan nomor Xavier di bukunya dan baru kali ini dia menghubungi lelaki itu.“Tolong aku ....” Laysa menggerakkan jemarin
Read more
Awal Mula Gavin Datang
Beberapa jam sebelum Gavin datang ke rumah sakit.Dia yang tengah berada di kantor miliknya itu masih tetap fokus ke pekerjaannya seperti biasa. Gavin sendiri adalah tipe lelaki yang telaten bila mengerjakan sesuatu, apalagi ketika pekerjaan itu bisa menghasilkan uang baginya.Gavin masih ingin terus mengembangkan usahanya, memperluas bisnis yang dia tekuni sejak dulu hingga sekarang bisnis terebut sukses melambungkan namanya. Bisa dikatakan juga, Gavin sangat terobsesi dengan kekuasaan. Namun, hanya orang-orang terdekatnyalah yang mengetahui tabiat ini.Sampai dia menerima sebuah panggilan dari Robert—kepala pellayannya di rumah. Gavin segera mengangkat panggilan itu.“Ya, ada apa?” tanya Gavin.“Maaf, Tuan. Saya sekarang membawa kabar buruk tentang Nona Laysa.”“Apa?” Gavin mengernyit. “Kabar buruk apa maksudmu?”“Itu ....” Robert terdengar sangat ragu dengan laporannya kepada Gavin karena akan sangat ber
Read more
Pelampiasan
“Kau ...!” Xavier ingin melawan kembali, tapi pergerakannya terhenti saat dia melihat Laysa menggelengkan kepala pelan.“Biar aku yang mengurusnya,” ujar Laysa dengan sedikit bahasa isyarat.“Tapi, Lays. Aku sudah berjanji akan melindungimu darinya. Jadi apa yang—““Kali ini percayalah. Aku tidak akan terjatuh di jurang yang sama. Beri aku kesempatan untuk berbicara dengannya, Xavier.”Gavin sungguh tidak mengerti apa yang disampaikan Laysa sekarang, bahasa isyarat jemarinya sangat rumit. Gavin geram karena hanya dia seorang diri yang tidak pandai mengartikan itu di sini.Namun, tampaknya bahasa isyarat itu mampu sampai kepada Xavier hingga tidak menggebu-gebu lagi seperti tadi.“Baiklah, akan kutunggu kau di depan ruangan ini. Aku juga akan menghajarnya lagi jika dia berani menindasmu,” ujar Xavier, sesudah itu pergi meninggalkan Gavin dan Laysa hanya berdua dalam sana.Kali ini, akhirnya Gavin bisa berfok
Read more
Ajakan Gavin
Laysa akhirnya berhasil melakukan operasi, tanpa ditemani oleh Gavin dalam ruang dingin ber Ac itu. Dia yang tidak tahan, terus dibuat menangis dalam kesendiriannya. Apalagi ketika melihat tubuh bayi mungil yang tidak lebih besar dari botol minuman tersebut sudah membiru dan tidak bergerak sama sekali. Bobot tubuhnya pun hanya 300 gram, bayi mungilnya yang malang sekarang telah benar-benar meninggalkan Laysa untuk selama-lamanya.Usai keluar dari ruang operasi, ada beberapa orang yang sudah menunggu kedatangan Laysa. Di antaranya memiliki kecemasan luar biasa, siapa lagi yang memiliki kecemasan itu selain Gavin dan Xavier? Mereka berdua seakan bersaing, menunjukkan siapa yang akan bertahan sampai akhir.Laura pun datang ke sana, setelah mendapat kabar sendiri dari Derry. Wanita itu terus melekat di lengan Gavin, bahkan saat lelaki itu keras menolak kehadirannya. Gavin risi, dia semakin khawatir Laysa tidak akan pernah memaafkannya jika Laura masih terus melekat padanya begini. “Apa k
Read more
Pertengkaran Hebat
Usai memastikan Laysa bisa pulang dari rumah sakit. Gavin terus menjemput wanita itu lebih cepat sebelum Xavier mengambil kesempatan. Selama perjalanan menuju rumah, Laysa hanya terdiam. Wajahnya yang pucat terus menatap ke arah luar kaca jendela, tidak ada satu pun yang menarik perhatiannya.Sampai di depan rumah, sebuah kursi roda dan beberapa pellayan rumah sudah menyambut kedatangan mereka. Namun, dari layaknya penyambutan itu, Gavin sendiri yang mendorong kursi roda Laysa hingga mereka masuk dalam lift menuju kamar.Namun, ternyata Gavin bukan menuju kamar Laysa yang kemarin berada di lantai dua. Lift itu terhenti di lantai 3 dan menuju kamar lamanya yang sekarang dihuni oleh Laura. Tangan Laysa spontan menahan putaran roda sebelum Gavin benar-benar mengajaknya masuk ke kamar itu.“Ada apa? Kita harus segera masuk, Lays. Kau bisa beristirahat di kamar,” ujar Gavin sangat lembut kepada Laysa.Laysa tetap menahan tangannya pada roda hin
Read more
Laysa yang Putus Asa
Usai dari kamar Laysa, Gavin kembali ke kamar pribadinya di lantai tiga. Gavin melepas jas dan dasi yang melekat di tubuhnya, lalu mengempaskan tubuh lelahnya ke sebuah kursi. Satu botol minuman berarkohol menjadi sasaran pelampiasan perasaannya sekarang.Gavin melihat ke sekeliling kamar, di sini berkali-kali dia membawa perempuan dari luar datang dan melayaninya. Namun, para perempuan itu tidak pernah mengisi hatinya sedikit pun, mereka seperti kereta yang lewat di stasiun. Bisa datang dan pergi sesukanya.Namun, Laysa? Gavin sangat ingat bagaimana istrinya sering bersikap manja, mengerti keinginannya, juga tidak pernah meminta apa pun kecuali perhatiannya.Mengingat Laysa sangat menginginkan sebuah perpisahan, Gavin mendadak kesal dan membanting botol anggurnya ke lantai. Dia benci seluruh ucapan Laysa tentang perpisahan mereka.“Apa yang kurang dariku? Apa aku tidak lebih baik dari lelaki siallan itu?” tanya Gavin pada dirinya sendiri.
