Semua Bab Ketika Ibuku Menikah Lagi: Bab 51 - Bab 60
70 Bab
Bab 51
Mataku berbinar membaca nama akun tersebut. Aku beringsut. Mengubah posisi tubuhku yang tadinya berbaring menjadi duduk menyender di kepala ranjang.Aku terima pertemanan dari akun bernama Andika dengan foto profil gambar seorang laki-laki sedang berada di puncak gunung. Namun, hanya bagian belakangnya yang tampak. Wajahnya tak terlihat sama sekali.Entah kenapa jantungku tiba-tiba berdetak kencang tak karuan. Sangat berharap jika pemilik akun ini benar Andika, sahabatku.Aku mengklik akunnya. Mencari sesuatu yang mungkin bisa dijadikan bukti, siapa sebenarnya yang ada di balik akun ini. Aku scroll dari atas sampai bawah. Nihil. Tak satu pun ada foto dirinya yang sedang menghadap kamera. Kebanyakan foto yang dia upload adalah pemandangan puncak gunung di beberapa tempat. Sepertinya dia anak pencinta alam. Bukan hobi Andika sama sekali.Aku menghela napas pelan. Rasa kecewa langsung menyergap hati. Harapan besar yang tadi kurasakan, sirna sudah. Namun, sebuah ide tiba-tiba melintas di
Baca selengkapnya
Bab 52
Aku berniat buru-buru masuk ke dalam rumah, menghindari pertanyaan konyol Riana pada kakaknya itu. Baru juga kaki ini mengayun, tangan Riana keburu mencekal pergelangan tanganku."Mau ke mana? Malah kabur," tanyanya."Aku mau ambil minum buat Tuan Raihan. Pasti haus setelah perjalanan jauh," elakku. Aku berusaha melepaskan cengkraman tangan Riana."Gak perlu. Gak apa-apa, kok. Saya kan bawa minum di mobil," cegah Tuan Raihan.Aku melirik Riana dengan ujung mata. Dia tersenyum menggoda. "Tuh, kan. Orangnya aja gak minta dibawain.""Siapa tau tadinya mau minum air dingin gituh. Secara kan hari ini panas banget." Aku masih mencoba mengelak agar bisa segera pergi dari sini."Sepanas hatimu, ya?" Riana tertawa lebar. Membuatku semakin kesal.Aku mendelik. Dia selalu saja menggodaku. Membuatku merasa salah tingkah dan kikuk di depan majikanku sendiri."Kakak bawain kalian oleh-oleh. Kakak ambil dulu di mobil, ya." Tuan Raihan hendak menyerahkan Raisa yang masih dipangkunya padaku."Biar say
Baca selengkapnya
Bab 53
Aku tertegun. Mencerna setiap tanya yang keluar dari mulut Tuan Raihan. Sepertinya lelaki di sebelahku ini begitu antusias ingin mengetahui hal ini. Namun, jangankan Tuan Raihan. Aku saja yang menjalaninya sulit untuk menjawab."Kok, diam?" Tuan Raihan protes melihatku hanya membisu."Saya bingung harus menjawab apa, Tuan. Sampai detik ini saja saya tidak tau bagaimana kabarnya dia. Apakah dia masih mengingat saya atau tidak? Atau mungkin, baginya, janji kami dulu hanya sebatas janji sepasang anak kecil yang belum mengerti apa-apa. Saya serahkan saja semuanya pada takdir. Bisa kembali dipertemukan lagi sangat bersyukur. Tidak pun tidak apa-apa. Yang pasti, saya akan selalu mengingat kebaikan-kebaikan yang dia lakukan untuk saya. Saya juga akan selalu mendoakan agar dia selalu sehat di manapun berada." Aku menjawab dengan panjang lebar."Apa ... kamu menyukainya?" Tuan Raihan bertanya dengan ragu. Aku langsung menoleh mendengar pertanyaannya."Apa maksud, Tuan? Dulu kami masih begitu p
Baca selengkapnya
Bab 54
"Assalamu'alaikum," ucap Erik tersenyum mengerling menatapku."Wa'alaikum salam," jawabku membuang muka. Kesal. Padahal aku pernah bilang jangan pernah datang ke rumah ini."Ada perlu apa, Ka?" Aku berusaha bertanya sesopan mungkin. "Mau main aja. Emangnya gak boleh? Mumpung masih liburan, kan?" jawabnya membuatku semakin kesal."Maaf ya, Kak. Aku kan sudah pernah bilang, tolong jangan datang ke rumah ini. Aku gak mau pemilik rumah ini salah paham." Aku mengingatkannya lagi. Siapa tau dia hilang ingatan."Loh loh. Siapa yang bilang aku ke rumah ini mau ketemu kamu. Aku mau ketemu Riana, kok. Orangnya ada kan?" Kepala Erik celingukan melihat ke arah dalam rumah.Aku menghela napas pelan. Entah harus lega atau bagaimana. "Ada. Silakan masuk." Aku menggeser tubuhku dari ambang pintu. Memberi jalan kepada Erik untuk masuk ke dalam rumah.Dia berjalan dengan santai. Seolah tak ada kecanggungan sedikit pun. "Silakan duduk. Aku panggilkan Riana dulu," tuturku sopan. "Oh, iya. Mau minum ap
Baca selengkapnya
Bab 55
Dengan susah payah aku menelan saliva mendengar perkataan Riana. Sementara Erik terlihat santai tak terganggu sama sekali."Perasaan kamu aja kali," jawabku sambil memalingkan wajah. Menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba melanda."Kali aja kalian kembar terpisah, kan," celetuk Riana sambil tertawa kecil. Sikapnya kini sudah mulai cair, tidak se-kaku tadi saat pertama kali Erik datang."Kembar beda emak sama bapak, ya," timpal Erik yang juga terkekeh pelan."Ho'oh," sahut Riana diiringi tawa yang semakin melebar.Mereka mungkin mengira ini hanya candaan. Tapi tidak bagiku yang memang sudah mengetahui apa yang sebenarnya."Aku pulang dulu ya. Sudah dhuhur kayaknya. Terima kasih banyak loh udah diizinkan main ke sini," tutur Erik sambil berdiri dari duduknya. "Buku ini aku pinjam ya?" Erik mengacungkan sebuah buku bersampul hitam ke arah Riana."Iya. Bawa aja," jawab Riana yang juga ikut berdiri dari duduknya. "Oleh-oleh yang tadi jangan lupa. Nanti ketinggalan," lanjutnya sambil mengi
Baca selengkapnya
Bab 56
"Kasian loh Raisa kalau kelamaan gak punya ibu. Meski bagaimanapun dia itu membutuhkan kasih sayang seorang ibu. Dan menurut Tante, yang paling cocok jadi ibunya itu ya Sandra. Secara Sandra ini kan Tantenya Raisa. Kalau cari wanita lain, takutnya malah jadi ibu tiri yang galak. Iihh jangan sampe." Wanita dengan rambut sebahu itu terus saja berbicara mempromosikan Mbak Sandra."Maaf nih, Tante. Bicaranya dilanjutkan nanti, ya? Saya permisi sebentar. Belum solat ashar soalnya. Saya benar-benar minta maaf," tutur Tuan Raihan sopan."Oh ... Iya, silakan, Nak Raihan. Kadung nunggu lama dari tadi. Sekalian aja," jawab Tante diiringi suara tawa pelan."Mas, aku juga mau numpang ke toilet, dong." Itu suara Mbak Sandra. "Mah, aku ke toilet sebentar," lanjutnya.Jadi Tante yang duduk di depan itu ibunya Mbak Sandra? Itu artinya ibunya Mbak Sarah juga. Berarti ibu mertuanya tuan Raihan. Aku bergumam dalam hati.Tuan Raihan dan Mbak Sandra muncul bersamaan. Mata Riana mendelik menatap wanita yan
Baca selengkapnya
Bab 57
Jantungku berpacu semakin cepat. Apa maksud Tante Herni berbicara seperti itu? Bukankah kematian Mbak Sarah dulu akibat pendarahan setelah melahirkan? Atau mungkin aku yang salah dengar?"Ssstt ... ibu ini ngomong apa? Sudah diam. Nanti kalau ada yang dengar bisa berabe." Mbak Sandra mengingatkan. Benar saja, setelah itu, suara mereka tidak terdengar lagi. Karena takut ketahuan, aku pun buru-buru pergi dari depan pintu yang tertutup rapat itu.Sampai malam merangkak naik, mataku tak kunjung mau terpejam. Perkataan Tante Herni terus terngiang di telinga. Tapi, bagaimana bisa aku mencari tau semuanya? Apalagi sampai berhasil mengungkapkannya. Sementara aku juga tidak punya bukti apa-apa. Yang terpenting sekarang, Tuan Raihan jangan sampai terjerat oleh tipu daya kedua manusia licik tersebut. Pantas saja pasangan ibu dan anak ini begitu ngotot memperjuangkan Tuan Raihan. Ternyata mereka hanya mengincar hartanya saja.Rasanya aku tak rela, kalau orang-orang sebaik Tuan Raihan dan Riana