Read more
Tindakan Tegas
“Katakan padaku bagaimana keadaannya sekarang?” tanya Gavin kepada Gracia yang menangani Laysa setibanya di rumah sakit. Dia masih berusaha bersikap tenang melihat Laysa terbaring di atas bed stretcher untuk ke sekian kalinya beberapa hari ini. Terlebih, Gavin juga berusaha menyembunyikan kecemasannya di hadapan Gracia. Dia terlalu gangsi memperlihatkan satu kelemahan barunya ini kepada orang lain. “Tidak terlalu baik, tapi dia cukup beruntung karena tidak menyayat bagian yang benar di pergelangan tangannya. Itu sebabnya dia masih bisa selamat walau kau terlalu lama membawanya ke sini,” jawab Gracia. Gavin menghela napas kecil, perjalanannya ke rumah sakit memang mengalami sedikit hambatan karena sebuah kemacetan. Kecelakaan mendadak di depan mobil Gavin sempat membuatnya kesal bukan main, tetapi untung saja dia masih bisa membawa Laysa sesegera mungkin. Sekarang, Gavin sudah cukup tenang karena ternyata sayatan di tangan Laysa tidak mengenai urat nadinya. Hanya
Read more
Langkah Xavier
Sampai Gavin menutup pintu kamar, Laura tidak berkata apa-apa lagi. Setidaknya mulai hari ini mereka tidak akan pernah bertemu di kamar yang sama, ini membuat Gavin lebih tenang. Sebab wanita itu sangat mengganggunya setiap waktu. Jika bukan karena Anne, Gavin akan mudah menyingkirkannya.Namun, belum setengah perjalanan menuju tempat tidurnya, Gavin menyaksikan Laysa sudah terbangun dan duduk seraya menatapnya dengan kedua mata yang berkaca-kaca. Seketika itu Gavin merasa takut, untuk pertama kali dia ketakutan untuk hal yang dulu dianggapnya tidak pernah ada, yaitu cinta.“Kau sudah bangun, bagaimana keadaanmu?” tanya Gavin yang berusaha menghindari ketakutannya dengan ketenangan, dia berjalan mendekati Laysa dan duduk di sampingnya. Satu tangan Gavin mengecek suhu di kening Laysa, sedikit hangat di sana.“Kau demam, ini pasti karena kau tidak makan sejak pagi. Jadi tunggulah, aku akan memesankan makanan untukmu,” ujar Gavin. Dia ingin mengambil po
Read more
Pernyataan Cinta Xavier
“Pastikan tidak ada seorang pun yang datang ke kamar ini kecuali atas seizinku, kau juga harus ingat buang seluruh benda tajam atau obat-obatan di sini, jangan sampai ada yang tersisa. Pastikan makanannya layak, juga cek suhu tubuhnya saat meminum obat. Apa kau mengerti?” Gavin begitu teliti memberikan perintah kepada kepala pellayannya di rumah, lelaki bernama Robert itu hanya menunduk sesaat menyetujui perintah tuannya. Gavin ingin memastikan Laysa akan baik-baik saja selama dia pergi bekerja, dia tidak akan membiarkan wanita itu berpikir bisa mengakhiri hidupnya lagi.Sudah cukup kemarin dia hampir kehilangan Laysa, Gavin sudah harus banyak mempersiapkan rencana agar Laysa tetap hidup dan berada di bawah pengawasannya.“Lalu bagaimana dengan Nyonya Laura, Tuan?” tanya Robert.“Apa maksudmu?”“Bagaimana jika Nyonya Laura meminta kamar ini kembali?”“Kabari saya secepatnya jika dia melakukan itu. Kau cukup memastika
Read more
Jangan Menghindariku, Lays.
“Sedang apa dia? Kenapa dia tidak menjawab panggilanku?” gumam Gavin.Berkali-kali dia memencet tombol panggil di ponselnya menghubungi Laysa, tetapi wanita itu tidak kunjung menjawab. Padahal Gavin sudah mencoba meneleponnya sebanyak 20 kali untuk hari ini.“Dia benar-benar membenciku, apa yang harus kulakukan?” Gavin mulai berpikir bagaimana cara menarik perhatian Laysa kembali. Dia sangat merindukan kemanjaan Laysa, juga merindukan momen ketika dirinya sulit menjauhkan Laysa darinya. Dulu sebelum pernikahan Gavin dengan Laura, Laysa sudah seperti prangko yang melekat pada kertas.Namun, saat Gavin berpikir itu. Ponselnya mendapat notifikasi pesan masuk.“Ada apa?”Pesan dari Laysa membuat Gavin terkejut, lalu membalas pesan tersebut dengan cepat dalam sebuah panggilan video.“Kenapa kau tidak mengangkat panggilanku seharian ini?!” tanya Gavin langsung bernada tinggi. Untung saja sekarang dia sedang ada
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status