Baca selengkapnya
Bab 58
Memang benar kata orang. Marahnya orang yang pendiam itu mengerikan. Hari ini aku baru percaya, kalau orang sebaik dan sesabar Tuan Raihan bisa begitu marah. Dadanya masih terlihat naik turun menahan emosi yang mungkin masih menggelegak di dadanya.Namun, dibalik kemarahannya, ada seulas rasa bahagia yang membuncah di hatiku. Tuan Raihan begitu membelaku di hadapan Tante Herni dan Mbak Sandra. Dia bahkan tidak rela aku disakiti oleh kedua wanita itu. Apa memang benar apa yang tadi diucapkannya? Bahwa Tuan Raihan menyayangiku seperti adiknya sendiri.Kekaguman tiba-tiba langsung menyeruak dalam dada. Harga diriku yang semula diinjak-injak oleh Mbak Sandra, kini diangkat tinggi oleh majikanku sendiri.Wajah Tante Herni dan Mbak Sandra sudah berubah pucat pasi bak mayat. Keringat mengucur deras dari pelipis keduanya. Padahal AC di ruangan ini cukup dingin."Tante mau jujur sendiri atau mau saya yang bongkar semuanya?" tanya Tuan Raihan dengan nada lebih tenang."A-apa maksudnya? Tante ti
Baca selengkapnya
Bab 59
Sekarang aku mengerti, kenapa Tuan Raihan masih betah hidup menyendiri. Padahal tidak ada yang kurang dari dirinya sebagai seorang laki-laki. Single, tampan, mapan, dan saleh tentunya.Tuan Raihan hanya tidak mau salah memilih pasangan. Dia tidak mau memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Tapi lebih memikirkan kebahagiaan Raisa Dan Riana. Sungguh, aku begitu kagum pada kesabaran Tuan Raihan menahan kesepian hidup menyendiri bertahun-tahun. Menahan syahwat yang pastinya tidak mudah untuk lelaki yang sudah baligh dan pernah berpengalaman sebelumnya. Berbeda dengan lelaki lajang yang belum pernah berpengalaman sebelumnya.Pandangan Tuan Raihan masih menerawang lurus ke depan. Sorot matanya begitu layu. Kesedihan nampak jelas dari gurat wajahnya yang kusut.Riana masih setia menemani Tuan Raihan di sampingnya. Aku juga enggan beranjak pergi meninggalkannya dalam kondisi seperti ini. Meskipun suara jam terus berdetak merangkak semakin larut."Kamu dan Raisa adalah segalanya buat kakak. J
Baca selengkapnya
Bab 60
Aku menarik napas panjang. Kemudian mengembuskannya perlahan. Berusaha mengurangi debaran dalam dada yang semakin tidak beraturan.Petir masih sesekali menggelegar memekakkan telinga di kesunyian malam. Membuat Raisa yang sejak semula sudah sering merengek semakin menjadi. Anak berusia empat tahun itu sama dengan tantenya, sama-sama takut pada suara petir."Icha bobo sama Bibi Rindu di kamar ya. Ayah temenin di sini," bujuk Tuan Raihan pada putrinya itu."Yuk." Aku mengulurkan kedua tangan. Bersiap untuk memangku Raisa yang masih dalam dekapan ayahnya."Gak mau. Raisa takut." Anak itu menggeleng."Kalau gitu, bobo sama ayah, yah, di atas." Lagi Tuan Raihan memberi pilihan."Gak mau. Kasian Bibi Rindu bobo sendirian." Raisa tetep keukeuh pada pendiriannya.Aku bingung bagaimana harus menyikapinya. Kalau dituruti, rasanya tidak mungkin mengingat aku dan Tuan Raihan sama sekali bukan mahram. Tapi jika tidak dituruti, bisa-bisa Raisa mengamuk semalaman.Tuan Raihan juga nampak berpikir. B
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status